Komunitas Osing Pelestari Adat Tradisi dan Pemerintah Desa Taman Suruh menggelar Gesah Pancasila. Pancasila agar terus diyakini dan diamalkan dalam kehidupan masyarakat, terutama warga Osing.
Oleh
AMBROSIUS HARTO MANUMOYOSO
·3 menit baca
BANYUWANGI, KOMPAS — Masyarakat Osing di Banyuwangi, Jawa Timur, meyakini keberlangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara ditentukan oleh pelestarian Pancasila sebagai dasar negara dan falsafah. Segala keinginan untuk mengganti Pancasila sebagai ideologi Indonesia mengkhianati pendirian dan mengancam keberlangsungan bangsa dan negara.
Pancasila diyakini telah ada jauh sebelum ”kelahirannya” melalui pidato Soekarno dalam Sidang Pertama Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada 1 Juni 1945.
Demikian terungkap dalam Gesah Pancasila di Balai Dusun Wonosari, Desa Tamansuruh, Banyuwangi, Jawa Timur, Selasa (31/5/2022) malam. Gesah atau rembug atau omong-omong diadakan oleh Pemerintah Desa Tamansuruh dan Komunitas Osing Pelestari Adat Tradisi (KOPAT). Gesah rutin diadakan pada malam jelang Hari Lahir Pancasila.
Menurut Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Banyuwangi Muhammad Lutfi, Pancasila ibarat hardware (perangkat keras) atau raga atau badan dan software (perangkat lunak) atau rasa atau jiwa. Pembangunan Indonesia dalam Pancasila berarti sempurna, badan (fisik) dan jiwa.
Lutfi melanjutkan pembangunan secara utuh termaktub dalam lagu kebangsaan ”Indonesia Raya”. Di sana tertulis bangunlah jiwanya, bangunlah badannya untuk Indonesia Raya. ”Artinya, pembangunan dalam konteks Pancasila bukan semata fisik, melainkan mendahulukan jiwa, seperti dalam lagu kebangsaan,” katanya.
Lutfi mengatakan, Pancasila sudah final dan sempurna bagi Indonesia. Lima sila sebagai falsafah tak perlu lagi diperdebatkan, tetapi diamalkan dan diwujudkan dalam kehidupan masyarakat berbangsa dan bernegara. ”Masalahnya, rongrongan terus ada dalam terorisme, disintegrasi, dan SARA,” ujarnya.
Untuk itu, warga Banyuwangi, termasuk Osing, suku yang dianggap penduduk asli, diharapkan tetap teguh berpendirian dalam Pancasila.
Falsafah ketuhanan, kemanusiaan, bersatu, musyawarah mufakat, dan keadilan sosial juga dapat ditemukan dalam naskah-naskah kuno di Nusantara.
Kepala Desa Tamansuruh Teguh Eko Rahadi menambahkan, masyarakat perlu memahami bahwa Soekarno sebagai pengusul Pancasila menyadari bahwa falsafah ini sebenarnya sudah ada jauh sebelum Indonesia. Soekarno menggali, menemukan, merumuskan, mengusulkan, dan ternyata diterima serta disempurnakan oleh para pendiri bangsa sebagai dasar negara setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 1945.
”Falsafah ketuhanan, kemanusiaan, bersatu, musyawarah mufakat, dan keadilan sosial juga dapat ditemukan dalam naskah-naskah kuno di Nusantara,” ujar Teguh.
”Secara khusus, Bhinneka Tunggal Ika sebagai semboyan Indonesia dapat ditemukan dalam kitab Sutasoma oleh Mpu Tantular pada masa Majapahit abad ke-14,” kata Teguh lagi.
Sesepuh dan pendiri KOPAT, Sanusi Marhaedi alias Kang Usik, mengatakan, Pancasila agar terus diyakini dan diamalkan dalam kehidupan masyarakat, terutama warga Osing. ”Orang Osing menghargai dan menerima keberagaman untuk keberlangsungan kehidupan,” katanya.
Ketua KOPAT Wowok Meirianto menambahkan, pemajuan kebudayaan termasuk dalam masyarakat Osing dapat terus diwujudkan dalam Pancasila. Falsafah menjamin keberagaman dapat tumbuh untuk kemakmuran dan kesejahteraan bangsa Indonesia.
”Tanpa Pancasila, orang Osing juga akan terancam eksistensinya dan tak bisa memajukan budayanya,” kata Wowok.
Dalam gesah, peserta disuguhi penganan tradisional Osing, antara lain jagung, pisang, singkong, kacang, dan ketela direbus. Selain itu, pisang goreng. Juga ada tumpeng serekat berupa nasi putih dengan beragam lauk dan sayur untuk makan malam. Penghidangan pangan tradisional untuk pelestarian tradisi sekaligus eksistensi keberagaman dalam sistem ketahanan pangan rakyat.