Titik Api Mulai Ditemukan di Papua, Warga Diimbau Tidak Membakar Lahan
Titik api mulai ditemukan di wilayah Papua dan Papua Barat selama Mei ini. Masyarakat dihimbau tidak membakar sampah di area yang terdapat ilalang serta membuka lahan pertanian dengan membakar lahan.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·3 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Titik api mulai ditemukan di sejumlah kabupaten di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat selama bulan Mei. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika mengimbau warga tidak membakar lahan secara sembarangan untuk mencegah titik api semakin meluas di wilayah Papua.
Data yang dihimpun Kompas dari Balai Besar Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Wilayah V Jayapura menunjukkan, hasil pantauan pada Rabu (18/5/2022) hingga Kamis (19/5/2022) pukul 08.00 WIT, terdapat satu titik api di wilayah Papua. Titik api itu terpantau ada di Distrik Murkim, Kabupaten Pegunungan Bintang, Provinsi Papua.
Subkoordinator Bidang Pelayanan Jasa Balai Besar Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BBMKG) Wilayah V Jayapura Ezri Ronsumbre membenarkan informasi adanya temuan satu titik api di Kabupaten Pegunungan Bintang. Ia mengungkapkan, sebelumnya juga terpantau adanya titik api di Papua dan Papua Barat, tetapi jumlahnya tidak signifikan dan apinya telah padam.
Sebelumnya juga ditemukan dua titik api di Distrik Babo, Kabupaten Teluk Bintuni di Papua Barat pada 4 Mei 2022. Setelah itu, pantauan BMKG menemukan tiga titik api di Distrik Tabonji, Kabupaten Merauke, Papua, pada 8 Mei 2022. Lima titik api di dua wilayah tersebut telah padam.
”Daerah rawan titik panas terdapat di Kabupaten Merauke dan Kabupaten Mappi. Dua wilayah ini yang jumlah titik apinya cukup banyak saat musim kemarau. Untuk wilayah lain seperti di kawasan pegunungan biasanya cuma satu atau dua titik api,” papar Ezri.
Menurut Ezri, wilayah Papua akan memasuki musim kemarau pada Mei 2022 dengan puncak musim kemarau diperkirakan terjadi pada Juli-Agustus 2022. Saat ini telah terjadi penurunan frekuensi dan intensitas hujan dibandingkan bulan-bulan sebelumnya.
Adapun kriteria musim kemarau terjadi ketika akumulasi curah hujan di bawah 50 milimeter selama tiga dasarian berturut-turut. Satu dasarian adalah satuan waktu meteorologi untuk menganalisis curah hujan selama 10 hari.
”Secara umum pada periode musim kemarau, frekuensi dan intensitas hujan akan cenderung sedikit dan akan berpengaruh pada potensi kebakaran hutan serta lahan. Pada periode musim kemarau juga suhu udara cukup terik dan angin bertiup cukup kencang, yakni 5 hingga 30 kilometer per jam. Hal ini berdampak pada potensi meluasnya area yang terbakar dan memicu kebakaran lahan atau hutan,” tutur Ezri.
Ia pun mengimbau masyarakat berhati-hati apabila akan melakukan aktivitas yang berhubungan dengan pembukaan lahan untuk aktivitas pertanian ataupun perkebunan. Imbauan ini ditujukan bagi masyarakat yang akan membakar sampah di sekitar halaman rumah yang masih terdapat banyak rumput.
”Masyarakat juga perlu berhati-hati dalam penggunaan air bersih untuk menjaga persediaan air bersih selama musim kemarau. Masyarakat yang akan melakukan kegiatan di luar rumah ataupun aktivitas fisik lainnya perlu selalu menyediakan air minum secukupnya agar tidak dehidrasi,” tambahnya.
Masyarakat yang akan melakukan kegiatan di luar rumah ataupun aktivitas fisik lainnya perlu selalu menyediakan air minum secukupnya agar tidak dehidrasi. (Ezri Ronsumbre)
Manajer Pusat Pengendalian Operasi (Pusdalops) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Papua Jonathan Koirewoa mengatakan, pihaknya terus memantau perkembangan data titik api di daerah-daerah yang berpotensi terjadi kebakaran hutan serta lahan. BPBD Papua juga telah berkoordinasi dengan BPBD di kabupaten setempat untuk mengatasi temuan titik api.
”Terkait temuan titik api di Kabupaten Pegunungan Bintang, kami telah menyampaikan informasi tersebut kepada BPDB setempat. Mereka akan berkoordinasi Pemerintah Distrik Murkim dan masyarakat untuk mencegah titik api semakin meluas,” kata Jonathan.