Banjir Rob di Utara Jawa Diperparah Gelombang Tinggi
Kombinasi faktor meteorologi dan astronomi telah memicu banjir rob di pesisir utara Jawa. Faktor lain yang juga harus diperhitungkan adalah turunnya daratan, yang mencapai 3 cm per tahun.
Oleh
AHMAD ARIF
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Selain disebabkan fenomena perigee yang membuat jarak Bulan ke Bumi berada dalam fase terdekat, banjir rob yang melanda pesisir utara Jawa Tengah juga disebabkan tingginya gelombang di Laut Jawa yang bisa berlangsung hingga 25 Mei 2022. Faktor lain adalah rendahnya muka daratan di kawasan ini dan jebolnya tanggul.
”Dari aspek astronomi, dampak fenomena perigee (jarak terdekat Bulan ke Bumi) sudah mengecil. Puncaknya seharusnya 14-20 Mei. Jadi, faktor meteorologis berupa angin kencang dan gelombang tinggi di Laut Jawa lebih dominan,” kata Kepala Pusat Meteorologi Maritim Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Eko Prasetyo, di Jakarta, Selasa (24/5/2022).
Eko mengatakan, BMKG telah mengeluarkan peringatan dini bahaya banjir rob terkait fenomena perigee yang bisa memicu pasang naik sejak pekan lalu. Beberapa daerah pesisir yang diminta waspada adalah Aceh, Sumatera Utara, Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Papua Barat bagian utara, dan Merauke di Papua.
”Namun, banjir rob ini juga dipengaruhi oleh kondisi lokal, di antaranya faktor meteorologi setempat. Saat ini di Laut Jawa ada dorongan angin dan gelombang cukup tinggi,” katanya.
Beberapa daerah pesisir yang diminta waspada adalah Aceh, Sumatera Utara, Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Papua Barat bagian utara, dan Merauke di Papua.
Berdasarkan pantauan BMKG, kecepatan angin di Laut Jawa mencapai 20-25 knot dan tinggi gelombang 1,25-2,5 meter. ”Fenomena ini masih bisa berlangsung hingga 25 Mei,” katanya.
Menurut Eko, banjir rob saat ini melanda pesisir Jawa Tengah, mulai dari Pekalongan, Semarang, Demak, hingga Rembang. Selain itu, banjir rob juga terjadi di pesisir utara Jawa Timur, seperti Tuban dan Lamongan. ”Tetapi, tidak sedahsyat di Semarang, yang ditambah jebolnya tanggul,” katanya.
Selain itu, menurut dia, kerentanan di pesisir utara Jawa juga disebabkan fenomena penurunan daratan. Seperti diungkapkan peneliti Ahli Utama Bidang Teknologi Penginderaan Jauh Badan Riset Inovasi Nasional, Rokhis Khomarudin, penurunan muka tanah terjadi di kota-kota di pantai utara Jawa, sangat tinggi.
Berdasarkan pemantauan citra satelit, penurunan di Jakarta 0,1-8 cm per tahun, Cirebon 0,3-4 cm per tahun, Pekalongan 2,1-11 cm per tahun, Semarang 0,9-6 cm per tahun, dan Surabaya 0,3-4,3 cm per tahun (Kompas, 17 September 2021).
Menurut laporan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), banjir rob terjadi di kawasan Pelabuhan Tanjung Emas Semarang setelah penahan air laut jebol pada Senin (23/5/2022). Mengacu laporan tertulis Kepala Bidang Penanganan Darurat Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Tengah Dikki Ruli, peristiwa itu terjadi diawali oleh rob yang besar sehingga tanggul penahan air laut di kawasan Lamacitra tidak mampu menahan air yang cukup besar.
”Penyebab tanggul jebol diakibatkan rob yang besar sehingga tanggul penahan air laut di kawasan Lamicitra tidak mampu menahan air laut yang cukup besar,” sebut Dikki.
Berdasarkan hasil kaji cepat sementara, delapan titik banjir rob terjadi di Depan Pos 1, Depan Polsek KPTE, Jalan Coaster, Jalan Deli, Dermaga Nusantara, Terminal Pelabuhan Tanjung Emas, kawasan Lamacitra, dan Dog Koja Bahari. Sementara kedalaman banjir rob hingga mencapai 1,5 meter di kawasan Lamacitra, 55 cm di Jalan Coaster, 40 cm di Jalan M Pardi, serta 50 cm di Jalan Yos Sudarso dan Jalan Ampenan.
Risiko penurunan daratan
Sebelumnya penelitian Pei-Chin Wu dkk di Geophysical Research Letters edisi April 2022 menyebutkan, pesisir utara Semarang sebagai salah satu dari 33 kota di dunia yang dinilai sangat rentan terdampak banjir rob. Kerentanan di kota-kota pesisir ini terutama karena mengalami penurunan daratan lebih dari 1 cm per tahun.
Penelitian ini menggunakan Interferometric Synthetic Aperture Radar berbasis satelit untuk mengidentifikasi ”daerah yang cepat surut”. Ditemukan di sebagian besar kota sebagian tanahnya turun lebih cepat daripada naiknya permukaan laut, termasuk di antaranya Kota Semarang.
Laporan Panel Lintas Pemerintah untuk Perubahan Iklim (IPCC), sejak 1993, kenaikan permukaan laut telah terjadi dengan kecepatan sekitar 2 milimeter (mm) per tahun. Namun, pesisir Semarang mengalami penurunan tanah 3 cm per tahun.
Di sebagian besar kota, sebagian tanahnya turun lebih cepat daripada naiknya permukaan laut. ”Jika penurunan muka tanah terus berlanjut pada tingkat saat ini, kota-kota ini akan menghadapi banjir lebih cepat daripada yang diproyeksikan oleh model kenaikan permukaan laut," seperti tertulis dalam laporan tersebut.