Diduga Libatkan Polisi, Keluarga Desak Pengusutan Penganiayaan Bryan Yoga
Pihak keluarga meminta kasus penganiayaan terhadap Bryan Yoga Kusuma di sebuah kafe di Sleman diusut tuntas. Polda DIY juga diminta mengambil alih penanganan kasus karena diduga melibatkan anggota polisi.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·6 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Pihak keluarga mendesak kasus penganiayaan terhadap Bryan Yoga Kusuma di sebuah kafe di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, diusut tuntas. Kepolisian Daerah DIY juga diminta mengambil alih penanganan kasus itu dari Kepolisian Resor Sleman karena diduga ada oknum polisi yang turut menganiaya.
”Kami berharap betul-betul ada keadilan bagi keponakan kami (Bryan). Para pelaku yang melakukan pelanggaran dan kekerasan terhadap keponakan saya bisa diusut secara tuntas dan diproses sesuai hukum yang berlaku,” kata perwakilan keluarga Bryan, Anung Prajotho, dalam konferensi pers, Senin (6/6/2022) sore, di Yogyakarta.
Seperti diberitakan, seorang pria bernama Bryan Yoga Kusuma dilaporkan mengalami pengeroyokan dan penganiayaan di Cafe Holywings Jogja, Sabtu (4/6/2022) dini hari. Berdasarkan keterangan polisi, kejadian itu berawal saat Bryan dan temannya terlibat adu mulut atau cekcok dengan pengunjung lain di kafe Holywings Jogja pada Sabtu sekitar pukul 01.30 WIB.
Cekcok itu berujung pada perkelahian dan pengeroyokan terhadap Bryan di depan kafe yang berlokasi di wilayah Sleman tersebut. Peristiwa itu mengakibatkan Bryan mengalami luka-luka di sejumlah bagian tubuh sehingga harus dirawat di rumah sakit.
Anung menjelaskan, Bryan merupakan seorang pengusaha di bidang perhotelan dan destinasi pariwisata. Selama tiga tahun terakhir, Bryan tinggal di Yogyakarta karena sedang mengembangkan usaha di wilayah Sleman dan Kabupaten Gunungkidul, DIY.
”Dia punya (usaha) di Bali juga, tapi berhubung sekarang itu baru fokus pada penyelesaian pekerjaan yang di Yogyakarta, selama tiga tahun dia tinggal di Yogyakarta,” kata Anung.
Anung menambahkan, karena Bryan sedang dalam proses mengembangkan usaha di DIY, terkadang ada relasi dari luar kota yang ingin bertemu. Dia mengatakan, pada Jumat (3/6/2022) lalu, ada relasi dari luar kota yang ingin bertemu Bryan. Relasi itu kemudian mengajak bertemu di Holywings Jogja pada Jumat malam.
”Kemarin itu ada relasi dari luar kota yang ingin omong-omong sama Bryan. Kebetulan tempatnya di Holywings atas permintaan temannya yang sesama pengusaha itu. Jadi di situ akan ada pembicaraan bisnis,” kata Anung.
Kuasa hukum Bryan, Duke Arie Widagdo, mengatakan, Bryan dan sejumlah temannya datang ke Holywings Jogja pada Jumat sekitar pukul 23.30. Lalu pada Sabtu sekitar pukul 02.00, Bryan terlibat perkelahian dengan seorang pria dengan inisial KN.
”Ada provokasi terlebih dahulu yang dilakukan oleh saudara KN. Kemudian terjadilah perkelahian di lapangan parkir Holywings,” ujarnya.
Cekcok di antara keduanya terjadi karena KN ingin bergabung dengan rombongan Bryan di Holywings Jogja. Namun, karena sedang bersama rekan bisnisnya, Bryan melarang KN bergabung.
Menurut Duke, Bryan dan KN sebenarnya saling mengenal. Keduanya lalu bertemu secara tak sengaja di Holywings Jogja. Cekcok di antara keduanya terjadi karena KN ingin bergabung dengan rombongan Bryan di Holywings Jogja. Namun, karena sedang bersama rekan bisnisnya, Bryan melarang KN bergabung.
”Kalau yang saya dapat dari Bryan, dia kenal sama KN. Kalau enggak salah mereka teman lama, kemudian enggak sengaja ketemu di Holywings. Terus karena Mas Bryan ini sedang bersama rekan kerja, dia tidak ingin diganggu KN. Pas lagi ngobrol, si KN datang, kemudian dikasih tahu jangan ikut dulu karena ini ada pembahasan pekerjaan,” kata Duke.
