Siap Pasok Daerah Lain, Peternak NTT Meminta Pemerintah Tidak Impor Sapi
Peternak di NTT meminta pemerintah memprioritaskan pasokan ternak dalam negeri mengantisipasi penurunan produksi akibat wabah penyakit mulut dan kuku. NTT siap menyuplai ternak ke daerah lain.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Provinsi Nusa Tenggara Timur sebagai salah satu lumbung sapi ternak hingga kini masih bebas dari wabah penyakit mulut dan kuku. Bahkan, peternak setempat siap menyuplai sapi untuk kebutuhan daging di daerah lain yang terserang wabah. Untuk itu, pemerintah diminta tidak menjadikan merebaknya penyakit ini sebagai alasan mengimpor sapi, tetapi memprioritaskan ternak dalam negeri.
”Kami dengar isu pemerintah rencana impor sapi. Isu ini muncul belakangan setelah wabah penyakit mulut dan kuku ramai. Kami harap isu ini tidak benar. Mengapa tidak beli sapi dari peternak di dalam negeri sendiri?” ujar Jeremia Toasu (50), peternak dari Amarasi, Kabupaten Kupang, Senin (16/5/2022).
Jeremia memiliki puluhan sapi yang siap dijual menjelang Idul Adha pada Juli mendatang. Seperti tahun-tahun sebelumnya, sapi yang laku terjual tidak lebih dari lima ekor. Kini ia berharap sapi miliknya lebih banyak terjual, tidak hanya di NTT, tetapi juga ke wilayah lain di Indonesia.
Seperti yang diwartakan sebelumnya, kasus penyakit mulut dan kuku (PMK) pertama kali ditemukan di Jawa Timur dan diikuti sejumlah provinsi lain, seperti Jawa Tengah, Nusa Tenggara Barat, dan Jawa Barat. Padahal daerah-daerah tersebut merupakan lumbung ternak terbanyak di Indonesia.
Berdasarkan data Kementerian Pertanian, populasi sapi potong tahun 2020 di lima provinsi dengan jumlah terbanyak berturut-turut, Jawa Timur 4,8 juta ekor, Jawa Tengah 1,8 juta ekor, Sulawesi Selatan 1,4 juta ekor, Nusa Tenggara Barat 1,2 juta ekor, dan Nusa Tenggara Timur 1,1 juta ekor.
Tertahan
Gasper Ranti (52), pedagang sapi di Kupang, menambahkan, saat ini ratusan ekor sapi dari NTT masih tertahan di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. Beberapa sapi di antaranya milik Gasper. Sapi ternak itu tidak jadi diturunkan lantaran di daerah Jawa Timur sudah ditemukan ribuan kasus PMK.
Sebagai pedagang, mereka kebingungan dengan nasib komoditas mereka. ”Kami meminta agar pemerintah bisa membantu menyalurkan sapi dari NTT ke daerah lain. Laporan yang kami dapatkan, sapi dari NTT dalam keadaan sehat. Kalau semakin lama tertahan di kapal, tidak baik untuk kesehatan dan kualitas,” katanya.
Melky Angsar, Kepala Bidang Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Dinas Peternakan NTT, menyampaikan, hingga Senin petang ini, belum ada temuan kasus PMK di NTT. Sejumlah langkah sudah diambil pemerintah di antaranya melakukan pemantauan secara intesif ke sejumlah lokasi peternakan. Selain itu juga pemberian suntikan vitamin.
Adapun pintu masuk ternak dan produk turunan ke NTT, terutama dari daerah yang sudah ditemukan kasus PMK, untuk sementara ditutup. Pengawasan di wilayah perbatasan Indonesia dan Timor Leste juga ditingkatkan, terutama di daerah yang rawan penyelundupan sapi. Pengawasan ini melibatkan aparat keamanan dan imigrasi.
Ia juga memastikan sapi yang keluar dari NTT sudah melewati pemeriksaan secara berlapis, mulai dari lokasi peternakan hingga di atas kapal. Daerah penerima agar tidak perlu khawatir dengan sapi dari NTT.
”NTT siap menyuplai kebutuhan daging sapi di daerah lain, terutama menjelang Idul Adha,” ujarnya.