KPK Tetapkan Tersangka Baru Dana PEN, Bupati Muna Turut Diperiksa di Jakarta
Komisi Pemberantasan Korupsi tetapkan tersangka baru korupsi dana Pemulihan Ekonomi Nasional. Meski belum mengumumkan nama, sejumlah nama telah diperiksa, termasuk Bupati Muna Rusman Emba yang diperiksa di Jakarta.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·4 menit baca
KENDARI, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi tetapkan tersangka baru dana Pemulihan Ekonomi Nasional. Meski belum mengumumkan nama, sejumlah nama pejabat dan pihak swasta telah diperiksa. Salah satu saksi yang masih diperiksa di Jakarta termasuk Bupati Muna Rusman Emba.
Juru Bicara KPK Ali Fikri menyampaikan, penyidik KPK telah mengembangkan pengusutan perkara dugaan suap pengajuan dana PEN 2021 yang telah menjerat sejumlah tersangka. Berdasarkan pada kecukupan minimal dua alat bukti, diduga ada keterlibatan pihak-pihak lain baik selaku pemberi maupun penerima dalam dugaan suap perkara dimaksud.
”Mengenai identitas pihak-pihak yang ditetapkan sebagai tersangka, pasal yang disangkakan maupun uraian dugaan perbuatan pidana yang dilakukan, akan kami sampaikan pada saat upaya paksa penangkapan dan penahanan dilakukan,” kata Ali, melalui pesan pendek, Rabu (15/6/2022).
Di hari ini, Ali melanjutkan, pemeriksaan sejumlah saksi juga terus dilakukan. Tiga saksi saat ini diperiksa di kantor KPK di Jakarta, yaitu La Ode M Rusman Emba yang juga Bupati Muna, Budi Susanto (swasta), dan Widya Lutfi Anggraeni (kasir outlet penukaran uang asing).
Selain di kantor KPK di Jakarta, pemeriksaan saksi juga berlangsung di Ditreskrimsus Polda Sultra. Mereka yang diperiksa adalah Mujeri Dachri Muchlis (Direktur PT Muria Wajo Mandiri), Mustakim Darwis (mantan Kepala Bappeda Kolaka Timur), Harisman (staf Bappeda Kolaka Timur), dan Hermawansyah (honorer di Kolaka Timur).
”Selasa kemarin, kami juga memeriksa sejumlah saksi di Polda Sultra, yaitu Sukarman Loke (Kepala BKPSDM Muna), La Ode M Rusdianto Emba (swasta), Adrianty Latif (Pegawai Bappeda Kolaka Timur, dan Jailan (PNS di Muna). Perkembangan dari setiap kegiatan penanganan perkara ini akan selalu kami informasikan kepada masyarakat,” kata Ali.
Sementara itu, Dirreskrimsus Polda Sultra Komisaris Besar Heri Tri Maryadi yang dihubungi terkait pemeriksaan saksi oleh KPK di Polda Sultra tidak menjawab banyak. ”Ini bukan perkara Krimsus,” jawabnya singkat.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan bekas Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Mochammad Ardian Noervianto sebagai tersangka kasus suap pengajuan dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) daerah untuk Kabupaten Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara, 2021. Hal ini disampaikan Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto, di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (27/1/2022).
Selain Ardian, Bupati nonaktif Kolaka Timur Andi Merya Nur serta Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara, Laode M Syukur Akbar ditetapkan pula oleh KPK sebagai tersangka.
Laode langsung ditahan. Adapun Andi sudah ditahan karena sebelumnya terlibat kasus dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa di Pemerintah Kabupaten Kolaka Timur. Andi ditangkap tangan oleh KPK, September 2021. Khusus Ardian, tidak hadir ke KPK dengan alasan sakit. KPK pun mengimbaunya agar hadir dalam jadwal pemanggilan oleh KPK berikutnya. Menurut Karyoto, Ardian saat masih menjabat Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri (Juli 2020 sampai November 2021), memiliki kewenangan menyusun surat pertimbangan Mendagri tersebut.
Kemudian sekitar Maret 2021, Andi menghubungi Laode agar bisa dibantu mendapatkan pinjaman dana PEN bagi Kolaka Timur. Selanjutnya sekitar Mei 2021, Laode mempertemukan Andi dengan Ardian di kantor Kemendagri, di Jakarta. Saat itu, Andi mengajukan permohonan pinjaman dana PEN Rp 350 miliar dan meminta Ardian mengawal dan mendukung proses pengajuannya.
”Tindak lanjut pertemuan itu, Ardian diduga meminta kompensasi atas perannya dengan meminta sejumlah uang yaitu 3 persen secara bertahap dari nilai pengajuan pinjaman,” ujar Karyoto.
Andi memenuhi keinginan Ardian lalu mengirimkan Rp 2 miliar sebagai tahapan awal ke rekening bank milik Laode. Dari uang tersebut, Ardian diduga menerima 131.000 dollar Singapura atau setara dengan Rp 1,5 miliar. Adapun Laode menerima Rp 500 juta. Setelah itu, permohonan pinjaman yang diajukan Andi disetujui dengan adanya paraf Ardian pada draf final surat Mendagri ke Menteri Keuangan (Kompas, 28 Januari 2022).
Sementara itu, pada April lalu, Bupati Kolaka Timur nonaktif Andi Merya Nur telah divonis terkait kasus suap dana penanggulangan bencana. Ia divonis 3 tahun penjara hingga pencabutan hak politik selama dua tahun. Vonis ini lebih rendah dari tuntutan jaksa, yaitu 5 tahun penjara. Ia masih akan menjalani sidang untuk kasus suap dana PEN.