Kejadian itu kemudian berujung pada perselisihan dan perkelahian antara Bryan dan KN. Duke menuturkan, setelah perkelahian itu, Bryan dikeroyok sejumlah orang. ”Dia (Bryan) sempat dibenturkan ke aspal dan diseret. Makanya banyak luka,” katanya.
Dibawa ke polres
Setelah itu, Bryan dibawa ke kantor Polres Sleman. Namun, Duke menyebut, saat berada di Polres Sleman, Bryan justru dianiaya. ”Setelah kejadian di depan Holywings itu, dia dibawa ke Polres Sleman untuk dimediasi kalau tidak salah. Kemudian sampai di sana justru dianiaya. Di sini yang kami kecewa,” katanya.
Duke memaparkan, berdasarkan pengakuan Bryan dan temannya, ada oknum anggota Polres Sleman yang ikut melakukan pemukulan terhadap Bryan. Duke juga menyebut, karena mendapat tindakan penganiayaan, Bryan kemudian lari keluar dari kantor Polres Sleman untuk meminta pertolongan.
”Bryan ini lari minta pertolongan. Bukan melarikan diri karena seolah-olah melakukan kejahatan, tapi dia melarikan diri minta pertolongan karena ada pemukulan dan penganiayaan,” ungkap Duke.
Duke menambahkan, saat lari keluar dari kantor Polres Sleman itu, Bryan ditabrak mobil yang sedang melintas. Akibat tabrakan itu, Bryan kemudian tidak sadarkan diri. Setelah kejadian tersebut, Bryan dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan.
”Bryan mengalami luka-luka di bagian wajah, di bagian mata luka memar dan bengkak, kemudian badannya juga luka-luka. Hampir seluruh tubuhnya dari muka, badan, dan kaki luka-luka,” kata Duke.
Ia menyatakan, berdasarkan informasi yang diperoleh tim kuasa hukum, kasus penganiayaan Bryan ditangani Polres Sleman. Namun, dia menyebut, pihak keluarga dan korban meminta penanganan kasus itu diambil alih Polda DIY. Hal ini untuk menghindari konflik kepentingan karena ada anggota Polres Sleman yang diduga terlibat dalam penganiayaan Bryan.
”Karena peristiwanya ini salah satunya di Polres Sleman dan pelakunya juga ada beberapa dari anggota Polres Sleman, kami dari pihak keluarga dan korban ingin kasusnya ditarik ke polda. Ini untuk menghindari konflik kepentingan,” ungkap Duke.
Sementara itu, dalam rekaman video yang ditunjukkan tim kuasa hukum, Bryan mengaku dikeroyok sekitar 20 orang. Bryan juga menyebut, sebagian orang yang ikut mengeroyok dirinya itu merupakan polisi. ”Saya dikeroyok sekitar 20 orang yang beberapa di antaranya merupakan anggota polisi. Saya dipukuli, dijatuhkan, dan dibenturkan ke aspal hingga babak belur,” katanya.
Secara terpisah, Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah DIY Komisaris Besar Yuliyanto menyatakan, mulai Senin sore, kasus dugaan penganiayaan terhadap Bryan telah diambil alih Polda DIY. Dia menambahkan, Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda DIY telah memeriksa 17 orang terkait kasus tersebut.
Dari 17 orang itu, 4 orang merupakan warga umum dan 13 lainnya anggota Polri. Setelah pemeriksaan dilakukan, petugas Propam Polda DIY melakukan gelar perkara.
Berdasarkan hasil gelar perkara, dua anggota Polri diduga melanggar kode etik. Menurut Yuliyanto, dua polisi yang diduga melanggar kode etik itu berinisial AR dan LV dan merupakan perwira di Polres Sleman. Dalam waktu dekat, kedua orang itu akan menjalani Sidang Kode Etik Profesi Polri.
”Kedua anggota Polri yang pangkatnya perwira itu akan diproses melalui kode etik profesi Polri. Sehingga, ke depan yang bersangkutan segera disidang agar bisa mempertanggungjawabkan perbuatannya sesuai tingkat kesalahan yang sudah dilakukan,” kata Yuliyanto.
Ia menjelaskan, ada beberapa jenis hukuman untuk anggota Polri yang terbukti melanggar kode etik profesi Polri. Ancaman hukuman terberat adalah pemberhentian tidak dengan hormat. Ancaman hukuman lainnya adalah demosi, yakni dipindah ke jabatan lebih rendah.
Namun, saat ditanya jenis pelanggaran yang diduga dilakukan dua polisi itu, Yuliyanto enggan merinci. Dia menyebut, jenis pelanggaran yang dilakukan keduanya akan diungkap dalam Sidang Kode Etik Profesi Polri. ”Jenis pelanggaran dua anggota itu nanti pada saat sidang akan disampaikan,” katanya.