Pemprov NTT diminta lebih intensif berkomunikasi dengan pihak terkait untuk mendorong suplai sapi dari NTT. Hal ini untuk menutup celah rencana impor sapi.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
KUPANG, KOMPAS — DPRD Nusa Tenggara Timur meminta pemerintah daerah membantu suplai sapi potong ke daerah yang terdampak wabah penyakit mulut dan kuku atau PMK. Sebagai daerah dengan status sementara bebas kasus PMK, NTT dapat diandalkan untuk menyuplai kebutuhan daging nasional, terlebih menjelang hari raya Idul Adha.
Anggota DPRD NTT, Patris Lali Wolo, Selasa (24/5/2022), berharap Pemerintah Provinsi NTT gencar membangun komunikasi dengan Kementerian Pertanian serta para kepala daerah guna membantu kelancaran pasokan sapi dari NTT. Jika hal ini tidak dilakukan, ada kencenderungan pemerintah pusat memilih opsi impor sapi yang kini mulai didengungkan.
”Yakinkan para pihak terkait bahwa kondisi sapi dari NTT bebas wabah PMK berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan hewan. Oleh karena itu, NTT sebagai salah satu lumbung sapi ternak akan menyuplai kebutuhan daging secara nasional,” kata Patris yang berasal dari komisi yang membidangi isu peternakan itu.
Berdasarkan data Kementerian Pertanian, lima provinsi dengan populasi sapi potong terbanyak tahun 2020 berturut-turut adalah Jawa Timur sebanyak 4,8 juta ekor, Jawa Tengah (1,8 juta ekor), Sulawesi Selatan (1,4 juta ekor), Nusa Tenggara Barat (1,2 juta ekor), dan Nusa Tenggara Timur (1,1 juta ekor).
Patris menyoroti tertahannya ratusan sapi asal NTT di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, Jawa Timur. Padahal, semua sapi dalam kondisi sehat. Tertahannya sapi itu merugikan para pedagang asal NTT. Setiap hari, mereka mengeluarkan biaya untuk pakan sapi. Di sisi lain, kesehatan sapi yang lama berada di atas kapal pun terganggu.
Menurut dia, inilah momentum bagi peternak di NTT untuk menjual sapi mereka ke sejumlah wilayah di Indonesia. ”Ini tidak bermaksud untuk merasa senang di atas penderitaan peternak di daerah lain. Tapi, momentum ini menjadi kesempatan peternak NTT untuk bangkit setelah wabah demam babi Afrika tahun 2021,” ucapnya.
Demam babi Afrika mengguncang NTT yang sebagian besar warganya memiliki ternak babi. Ratusan ribu babi mati dengan kerugian hingga puluhan miliar rupiah. Perekonomian NTT yang sebagian ditopang usaha peternakan babi pun goyah. Virus demam babi itu masuk melalui negara tetangga, Timor Leste.
Gasper Tiran (52), peternak sapi di Kabupaten Kupang, berharap Pemprov NTT serius membantu peternak untuk menjual sapi mereka ke luar NTT. Ia mengatakan, banyak temannya merupakan pemilik dari ratusan sapi yang tertahan di Surabaya. Pemilik sapi menitipkan sapi mereka melalui pedagang. Mereka baru dapat uang jika sapi sudah dibayar lunas oleh pembeli.
”Sementara saat ini banyak peternak yang butuh uang untuk pendidikan anak-anak mereka, juga untuk keperluan dasar yang lain. Kalau seperti ini, peternak NTT ibarat sudah jatuh tertimpa tangga pula. Tahun lalu kena demam babi Afrika dan sekarang kena imbas dari PMK,” katanya.
Sementara itu, Kepala Bidang Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Dinas Peternakan NTT Melky Angsar menuturkan, sapi NTT bebas PMK. Kondisi ini selalu ditonjolkan Pemprov NTT pada saat rapat bersama lintas daerah serta kementerian dan lembaga. Pemprov NTT juga berupaya mendorong pasokan lokal ke tingkat nasional.
Saat ini, pihaknya fokus pada aspek pencegahan masuknya PMK ke NTT. Upaya yang dilakukan adalah pengawasan di sejumlah pintu masuk distribusi ternak dari luar daerah. Selain itu, dilakukan juga pemantauan ternak secara intensif di NTT. ”Aspek pencegahan yang kami utamakan,” ucap Melky yang juga dokter hewan itu.