Gerakan kolaborasi menjadi gaya baru dalam kerja-kerja jurnalistik. Banyak karya jurnalistik yang dihasilkan lebih mendalam saat digarap bersama. Jurnalis Sumatera memulai aksi kolaborasi.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
ZULKARNAINI
Jurnalis yang tergabung dalam Aliansi Jurnalis Independen se-Sumatera mengadakan pertemuan membahas rencana aksi bersama untuk lingkungan di Banda Aceh, Kamis (19/5/2022).
BANDA ACEH, KOMPAS — Para jurnalis yang tergabung dalam Aliansi Jurnalis Independen di Pulau Sumatera menyusun rencana advokasi dan kampanye bersama isu lingkungan. Advokasi dilakukan melalui liputan mendalam, peningkatan kapasitas, dan saling berbagi informasi.
Pertemuan jurnalis AJI se-Sumatera digelar pada Kamis (19/5/2022) di Banda Aceh. Mereka yang hadir di antaranya AJI Lampung, AJI Jambi, AJI Padang, AJI Medan, Aceh Banda Aceh, dan AJI Batam. Dalam pertemuan itu, juga hadir aktivitas lingkungan dan akademisi.
Salah satu rekomendasi dari pertemuan tersebut adalah jurnalis AJI akan menjadikan isu lingkungan sebagai isu yang dikawal bersama.
Koordinator Wilayah AJI Se-Sumatera Adi Warsidi mengatakan, semua provinsi di Sumatera kini dihadapkan persoalan yang sama, yakni masalah lingkungan. Degradasi lingkungan karena perambahan hutan, tambang illegal, perburuan satwa, hingga konflik agraria terjadi nyaris di semua provinsi di Sumatera.
”Ada 14 AJI di Sumatera. Jika kita melakukan kolaborasi ini menghasilkan perubahan yang besar untuk Sumatera,” kata Adi.
Menurut Adi, isu lingkungan menjadi simpul mempertemukan jurnalis di Sumatera sebab masalah tersebut terdapat di semua provinsi.
Dia mencontohkan persoalan deforestasi terjadi di Aceh juga terjadi di Sumatera Utara dan Jambi. Persoalan konflik satwa terjadi bukan hanya di Aceh, melainkan juga di Sumatera Utara dan Sumatera Barat.
Rencana aksi bersama yang akan dilakukan membangun forum komunikasi, rencana liputan mendalam, hingga meningkatkan kapasitas anggota meliput isu lingkungan.
Ketua AJI Banda Aceh Juli Amin mengatakan, di tingkat lokal, jurnalis yang konsen pada isu lingkungan mulai tumbuh, tetapi diperlukan gerakan bersama di tingkat regional agar advokasi semakin kuat.
”Di media lokal, kami mulai liputan secara kolaborasi. Meski butuh waktu lama, hasil liputan jauh lebih mendalam,” ujar Juli.
Juli menambahkan, peran jurnalis dalam isu lingkungan sangat penting. Banyak persoalan yang harus diangkat ke permukaan agar kebijakan pemerintah memihak pada lingkungan.
Dia mencontoh bencana alam terjadi karena dipicu perambahan dan alih fungsi lahan. Saat kerusakan alam terjadi di Aceh, dampaknya juga akan dirasakan oleh penduduk di Sumatera Utara.
Persoalan perburuan satwa lindung biasanya melibatkan pelaku antarprovinsi. Di saat jurnalis saling berbagi, informasi akan membuat karya jurnalistik semakin berbobot. Informasi yang mendalam membuat publik semakin tercerahkan.
Sekretaris The Society of Indonesian Environmental Journalists (SIEJ) Joni Aswira menuturkan, peningkatan kapasitas jurnalis dalam meliput isu lingkungan harus ditingkatkan, terutama bagi jurnalis daerah, sebab merekalah yang sangat paham konteks persoalan.
KOMPAS/ZULKARNAINI MASRY
Salah satu lokasi perambahan di dalam Taman Nasional Gunung Leuser di Kabupaten Aceh Tenggara, Provinsi Aceh, Senin (4/2/2019). Perambahan dilakukan oleh warga untuk dijadikan lahan perkebunanan. Catatan Yayasan Hutan Alam Lingkungan Aceh (HAkA) pada 2018, TNGL kehilangan tutupan hutan seluas 807 hektar.
Dia berharap melalui gerakan kolaborasi, jurnalis Sumatera akan membuat kemampuan jurnalis meliput isu lingkungan semakin baik. ”Semua persoalan lingkungan ada di Sumatera karena itu jurnalis Sumatera butuh simpul. Ini adalah strategi aksi untuk lingkungan,” kata Joni.
Deputi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh Muhammad Nasir mengatakan, banyak irisan isu yang bisa digarap bersama oleh jurnalis di Sumatera, misalnya persoalan energi terbarukan, perambahan hutan, pertambangan, hingga persoalan kebakaran lahan dan hutan.
”Saat jurnalis Sumatera melakukan advokasi isu besar secara bersama, saya yakin akan lebih cepat direspons oleh pemerintah,” kata Nasir.