Nestapa ”Kuda-kuda Besi” Korban Banjir Rob Semarang
Banjir rob di kawasan Pelabuhan Tanjung Emas Semarang menyisakan nestapa bagi ribuan pekerja pabrik di sekitarnya. Ribuan motor yang terendam rob berhari-hari mesti diperbaiki dengan biaya tak sedikit.
Bencana yang digambarkan layaknya tsunami kecil menyapu dan merendam kawasan Pelabuhan Tanjung Emas, Kota Semarang, Jawa Tengah, sejak Senin (23/5/2022). Ribuan ”kuda besi” yang ditinggal pemiliknya menyelamatkan diri, jadi korban setelah beberapa hari berkubang air laut. Mahalnya ongkos perbaikan pun membayang.
Aktivitas kawasan Pelabuhan Tanjung Emas, Senin pagi hingga siang, normal. Layanan bongkar muat dan naik turun penumpang seperti biasa. Demikian pula para pekerja di sejumlah perusahaan di kawasan pelabuhan.
Pukul 14.00, tiba-tiba sirene tanda bahaya meraung-raung. Listrik padam. Dari pengeras-pengeras suara, para pekerja diminta keluar dari ruangan untuk menyelamatkan diri. Sebagian bingung, belum tahu apa yang terjadi. Baru sesampainya di luar ruang, mereka terkejut melihat air setinggi sekitar 1 meter sudah merendam kawasan Pelabuhan Tanjung Emas. Ketinggian air yang menyapu laksana tsunami mini itu terus bertambah hingga sekitar 1,5 meter.
Di tengah kepanikan, ribuan orang di kawasan itu langsung berlari keluar dari kawasan pelabuhan. Sebagian orang masih berupaya menyelamatkan barang-barang mereka, termasuk sepeda motor tunggangannya. Sembari berupaya menjauh, sebagian orang mendorong ”kuda besinya” yang mogok setelah diterjang air laut.
”Waktu itu jalanan dipadati ribuan orang yang berusaha keluar dari pelabuhan. Jalanan macet dan suasana semakin kacau karena kendaraan-kendaraan yang awalnya digunakan untuk menyelamatkan diri mesinnya mati di tengah jalan,” kata Nanik (40), pekerja sebuah pabrik garmen di kawasan Pelabuhan Tanjung Emas.
Saat ditemui di pintu masuk Pelabuhan Tanjung Emas, Rabu (25/5/2022), Nanik baru saja mengambil sepeda motor miliknya yang ditinggal di parkiran saat banjir rob melanda. Di parkiran pabrik, Nanik kebingungan mencari sepeda motornya. Sebab, seluruh kendaraan yang ditinggal pemiliknya di kawasan itu terendam sekitar 60 sentimeter. Setelah mencari sekitar 10 menit, sepeda motornya ketemu.
”Seluruh bodi sepeda motor terendam, hanya kelihatan spionnya. Untungnya, di spion saya itu ada stikernya, jadi bisa dikenali,” ujar warga Kecamatan Sayung, Demak, tersebut.
Oleh karena tidak bisa dihidupkan mesinnya, Nanik mendorong sepeda motor yang baru setahun dibelinya itu hingga ke depan pintu masuk pelabuhan. Dengan menerjang air setinggi 1 meter, Nanik perlu waktu sekitar 30 menit. Normalnya, jalan kaki dari parkiran pabrik ke pintu masuk pelabuhan memerlukan waktu paling lama 15 menit.
Nasib serupa menimpa Sri Handayani (36). Pada Senin malam, perempuan yang sehari-hari bekerja di sebuah pabrik garmen di kawasan Pelabuhan Tanjung Emas itu tak bisa tidur nyenyak memikirkan nasib sepeda motornya yang masih tertinggal di kawasan pelabuhan.
Pada hari ketiga banjir, ia baru mengambil sepeda motornya. Sri dan ketiga rekan kerjanya berpatungan menyewa mobil pikap untuk mengangkut sepeda motor mereka yang kemungkinan besar tak bisa dihidupkan.
Baca juga: Warga Terdampak Banjir Rob di Pesisir Jateng Dievakuasi
Pada Rabu pagi, mereka berempat bersama satu sopir dan satu kernet berangkat dari Kecamatan Genuk menuju pelabuhan. Sopir dan kernet membantu mereka berempat mengevakuasi sepeda motor dari parkiran pabrik menuju tempat kering di sekitar pintu masuk pelabuhan. ”Setelah ini akan langsung kami bawa ke bengkel. Kalau tidak segera dibawa ke bengkel, takut rusaknya semakin parah atau malah tidak bisa diperbaiki lagi,” ucap Sri.
