Gubernur Sultra Tunggu Penjelasan Kemendagri, Tiga Penjabat Bupati Belum Akan Dilantik
Gubernur Sultra Ali Mazi menunggu penjelasan Kemendagri terkait keputusan penetapan penjabat bupati di Buton Selatan dan Muna Barat. Pelantikan penjabat bupati di dua daerah tersebut ditunda dahulu.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·4 menit baca
KENDARI, KOMPAS — Gubernur Sulawesi Tenggara Ali Mazi menunggu penjelasan Kementerian Dalam Negeri terkait keputusan penetapan penjabat bupati, khususnya di Buton Selatan dan Muna Barat. Pelantikan penjabat bupati di tiga daerah di provinsi itu akan ditunda karena nama pilihan Kemendagri dianggap tidak mengakomodasi usulan daerah.
”Nanti kita menyampaikan surat dulu ke Mendagri karena kemarin kita mengajukan sejumlah nama, tapi hasil yang kami ajukan itu berbeda. Kita mau tahu dasar hukumnya apa. Apalagi, sebelum kita mengusulkan, kita diminta oleh Kemendagri untuk segera mengirim nama,” kata Ali Mazi, di Baubau, Minggu (22/5/2022).
Menurut Ali Mazi, selama ini proses yang sama telah dilalui dan tidak pernah memiliki hasil yang berbeda. Akan tetapi, kali ini Kemendagri menetapkan dua nama yang tidak diusulkan oleh daerah untuk mengisi jabatan bupati di Buton Selatan dan Muna Barat. Hanya penjabat bupati Buton Tengah yang sesuai dengan nama yang diusulkan Pemprov Sultra.
Bahkan, ia menambahkan, sejumlah daerah lain telah menghubungi dirinya dan mendiskusikan hal yang sama. ”Dan ada beberapa daerah yang menelepon saya terkait hal ini. Dari Sumatera Selatan, Maluku Utara, dan Riau juga sama kondisinya,” ujarnya.
Tiga daerah yang masa jabatan bupati dan wakil bupatinya telah habis pada Mei 2022 ini adalah Muna Barat, Buton Selatan, dan Buton Tengah. Dari sejumlah nama penjabat bupati yang diusulkan untuk tiga daerah ini, Kemendagri menetapkan Direktur Perencanaan Keuangan Daerah Kemendagri Dr Bahri sebagai Penjabat (Pj) Bupati Muna Barat, Sekda Buton Selatan La Ode Budiman sebagai Pj Buton Selatan, dan Kepala BPBD Sultra M Yusuf sebagai Pj Bupati Buton Tengah. Dari tiga nama ini, hanya nama M Yusuf yang merupakan usulan Gubernur Sultra.
Penjabat Sekretaris Daerah Sultra Asrun Lio mengungkapkan, setelah melihat permasalahan yang terjadi, pihaknya memutuskan tidak akan melantik semua penjabat bupati yang telah ditetapkan Kemendagri. Pelantikan baru akan dilakukan setelah semuanya jelas dan tidak ada kejanggalan lagi.
”Awalnya kami ingin satu daerah dulu yang dilantik, yaitu Buton Tengah, sembari menunggu penjelasan terkait dua daerah lainnya. Namun, karena semuanya saling berkait, kami memutuskan tidak akan melantik penjabat di tiga daerah tersebut. Kepemimpinan sementara akan dipegang oleh Pelaksana Harian, yang telah di SK-kan,” kata Asrun.
Keputusan ini diambil setelah pihaknya melakukan analisis atas keputusan penetapan penjabat bupati atas tiga daerah di Sultra. Hasilnya, ditemukan beberapa hal yang dianggap perlu untuk diklarifikasi terlebih dahulu ke pihak Kemendagri.
Salah satunya adalah adanya nama yang disetujui Kemendagri tetapi tidak diusulkan oleh Gubernur Sultra. Padahal, tambah Asrun, Kemendagri mempertimbangkan usulan Gubernur Sultra dalam pengangkatan penjabat Bupati Buton Tengah. Hal tersebut menjadi pertanyaan saat dua daerah lain, yaitu Buton Selatan dan Muna Barat, tidak mempertimbangkan usulan daerah.
”Apa bedanya dua daerah tersebut, kenapa tidak mempertimbangkan usulan Gubernur? Jika Kemendagri menganggap usulan pertama tidak memenuhi syarat, kan, ada tiga nama yang diusulkan. Atau paling tidak, mengarahkan untuk kembali mengusulkan nama lain,” katanya.
Tidak ada aturan agar Kemendagri wajib mengikuti usulan daerah.
Poin lain yang menjadi pertanyaan, Asrun melanjutkan, adanya pertimbangan pembentukan Satuan Tugas Covid-19 di daerah. Hal ini dirasa tidak berkaitan langsung dengan kriteria pokok seorang penjabat daerah.
Sukri Tamma, akademisi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin, mengungkapkan, apa pun argumennya, secara aturan Kemendagri berhak menentukan nama penjabat bupati dan wali kota. Hal tersebut sesuai Pasal 201 Undang-undang Nomor 10/2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.
Secara formil, memang aturannya memberikan kewenangan kepada Kemendagri menetapkan nama. Dan tidak ada aturan agar Kemendagri wajib mengikuti usulan daerah. Tentu dalam penetapannya Kemendagri mempunyai berbagai pertimbangan,” kata Sukri.
Di sisi lain, Kemendagri sebaiknya memberikan penjelasan secara utuh ke daerah terkait pemilihan penjabat di daerah. Hal tersebut untuk memberikan pemahaman dan tidak timbul gejolak yang berkepanjangan.
”Pada intinya, kita ingin pemerintahan di daerah terus berlangsung tanpa hambatan berarti. Sebab, posisi seorang penjabat begitu sentral untuk melanjutkan kepemimpinan. Kalau dihubungkan ke politik, semuanya tentu akan berhubungan, apakah ini berkaitan dengan kepentingan ke depan atau seperti apa. Tapi memilih sesuai usulan daerah pun tetap akan berimplikasi politik. Yang sekarang harus kita lihat adalah dasar aturannya seperti apa,” ujarnya.