Harga Cabai Mahal, Tidak Semua Petani Ikut Menikmati Keuntungan
Harga cabai terus naik. Meski begitu, tidak semua petani menikmati harga bagus tersebut. Sebagian dari mereka hanya mencecap setengah harga cabai di pasaran.
Oleh
DAHLIA IRAWATI
·3 menit baca
MALANG, KOMPAS — Harga cabai terus melonjak di pasaran. Meski begitu, harga beli di petani tetap saja setengah dari harga pasar. Bahkan, tidak semua petani bisa menikmati bagusnya harga karena tanaman mereka rusak akibat cuaca buruk.
Hal itu dikatakan Buwang Suharja (50), petani cabai asal Desa Sitirejo, Kecamatan Wagir, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Jumat (10/6/2022). Buwang mengatakan, harga jual cabai di pasaran saat ini berkisar Rp 85.000-Rp 100.000 per kilogram. Namun, harga beli ke petani hanya setengahnya.
”Harga jual di petani sekitar Rp 40.000 hingga Rp 50.000 per kilogram (kg). Nilai itu lebih rendah dibanding saat sebelum Lebaran, di mana harganya saat itu di tingkat petani bisa mencapai Rp 100.000 per kg,” kata Buwang.
Meski begitu, menurut Buwang, harga tersebut telah naik apabila dibandingkan dengan beberapa waktu sebelumnya (akhir Mei 2022). ”Setelah Lebaran, harga cabai yang tinggi sempat jatuh hingga Rp 20.000-an per kg. Saat ini, harga mulai naik lagi menjadi Rp 40.000-Rp 50.000 per kg. Semoga saja petani bisa terus merasakan harga yang baik,” katanya.
Menurut petani, fluktuasi harga cabai, yang ditumpangsari dengan tanaman jeruk, tersebut memang kadang membuat petani sangat merugi. Namun, ada kalanya membuat petani bisa sedikit bernapas lega. Apa pun itu, menurut dia harus disyukuri.
Harga itu memang naik jika dibandingkan sebelumnya, yaitu Rp 20.000-an per kg. Namun sayangnya, saya tidak ikut menikmati harga tinggi itu. Tanaman cabai saya banyak layu dan busuk karena penyakit.
Nasib Buwang masih lebih baik dibandingkan Diko (38), petani cabai asal Pujon, Kabupaten Malang. Diko mengaku bahwa harga beli cabai di Pujon, sebagai salah satu sentra tanaman cabai, sebenarnya sudah mencapai Rp 70.000 per kg.
”Harga itu memang naik apabila dibandingkan sebelumnya, yaitu Rp 20.000-an per kg. Namun sayangnya, saya tidak ikut menikmati harga tinggi itu. Tanaman cabai saya banyak layu dan busuk karena penyakit,” katanya.
Penyakit layu dan busuk tersebut, menurut Diko, disebabkan curah hujan tinggi yang tidak segera berakhir. ”Harusnya bulan Juni ini sudah mulai tidak hujan, tetapi nyatanya sekarang hujan. Cuaca tidak menentu ini menyebabkan muncul penyakit pada cabai hingga busuk dan layu,” katanya.
Dari 12.000 batang cabai miliknya, Diko mengaku, normalnya ia bisa menikmati panen sekitar 1 kuintal cabai. Namun pada musim panen akhir tahun lalu, ia hanya mendapatkan hasil 30 kg cabai. ”Akhirnya saya tidak ikut menikmati kenaikan harga cabai sekarang ini. Yang menikmati petani lain,” katanya.
Meski begitu, sebagai petani, Diko akan tetap menanam cabai pada musim tanam berikutnya, yaitu sekitar September-Oktober 2022 mendatang. Baginya, untung rugi sebagai petani merupakan satu kesatuan yang tak bisa dihindari atau dipilih. ”Yang ada kita berusaha menyikapi dan mengantisipasi. Namun, semua memang tidak bisa diprediksi. Karena itu, kalau memang mau jadi petani, ya, harus tahu risikonya,” katanya.