Dia pun khawatir biaya perbaikan sepeda motornya bakal menguras dompet. Pengakuan teman-temannya yang senasib, mereka habis ongkos lebih dari Rp 1 juta untuk bengkel. Jumlah itu setara dengan 40 persen gaji Sri. ”Saya masih berharap, nanti habisnya tidak sampai sebanyak itu. Kalau habisnya segitu, ya, nanti paling hutang dulu ke saudara,” katanya sambil tertawa getir.
Rezeki bengkel
Di lain pihak, banyaknya kendaraan yang rusak akibat terendam rob membuat bengkel-bengkel di sekitar Pelabuhan Tanjung Emas turut kebanjiran pesanan. Bengkel-bengkel dalam radius 5-10 kilometer dari pelabuhan disesaki kendaraan yang mengantre diperbaiki. Bahkan, karena tak sanggup, para pengelola bengkel memasang tulisan yang menginformasikan mereka tidak bisa menerima ”pasien baru”.
Bengkel yang dikelola Giyanto (35) di Kelurahan Tanjung Mas, Semarang Utara, misalnya, sudah menerima sekitar 100 sepeda motor dalam waktu kurang dari tiga hari. Seluruh sepeda motor tersebut datang ke bengkel itu dalam keadaan parah.
”Masuk kategori parah karena mayoritas yang rusak itu perangkat kelistrikannya. Kalau perangkat kelistrikan sudah rusak atau korslet, mesinnya tidak akan bisa dihidupkan,” ujar Giyanto.
Baca juga: Banjir Rob di Utara Jawa Diperparah Gelombang Tinggi
Untuk penggantian perangkat kelistrikan, biaya yang dibutuhkan sekitar Rp 500.000 hingga Rp 1 juta. Ongkos itu masih bisa bertambah dengan biaya penggantian oli, biaya servis, serta penggantian perangkat rusak lainnya.
Peringatan gelombang pasang setinggi lebih dari 2,5 meter sudah dikeluarkan BMKG. Angka ini lebih tinggi dari ketinggian rata-rata sepekan sebelumnya, yakni 1,58 meter. Hal ini terjadi karena adanya kejadian Perigee atau jarak antara Bumi dan Bulan pada posisi terdekat.
Selama 17 tahun bekerja di bidang otomotif, Giyanto baru pertama kali menangani kerusakan sepeda motor separah sekarang. Sebelumnya, dia sering menangani motor rusak karena dipaksa pemiliknya menerjang rob dengan ketinggian di bawah 50 sentimeter.
”Kalau ketinggian airnya di bawah 50 sentimeter, masih bisa ditolong dengan cara mencopot knalpot dan mengeluarkan air yang masuk. Tapi kalau sudah terendam selama berhari-hari dengan ketinggian air lebih dari satu meter, apalagi airnya asin, bagian-bagian kendaraan bisa karatan. Kalau begitu, bakal susah dibersihkan,” imbuhnya.
Mahalnya biaya perbaikan kendaraan yang harus ditanggung para korban rob membuat sejumlah orang tergerak hati untuk membantu. Tak jauh dari kawasan pelabuhan, tepatnya di sepanjang Jalan Ronggowarsito, Kelurahan Tanjung Mas, sejumlah komunitas maupun partai politik membuka jasa servis gratis khusus korban rob.
”Kami bekerja sama dengan komunitas Inisiatif Zakat Indonesia membuka layanan servis ringan gratis khusus para korban banjir rob sebagai upaya meringankan beban mereka. Di sini, motor-motor akan kami beri pertolongan pertama. Namun, kalau kondisinya perlu perbaikan lebih lanjut, akan dibawa ke bengkel kami,” ujar Yayan Cahyana (40), Kepala Bengkel Astra Motor Center Semarang.
Aprikawati (43), pekerja yang menikmati layanan servis ringan gratis, merasa bersyukur karena telah dibantu. Dengan program tersebut, ia bisa berhemat hingga Rp 300.000. ”Saya tahu ada layanan servis gratis dari grup percakapan di pabrik. Alhamdulillah, uangnya bisa dipakai untuk kebutuhan lain,” kata pekerja garmen tersebut.
