Penambahan Kasus Penyakit Mulut dan Kuku Terjadi di Kuningan dan Bandung
Kasus penyakit mulut dan kuku di Jabar terus meningkat. Letak kandang yang berdekatan turut mempercepat penyebaran penyakit menular tersebut.
Oleh
CORNELIUS HELMY HERLAMBANG, ABDULLAH FIKRI ASHRI
·4 menit baca
KUNINGAN, KOMPAS — Jumlah kasus penyakit mulut dan kuku masih meningkat di Jawa Barat. Di sentra sapi perah di Kuningan, kasusnya mencapai 522 ekor. Di kawasan konsumsi produk ternak, seperti Kota Bandung, kasusnya hingga 137 ekor.
Hingga Selasa (7/6/2022) siang, Dinas Perikanan dan Peternakan Kuningan mencatat 522 ekor sapi terpapar penyakit mulut dan kuku (PMK). Ternak itu terdiri dari 80 ekor sapi potong dan 442 ekor sapi perah. Dari jumlah itu, sebanyak 16 ekor didominasi pedet mati, 13 ekor sapi terpaksa dipotong, dan 124 ekor dinyatakan sembuh.
”Penambahan itu karena kandangnya saling berdekatan. Bahkan, dalam satu kandang ada sapi milik dua peternak. Jadi, memang tidak bisa dibendung. Apalagi, virus ini menyebar lewat airborne (udara), lalu lintas orang dan kendaraan,” kata Pejabat Otoritas Veteriner Kabupaten Kuningan Rofiq, Selasa.
Kasus PMK paling banyak berada di sentra sapi perah, yakni Kecamatan Cigugur. PMK juga ditemukan di 10 kecamatan, di antaranya Cibingbin, Garawangi, Cilebak, Kramatmulya, Kuningan, Lebakwangi, dan Luragung. Padahal, pertengahan Mei lalu, kasus PMK hanya terdeteksi pada tujuh ekor sapi potong di dua kecamatan.
Menurut Rofiq, berbagai upaya telah dilakukan untuk menahan laju penyebaran PMK pada sapi perah. Selain penyemprotan disinfektan dua kali sehari di daerah kandang oleh peternak, pihaknya juga telah membatasi lalu lintas ternak. Sejumlah desa di Cigugur, misalnya, menerapkan penguncian wilayah. Ternak yang masuk harus dilengkapi dokumen.
Akan tetapi, penyebaran PMK tetap berlanjut. Ternak yang terserang PMK mengalami demam tinggi, luka seperti sariawan di rongga mulut, serta keluar busa dan lendir berlebihan di mulut. Gejala lainnya, luka pada kuku dan kaki ternak. Kondisi tersebut membuat ternak kesulitan makan sehingga imunitasnya berkurang, bahkan menyebabkan kematian pada pedet.
Oleh karena itu, ternak yang terpapar PMK membutuhkan obat-obatan dan vitamin untuk penyembuhan. Meski demikian, pemkab kekurangan obat untuk ternak. ”Kami sudah mendapat bantuan obat dari (pemerintah) provinsi. Namun, memang terbatas. Kami juga sudah membelanjakan anggaran untuk obat-obatan,” ujar Rofiq, yang juga dokter hewan.
Menurut dia, obat dan vitamin yang tersedia hanya untuk 300-500 ekor sapi. Padahal, jumlah sapi perah di Cigugur saja mencapai 7.000-an ekor. Adapun populasi sapi potong mencapai 29.000 ekor dan domba 120.000 ekor. Pihaknya juga tengah mengajukan anggaran belanja tidak terduga untuk penanganan PMK.
Junen, Sekretaris Koperasi Serba Usaha (KSU) Karya Nugraha Jaya, mengatakan, PMK memukul peternak sapi perah. PMK menyebabkan sapi sulit makan sehingga produksi susu berkurang. ”Sebelumnya, seekor sapi bisa menghasilkan 15-20 liter susu per hari. Namun, kini, dari seekor sapi hanya menghasilan 2 liter susu per hari. Bahkan, ada yang tidak ada (susunya),” ungkapnya.
KSU Karya Nugraha membawahi 1.050 peternak di Cigugur dengan jumlah ternak mencapai 7.000 ekor. Dalam kondisi normal, produksi susu di koperasi mencapai 25.000 liter sehari. Pihaknya memprediksi produksi susu berkurang menjadi 23.000 liter per hari.
”Selain obat-obatan, kami berharap ada penangguhan kredit untuk peternak dan bantuan sosial,” katanya.
Kebutuhan Idul Adha
Di daerah konsumsi produk ternak, seperti Kota Bandung, kasus PMK juga tidak bisa dihindarkan. Dipicu lalu lintas hewan ternak, tercatat ratusan sapi positif PMK di Kecamatan Bandung Kulon, Cibiru, dan Kecamatan Babakan Ciparay.
”Jumlahnya 69 ekor di Cibiru, di Babakan Ciparay ada 50 ekor, dan di Bandung Kulon 18 ekor terindikasi positif,” kata Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kota Bandung Gin Gin Ginanjar.
Sekretaris Daerah Kota Bandung Ema Sumarna meminta camat dan lurah ikut mengawasi lalu lintas ternak. Salah satu caranya memeriksa Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH) di setiap wilayah.
Selain itu, Ema juga mengimbau para peternak di Kota Bandung untuk menunda penambahan stok. Peternak sebaiknya menggunakan hewan lama yang tersedia.
Selain itu, dia juga meminta 42 jalur akses ke Kota Bandung diawasi. Ke depan, akan dibentuk satuan tugas (satgas) untuk mengawasi kendaraan yang membawa hewan ternak sapi dan domba ke Kota Bandung.
”Kami akan buat satgas dari dinas ketahanan pangan dan pertanian, dinas perhubungan, dan satpol PP. Selain itu akan didukung camat dan lurah,” ujar Ema.
Pengawasan ketat lalu lintas ternak mendesak dilakukan. Dalam waktu dekat, Kota Bandung membutuhkan pasokan sapi dari sejumlah daerah untuk kebutuhan Idul Adha. Diperkirakan memerlukan 3.500-5.000 ekor sapi dan 12.000-15.000 ekor domba, sementara hanya ada 49 peternak dengan 980 ekor sapi dan 150 peternak yang memiliki 5.000 ekor domba di Kota Bandung.