Desa Wisata di Banyumas Terkendala Promosi dan Infrastruktur
Sumber daya manusia dalam kelompok sadar wisata perlu terus diperkuat untuk mendukung perkembangan desa wisata. Unsoed menggelar pelatihan bagi pokdarwis di Banjarpanepen, Banyumas, untuk mendorong kemajuan wisata.
Oleh
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
·3 menit baca
PURWOKERTO, KOMPAS — Kelompok sadar wisata di Desa Banjarpanepen, Sumpiuh, Banyumas, dilatih berbagai pihak di Universitas Jenderal Soedirman mengembangkan potensi wisata budaya, alam, serta religi, 4-5 Juni 2022. Memiliki pemandangan alam memesona, warga desa terkendala infrastruktur yang belum layak hingga tidak idealnya pengemasan wisata.
Pelatihan ini melibatkan Tim Riset Pengabdian Masyarakat di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat, serta Tabloid Pendidikan Edukator. Bertema ”Strategi Pemberdayaan Pokdarwis Berbasis Kearifan Lokal”, pelatihan meliputi promosi media sosial hingga peliputan berita.
Desa Banjarpanepen, berjarak sekitar 40 kilometer dari Purwokerto, memiliki potensi besar menjadi daerah wisata. Selain air jernih Sungai Kalicawang, ada juga Curug Kelapa dengan tinggi air terjun mencapai 15 meter.
Bukit Pangaritan yang berada di ketinggian 400 meter di atas permukaan laut juga ideal menjadi tempat menyaksikan keindahan pantai selatan Jawa. Watu Jonggol yang dipercaya sebagai petilasan Patih Gajah Mada dan Raja Hayamwuruk bisa menjadi alternatif peminat wisata sejarah.
”Lewat acara ini, potensi sumber daya manusia, ekonomi, sosial budaya, maupun lingkungan dijadikan kekuatan mengembangkan desa wisata,” kata Koordinator Pelaksana Tim Riset dan Pengabdian Masyarakat Unsoed Adhi Iman Sulaiman di Banyumas, Minggu.
Menurut Adhi, desa wisata bisa menjadi laboratorium bagi kampus, khususnya riset dan pengabdian masyarakat. ”Desa juga harus menjadi rumah. Bukan hanya tempat dilahirkan, melainkan juga bisa menjamin kesejahteraan sosial dan ekonomi,” kata Adhi.
Ketua Tim Riset Unsoed Chusmeru menambahkan, masih ditemukan sejumlah kendala dalam pengembangan desa wisata di Desa Banjarpanepen. Hal itu mulai dari jalan yang sempit hingga sulit mendapat sinyal internet. Kualitas tempat menginap serta toilet juga belum ideal. Pengemasan atraksi wisata juga masih membutuhkan pendampingan.
”Desa wisata bukan hanya mengandalkan pemandangan alam, melainkan juga kehidupan sosial, seni, dan budaya masyarakat yang berkesinambungan,” tuturnya.
Kepala Desa Banjarpanepen Mujiono menyampaikan, selain potensi alam dan atraksi budaya, wilayahnya dikenal sebagai desa toleransi. Pemerintah Kabupaten Banyumas mengukuhkan Banjarpanepen sebagai desa sadar kerukunan dan desa toleransi pada 2019.
”Di sini ada yang beragama Kristen, Buddha, dan Islam. Semuanya hidup saling gotong royong,” katanya.
Dalam mengembangkan desa wisata, lanjut Mujiono, pihaknya mengaku menemui sejumlah kendala. Salah satunya keanggotaan kelompok sadar wisata yang anggota-anggotanya tidak bertahan lama. ”Kelompok sadar wisata itu sudah berkali-kali dibentuk, tapi mbrodoli (anggotanya tidak aktif) terus,” katanya.
Wiranto (32), anggota Kelompok Sadar Wisata Gunungmas Banjarpanepen yang bertugas di Kalicawang, mengatakan, wisata tubing di sungai setiap akhir pekan bisa mencapai 30-50 orang. Sejauh ini, promosi baru dilakukan sebatas konten wisata di status Whatsapppribadi.
Ke depan, Wiranto berharap desanya semakin maju dan banyak orang berwisata ke Banjarpanepen. Dengan begitu, warga bisa sejahtera di desa. ”Semoga tempat ini makin ramai,” kata Wiranto yang sempat merantau selama 4 tahun di Jakarta