Baca juga: Banjir Rob Masih Mengancam Pantura Jawa
Di antara ribuan pekerja yang bernasib malang karena kendaraannya rusak terendam rob, ada segelintir orang beruntung. Berkat kecermataan membaca peringatan dini dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Ayu, pekerja di bagian humas PT Pelabuhan Indonesia, berhasil menyelamatkan kendaraannya.
”Sebelum berangkat ke kantor pada Senin, saya baca peringatan gelombang tinggi dari BMKG. Setelah itu, saya memutuskan untuk berangkat ke kantor naik transportasi umum. Biasanya, saya selalu naik kendaraan pribadi ke kantor,” ucapnya.
Peringatan gelombang pasang setinggi lebih dari 2,5 meter sudah dikeluarkan BMKG. Angka ini lebih tinggi dari ketinggian rata-rata sepekan sebelumnya, yakni 1,58 meter. Hal ini terjadi karena adanya kejadian Perigee atau jarak antara Bumi dan Bulan pada posisi terdekat.
Kondisi banjir rob di Pelabuhan Tanjung Emas diperparah jebolnya dua tanggul di sekitar PT Lamicitra dan PT Fuji. Panjang tanggul yang jebol 20 meter dan 7 meter. Banjir rob yang biasanya setinggi 30 sentimeter saat itu menjadi 1,5 meter.
Warga bertahan
Meski rob tinggi, banyak warga sekitar pelabuhan tetap bertahan di rumah. Alasannya, menjaga harta benda tersisa agar tidak dijarah. Seperti yang dilakukan Kartini, pedagang sembako di RW 009, Kelurahan Tanjung Mas. Kartini (38) bersama anak dan suaminya memilih bertahan di rumahnya meski terendam rob. Mereka tidur di atas motor tossa. Batu bata digunakan untuk mengganjal kedua roda kendaraan sehingga menjadi tinggi dan tidak rawan hanyut.
”Takutnya banjir rob memberikan kesempatan kejahatan dan penjarahan. Kami lagi kesusahan, nanti malah ada yang memanfaatkan,” ujar Kartini.
Kerugian yang dialami Kartini cukup banyak. Barang-barang dagangannya rusak terendam banjir rob. Barang-barang elektronik miliknya pun turut terendam luapan air laut dan kemungkinan besar rusak. Penduduk hanya merasakan bantuan sekali, yakni pembagian nasi bungkus. Obat-obatan belum pernah didapat.
Puncak pasang air laut sudah terlewati pada Senin petang. Kini, ketinggian gelombang berangsur turun, kurang dari 1 meter. Diperkirakan kondisi akan tetap aman sampai akhir bulan. (Ganis Eru Tjahjo)
Letak rumah Kartini yang persis di jalan utama menuju pelabuhan membuatnya kesulitan mengatur barang-barangnya. Saat mobil atau truk lewat, gelombang pun terjadi sehingga menghanyutkan lagi barang-barang yang sudah diamankan. Beberapa sopir yang peka memilih mengendarai kendaraan pelan-pelan, tapi tidak jarang juga yang tetap nekat memacu kendaraan dengan cepat.
Dampak gelombang kuat yang disebabkan lalu lalang kendaraan juga dialami Prapti (40), pemilik warung makan di sekitar pelabuhan. Etalase warungnya pecah dan pintu warungnya hanyut terbawa arus. Padahal, ia baru saja berjualan dua hari pasca-Lebaran. Stok jualan pun baru saja diisi mulai dari sembako hingga rokok. Namun, semuanya hanyut.
Ketika rob mulai datang, Prapti dan penduduk lainnya berlari ke atas jalan layang. Harta benda ditinggalkan begitu saja. Keselamatan diri menjadi prioritas utama. Semalaman mereka tidak tidur untuk berjaga-jaga.
Prakirawan BMKG Maritim Semarang, Ganis Eru Tjahjo, mengatakan, puncak pasang air laut sudah terlewati pada Senin petang. Kini, ketinggian gelombang berangsur turun, kurang dari 1 meter. Diperkirakan, kondisi akan tetap aman sampai akhir bulan.
Banjir rob dan Kota Semarang seakan belum mau terpisahkan. Kondisi lingkungan, berkelindan dengan faktor cuaca dan astronomis, menyisakan nestapa bagi warga dan pekerja di sekitar pelabuhan. Antisipasi perlu terus dilakukan agar beban warga yang hidup dan mencari makan di pesisir tak semakin berat.