Sembilan Pemegang IUP Batubara Diperingatkan Tak Kunjung Miliki Izin Lingkungan
Pemerintah Kabupaten Batanghari menegur 9 perusahaan tambang batubara yang belum miliki legalitas izin lokasi dan izin lingkungan. Namun, sejak disurati April lalu, baru 2 IUP yang mulai mengurus legalitas itu.
JAMBI, KOMPAS
—
Tak kunjung memiliki izin lingkungan, 9 perusahaan pemegang izin usaha pertambangan batubara di Kabupaten Batanghari dilaporkan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Sembilan perusahaan itu juga diperingatkan agar menuntaskan perizinan sebelum kena sanksi.
Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Batanghari Henry Jumiral mengatakan, pihaknya telah melayangkan surat kepada 9 perusahaan pemegang izin usaha pertambangan batubara di Batanghari, April lalu.
Isi surat menyebut kegiatan pertambangan batubara di areal kerja 9 perusahaan itu, khususnya pada kegiatan penumpukan (stockpile), belum memiliki legalitas, seperti izin lokasi dan izin lingkungan.
“Kami meminta agar seluruh perusahaan ini segera melengkapi legalitas perizinan berusaha tersebut sebelum sanksi diberikan,” katanya, Sabtu (11/6/2022).
Namun, sejak disurati April lalu, lanjut Henry, baru dua perusahaan mulai mengurusnya hingga dua bulan berselang. ”Yang lainnya belum (mengurus),” katanya lagi. Adapun, kesembilan pemegang IUP tersebut beroperasi di Kecamatan Muara Tembesi dan Batin XXIV.
Baca juga: Kerugian Berlipat akibat Jalur Khusus Batubara Tak Kunjung Dibangun
Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup (PPLH) DLH Provinsi Jambi Nova Handayani mengatakan, pihaknya telah melaporkannya kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
”Mereka belum punya tempat pengolahan limbah sementara. Juga belum mengurus legalitas pengolahan limbah cair dan B3 (bahan berbahaya beracun),” katanya.
Ia sebelumnya telah mengecek langsung ke lokasi. Dari situ, ia mendapatkan sejumlah temukan. Hasil temuan itulah yang dilaporkan kepada Menteri LHK.
Kami meminta agar seluruh perusahaan ini segera melengkapi legalitas perizinan berusaha tersebut sebelum sanksi diberikan. (Henry Jumiral)
Memenuhi legalitas
Menurut Nova, perusahaan harus segera memenuhi legalitas yang belum dimiliki. Jika tidak, mereka akan mendapatkan teguran tertulis, paksaan dan denda, ataupun pembekuan izin sementara hingga pencabutan izin.
Baca juga: Angkutan Batubara Sebabkan 176 Kecelakaan, 41 Tewas
Dari kesembilan perusahaan ini, Direktorat Tindak Pidana Tertentu Badan Reserse Kriminal Polri menyidik lima perusahaan di antaranya. Mereka dilaporkan masyaraat telah bertahun-tahun beroperasi tak sesuai izin. Setelah mengecek lapangan, tim penyidik menyegel 45 alat berat di lokasi tambang.
Saat itu, Direktur Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri Brigadir Jenderal (Pol) Pipit Rismanto mengatakan, kegiatan penambangan 5 perusahaan itu tidak didukung dokumen perizinan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kompas pernah memberitakan pula aktivitas tambang yang berlangsung tanpa izin lingkungan itu berlokasi di wilayah Batin XXIV, menggusur keberadaan komunitas adat Orang Rimba. Komunitas itu turun-temurun hidup di sana. Dalam berita yang terbit pada 23 Oktober 2021, digambarkan bagaimana warga komunitas itu bertahan di tengah lautan batubara.
Saban hari, ratusan truk pengangkut batubara hilir mudik melewati pondok mereka. Pekatnya partikel debu beterbangan di udara. Limbah batubara juga mencemari Sungai Radin, satu-satunya sumber air bersih di sana. Akibat terpapar limbah, air sungai menjadi keruh.
Sejak itu, rentetan penyakit dialami Orang Rimba di wilayah itu. Warga mengeluhkan penyakit kulit, batuk, gangguan pernapasan, dan diare. Puncaknya, seorang warga ditabrak hingga tewas oleh salah satu truk pengangkut batubara.
Tim DLH menguji kadar Ph (power of hydrogen) air di Sungai Radin. Hasilnya menunjukkan angka 5,78 yang berarti kondisi air asam. ”Kualitasnya di bawah baku mutu. Air sungai ini telah tercemar. Tidak layak konsumsi,” kata Dewi Andriyani, Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan Kerusakan Lingkungan DLH Batanghari. Ia pun menyebut partikel debu udara sangat pekat sehingga dapat mengganggu kesehatan masyarakat.
Di lokasi, tim juga mendapati pembangunan areal tambang menutup aliran sungai untuk membangun jalan angkut batubara.
Bejajo (45), warga setempat, mengatakan, warga terpaksa tetap memanfaatkan air sungai yang tercemar itu karena tidak punya pilihan. Selain mandi, warga juga menggunakan airnya untuk kebutuhan minum. Ia mengaku sudah meminta petugas tambang menyediakan air bersih bagi mereka tetapi tidak direspons.