Terbukti Tidak Bersalah, Kades Kinipan Divonis Bebas
Kepala Desa Kinipan Willem Hengki divonis bebas dalam sidang kasus dugaan korupsi jalan usaha tani. Willem terbukti tidak bersalah dan bebas dari tuntutan pidana penjara satu tahun enam bulan.
Oleh
JUMARTO YULIANUS
·4 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Kepala Desa Kinipan Willem Hengki divonis bebas dalam sidang kasus dugaan korupsi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Rabu (15/6/2022). Willem terbukti tidak bersalah dan bebas dari tuntutan pidana penjara satu tahun enam bulan.
Majelis hakim yang diketuai Erhammudin dalam amar putusan menyatakan, Willem tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam dakwaan primer ataupun subsider.
Dalam dakwaan primer, Willem dijerat dengan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU No 20/2001 juncto Pasal 18 UU No 31/1999 juncto Pasal 55 Ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Sementara dalam dakwaan subsider, ia dijerat dengan Pasal 3 UU No 31/1999 juncto Pasal 18 UU No31/1999.
Willem sebelumnya diduga melakukan tindak pidana korupsi dalam proyek pembangunan jalan usaha tani di Desa Kinipan, Kecamatan Batang Kawa, Kabupaten Lamandau, Kalteng. Ia dinilai merugikan negara sebesar Rp 261.356.798,57. Jaksa penuntut umum (JPU) menuntut terdakwa dengan hukuman penjara satu tahun enam bulan dan denda Rp 50 juta.
Juru Bicara Pengadilan Negeri/Tindak Pidana Korupsi/Hubungan Industrial Palangkaraya Kelas IA Yudi Eka Putra mengatakan, putusan bebas dari majelis hakim murni berdasarkan fakta-fakta yang ditemukan dalam persidangan. Putusan itu sama sekali tidak terpengaruh faktor eksternal, seperti penekanan ataupun pemaksaan kehendak. ”Kalaupun pada hari ini putusan itu bebas, itu semata-mata karena memang harus dinyatakan bebas. Jangan sampai nanti ada kesan bahwa pengadilan memutuskan bebas karena berada dalam tekanan,” ujarnya.
Pernyataan tersebut disampaikan Putra karena selama sidang putusan berlangsung, massa dari Koalisi Keadilan untuk Kinipan, mahasiswa, dan Tariu Borneo Bangkule Rajank (TBBR) atau Pasukan Merah menggelar aksi di luar Gedung Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Palangkaraya. Mereka menggelar ritual adat dan menuntut agar Willem dibebaskan.
Menurut Putra, putusan bebas dari majelis hakim itu tetap harus dihormati. Upaya hukum lanjutan, yaitu kasasi ke Mahkamah Agung oleh JPU, masih terbuka karena putusan belum berkekuatan hukum tetap. Jika dalam waktu 14 hari tidak ada upaya hukum lanjutan, putusannya bersifat final dan mengikat.
”Apa pun nanti upaya hukum yang dilakukan oleh penuntut umum setelah putusan ini, tetap harus dihormati dan dihargai karena itu memang hak konstitusi mereka. Upaya itu sebaiknya disikapi dengan mengajukan kontra terhadap upaya hukum tersebut,” katanya.
Okto Samuel Silaen selaku JPU dari Kejaksaan Negeri Lamandau menyatakan masih pikir-pikir terhadap putusan bebas yang dijatuhkan majelis hakim. ”Kami akan berkoordinasi dulu dengan pimpinan untuk tindakan seperti apa yang diambil setelah hasil sidang ini,” ujarnya.
Sementara Willem bersama penasihat hukumnya menyatakan menerima putusan majelis hakim. ”Saya berharap kawan-kawan yang ada di dalam ataupun di luar (ruang sidang) juga menerima putusan ini. Walaupun saya merasa sakit karena diproses cukup lama, saya berharap jangan sampai terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dan peristiwa hukum baru lagi,” ujarnya.
Parlin Bayu Hutabarat dari tim penasihat hukum terdakwa mengatakan, pihaknya selama ini berkeyakinan perbuatan terdakwa bukanlah korupsi. Keputusan majelis hakim yang mempertimbangkan sedetail-detailnya fakta-fakta persidangan juga menyatakan tidak ada korupsi dan tidak ada kerugian negara.
”Yang dilakukan terdakwa adalah murni untuk kepentingan Desa Kinipan karena jalan berfungsi dan berguna bagi masyarakat Kinipan. Kami berterima kasih karena masih ada keadilan di zaman sekarang walaupun kita berjuang hampir lima bulan,” ujarnya.
Menghormati
Parlin juga menyatakan akan menunggu upaya hukum lanjutan dari JPU. ”Hak JPU untuk megajukan upaya hukum, dan kami menunggu itu. Yang pasti, kami menghormati putusan hari ini. Keadilan masih ada dan terbukti bahwa terdakwa tidak bersalah,” katanya.
Sidang putusan kasus dugaan korupsi yang menjerat Willem dimulai pukul 09.00 dan selesai pukul 10.50 WIB. Namun, sejak pukul 07.00, massa berpakaian merah sudah memadati Bundaran Joeang di Jalan Seth Adji, depan Pengadilan Tipikor Palangkaraya. Massa baru membubarkan diri sekitar pukul 12.00.
Semua bisa berjalan dengan aman dan kondusif.
Kepala Kepolisian Resor Kota Palangkaraya Komisaris Besar Budi Santosa mengatakan, massa yang menggelar aksi diperkirakan 1.000 orang. Pihaknya mengerahkan 400 personel gabungan dari Polresta Palangkaraya, Polda Kalteng, dan TNI untuk mengamankan aksi massa, terutama menjaga obyek vital di sekitar lokasi massa.
”Pengamanan dilaksanakan dengan baik dan sesuai SOP (prosedur standar operasi). Semua bisa berjalan dengan aman dan kondusif. Kami berharap situasi tetap kondusif dan tiap-tiap pihak bisa saling menjaga,” katanya.
Menurut Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Wilayah Kalteng Ferdi Kurnianto, putusan sidang mencerminkan bahwa keadilan itu berlaku adil dan sama kepada siapa pun subyek hukumnya. Ini juga mencerminkan bahwa di negeri ini masih ada setitik harapan bahwa penegakan hukum mempertimbangkan fakta-fakta persidangan dan lainnya yang terkait dengan kebenaran.
”Perjuangan masyarakat adat di Kinipan dan Kalimantan Tengah masih harus terus solid dan bergandengan tangan dalam memperjuangkan dan mempertahankan apa yang memang menjadi haknya, baik itu hutan adat, wilayah adat, maupun ruang hidup,” katanya.