Menurut data Crisis Center PMK Kementan, per Kamis (2/6/2022) ada 57.732 ekor hewan ternak yang dinyatakan sakit (terkonfirmasi dan suspek), yang terdeteksi di 127 kabupaten/kota di 18 provinsi.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·4 menit baca
KOMPAS/NIKSON SINAGA
Ternak sapi di Desa Sampali, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, tampak lemas dan mengeluarkan air liur setelah terjangkit penyakit mulut dan kuku, Jumat (3/6/2022). Para peternak merugi dan tidak mendapat bantuan dari pemerintah.
JAKARTA, KOMPAS — Penularan penyakit mulut dan kuku atau PMK semakin meluas dan mencemaskan peternak. Mereka menilai situasi saat ini sudah menunjukkan sinyal bahaya dan membutuhkan perhatian lebih serius. Vaksin memang sedang disiapkan, tetapi mereka berharap segera ada penetapan PMK sebagai wabah atau bencana nasional.
Pusat Krisis Penanganan dan Pengendalian PMK Kementerian Pertanian menyebutkan, per Kamis (2/6/2022) ada 57.732 ekor hewan ternak yang dinyatakan sakit, baik terkonfirmasi maupun suspek. Pada Senin (6/6/2022), warganet ramai memperbincangkan kepanikan para peternak sapi di Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, terkait penularan PMK.
Ketua Umum Koperasi Peternakan Bandung Selatan (KPBS) Pangalengan, Aun Gunawan, saat dihubungi, Senin, mengatakan, sudah ada 1.100 ekor sapi anggotanya yang terpapar PMK. Sebanyak 53 persen di antaranya sudah sembuh dan 16 ekor sapi induk akhirnya dipotong secara paksa.
”Yang pasti, setiap hari ada yang mati. Kami berusaha memberi obat-obatan, tetapi penularan PMK membuat kami khawatir. Bicara sapi perah, betina, dari lahir hingga siap produksi itu paling cepat butuh waktu 2,5 tahun. Kami terancam kehilangan mata pencarian,” katanya.
Aun juga khawatir populasi sapi akan berkurang karena sejumlah pedet (anak sapi) juga mati. Sementara produksi susu dari sapi yang terinfeksi PMK, ataupun sapi yang sembuh, turun 10-80 persen. Komunikasi terus dijalin, baik dengan pemerintah kabupaten, provinsi, maupun pusat. ”Semua bergerak, tetapi penularan PMK ini luar biasa cepat,” ujarnya.
Tangkapan layar sebaran PMK pada situs www.woah.org atau Organisasi Kesehatan Hewan Dunia.
Ketua Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) Nanang Purus Subendro menilai, penularan PMK semakin masif. Oleh karena itu, perlu ada perubahan pendekatan pemerintah dalam menangani wabah PMK. Kepanikan sudah tak bisa diredam dengan pernyataan-pernyataan yang semata-mata menenangkan.
Nanang menyadari ada keterbatasan anggaran dari pemerintah untuk menanganani penyebaran PMK. ”Oleh karena itu, kami mendorong ada penetapan wabah nasional agar ada anggaran turun. Harus ada pernyataan, mengakui bahwa situasi peternakan sapi, kambing, domba, dan kerbau itu sudah dalam situasi SOS (tanda bahaya),” ujarnya.
Dampak jangka panjang
Ketua 2 Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) Tri Satya Putri Naipospos menyatakan, PMK merupakan penyakit pada hewan yang paling ditakuti dunia. Pasalnya, berdasarkan penelitian, sekitar 50 persen hewan yang terinfeksi PMK, meski sudah sembuh, tetap bisa jadi pembawa (carrier) karena virus bertahan di kerongkongan.
Sapi bisa membawa virus hingga enam bulan dan beberapa tetap terinfeksi hingga 3,5 tahun. Domba membawa virus hingga 12 bulan. Hal itu bergantung pada beberapa hal, seperti konsentrasi dan sifat virusnya. Tak selalu terjadi, tetapi potensial. Namun, PMK amat berdampak pada perekonomian untuk jangka panjang.
”Terkadang ada salah persepsi, terutama daripada pengambil kebijakan. (Hewan ternak) disebut sudah sembuh, oke, atau keluar dari PMK. Bukan seperti itu. (Meski sembuh), pertumbuhan sapi potong bisa tidak optimal, sedangkan pada sapi perah, produktivitasnya jauh menurun dibandingkan sebelum terinfeksi. Itu yang paling dikhawatirkan dari dampak PMK,” katanya.
Warga menyemprotkan cairan disinfektan ke mobil pengangkut pakan sapi di Cigugur, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, Kamis (2/6/2022). Upaya itu untuk mengurangi potensi penularan PMK pada ternak. Hingga kini, tercatat 323 kasus PMK di Kuningan, sebanyak 264 ekor di antaranya berada di Cigugur.
Stamping out atau pemusnahan sulit dilakukan di Indonesia yang mayoritas peternaknya merupakan peternak skala kecil. Namun, ia setuju pemusnahan dilakukan di daerah yang jumlah hewan terinfeksinya masih sedikit. Cara itu ideal dilakukan demi mencegah penularan lebih luas.
Ketika dikonfirmasi terkait apakah ada rencana penatapan wabah atau bencana secara nasional, mengingat penularan PMK yang semakin masif, Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementerian Pertanian Kuntoro Boga Andri, hingga Senin (6/6/2022) malam, belum merespons.
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, seperti dikutip dari situs Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan, Sabtu (4/6/2022), mengatakan, kolaborasi semua pihak dibutuhkan dalam mencegah penyebaran PMK, terutama di daerah. Menurut dia, dari data, tingkat kesembuhannya baik. Pengendalian pun terus ditingkatkan. ”Kami tidak menganggap enteng kasus PMK yang ada, tetapi dalam menangani hal ini, kami perlu kerja sama dengan semua pihak” ujarnya.
Pemerintah Australia menyatakan siap membantu Indonesia dalam memerangi wabah PMK. Di sisi lain, mereka juga terus berupaya mengantisipasi potensi masuknya wabah ke negara itu.
Wabah PMK yang meluas di Indonesia membuat Australia, yang merupakan negara bebas PMK, khawatir. Di situs Department of Agriculture, Water and the Environment Australia, Selasa (31/5/2022), Chief Veterinary Officer Dr Mark Schipp dan Deputy Chief Veterinary Officer Dr Beth Cookson baru-baru ini mengunjungi Indonesia untuk berdiskusi terkait kerja sama yang berkaitan dengan kesehatan hewan dan biosekuriti.
Pemerintah Australia menyatakan siap membantu Indonesia dalam memerangi wabah PMK. Di sisi lain, mereka juga terus berupaya mengantisipasi potensi masuknya wabah ke negara itu. ”PMK merupakan salah satu risiko biosekuriti terbesar di Australia. Kami sudah bekerja tanpa lelah guna memastikan Australia siap menghadapi wabah apa pun,” ujar Cookson.