Sebagian peternak di NTT khawatir vaksinasi akan berdampak buruk pada kesehatan sapi.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Rencana Kementerian Pertanian mendatangkan vaksin untuk mengatasi wabah penyakit mulut dan kuku atau PMK pada sapi ditolak oleh sejumlah peternak di Nusa Tenggara Timur. Sebab, peternak beralasan, daerah itu masih bebas PMK dan peternak khawatir penggunaan vaksin malah berdampak buruk pada kesehatan sapi mereka.
Mae Oematan (45), peternak asal Kecamatan Amarasi Barat, Kabupaten Kupang, Jumat (3/4/2022), mengatakan, dirinya dan beberapa peternak lain tidak rela jika sapi mereka divaksin demi mencegah serangan PMK. Hingga saat ini belum ditemukan kasus PMK di NTT sejak kasus ini ditemukan di Jawa Timur dua bulan lalu.
Menurut Mae, jika akan dilakukan vaksinasi sapi, kali ini merupakan yang pertama. Ia khawatir akan terjadi dampak buruk. ”Pengadaan vaksin ini kesannya sangat tergesa-gesa. Ini ada apa sebenarnya? Harus dilakukan penelitian lebih jauh dulu terkait vaksin,” ujar lulusan diploma ilmu kesehatan hewan itu.
Seperti yang diberitakan sebelumnya, kasus PMK terus bertambah dan secara kumulatif telah ada 40.000 hewan ternak di 17 provinsi yang terjangkit penyakit tersebut. Karena itu, pemerintah diminta tidak menganggap enteng penyebaran PMK. Dalam rapat kerja di kompleks Parlemen Jakarta, Kamis (2/6/2022), Ketua Komisi IV DPR dari Fraksi PDI-Perjuangan Sudin mengatakan, pengadaan vaksin mendesak dilakukan.
”Mumpung lagi rapat kerja refocusing (anggaran). Beli 3 juta dosis. Kalau populasi (sapi) 18 juta, butuh berapa? Jauh dari kecukupan. Kita bilang saja bencana nasional. Lapor Presiden, Bappenas, dan Menteri Keuangan. Ini setiap hari ada yang kena (PMK), terus bertambah. Sapi perah ini anjlok produksinya,” ujar Sudin meminta dilakukan impor vaksin (Kompas, 3/6/2022).
Edo Neno (35), peternak sapi dari Kabupaten Timor Tengah Utara, juga sependapat dengan Mae. Menurut dia, peternak setempat yakin, sapi milik mereka tetap sehat tanpa perlu divaksin. Mereka menjaga kesehatan sapi dengan memberi pakan alami, seperti rumput. Mereka menghindari pakan olahan dari pabrik.
Kini, mereka malah khawatir rencana vaksinasi ini akan membatasi akses peternak ke pasar. ”Jangan sampai nanti ada aturan bahwa kalau mau jual sapi, itu harus divaksinasi dulu. Modelnya seperti penanganan Covid-19. Apalagi kalau vaksinnya harus dibeli, ini yang repot. Bikin kami peternak tambah susah,” ujarnya.
Hingga Jumat ini belum ada laporan mengenai kasus PMK di NTT. Satuan tugas yang menangani hal itu terus melakukan pemantauan di sentra sapi. Selain itu, operasi pengawasan ternak di sejumlah pintu masuk juga intensif. Langkah ini untuk mencegah masuknya PMK ke NTT yang merupakan salah satu lumbung sapi nasional.
Berdasarkan data Kementerian Pertanian, populasi sapi potong tahun 2020 di lima provinsi dengan jumlah terbanyak berturut-turut adalah Jawa Timur 4,8 juta ekor, Jawa Tengah 1,80 juta ekor, Sulawesi Selatan 1,4 juta ekor, Nusa Tenggara Barat 1,2 juta ekor, dan Nusa Tenggara Timur 1,1 juta ekor.
Melky Angsar, Kepala Bidang Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Dinas Peternakan NTT, mengatakan, vaksinasi merupakan bagian dari upaya untuk mencegah penularan PMK. Ia memastikan pemerintah akan mengambil langkah terbaik untuk melindungi ternak dalam negeri.