Pemkab Boyolali bergerak cepat dalam penanganan penyakit mulut dan kuku (PMK) pada ternak. Kementerian Pertanian mendorong agar gerak cepat serupa dicontoh oleh daerah-daerah lainnya.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·4 menit baca
BOYOLALI, KOMPAS —Pemerintah Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, bergerak cepat dalam penanganan penyakit mulut dan kuku pada ternak. Kesadaran masyarakat melaporkan gejala penyakit pada ternaknya dan kesigapan petugas kesehatan ternak berjalan seperti sebuah sistem. Kementerian Pertanian mendorong agar gerak cepat serupa dicontoh oleh daerah-daerah lainnya.
Hal itu diungkapkan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo seusai meninjau penanganan penyakit mulut dan kuku (PMK) pada ternak di Desa Singosari, Kecamatan Mojosongo, Boyolali, Jumat (13/5/2022). Di sela-sela kunjungan, ia mengapresiasi gerak cepat pemerintah daerah yang membuat penularan itu bisa ditekan sehingga tak menyebar luas ke daerah lainnya.
”Saya mengapresiasi langkah yang dilakukan Gubernur Jawa Tengah, para bupati, terutama di Boyolali. Memang, PMK menjadi ancaman bagi kita. Langkah-langkah serius sudah dilakukan oleh jajaran yang ada menggunakan segenap kekuatan medisnya. Kecepatan kita bereaksi ini menentukan hasil (penanganan),” kata Syahrul.
Di Boyolali, kasus paling awal ditemukan setelah ada peternak di Desa Singosari melaporkan sapinya mengalami gejala PMK. Gejala itu dialami oleh dua sapi yang dibeli dari daerah lain tanpa surat keterangan kesehatan hewan. Laporan itu disampaikan ke petugas kesehatan hewan setempat pada Sabtu (7/5/2022). Penanganan berupa penyuntikan vitamin dan obat langsung dilakukan hari itu juga.
Ternyata, dua sapi yang bergejala awal itu sudah telanjur menularkan ke 13 sapi lain yang dimiliki peternak. Penanganan serupa juga langsung dilakukan. Hari demi hari, ternyata kondisi sapi terus membaik dan mengarah ke kesembuhan. Selain pengobatan, sapi-sapi itu juga diisolasi dan tidak boleh berpindah-pindah kandang.
”Tentu saja (dicontoh), mana saja yang bagus. Boyolali jadi salah satu best practices. Upaya yang dilakukan cukup berhasil. Ini karena bupati, gubernur, dan kepala dinas semua aktif bersama dengan peternak-peternak kita. Ini langkah yang mengagumkan,” kata Syahrul.
Kepala Dinas Peternakan dan Perikanan Boyolali Lusia Dyah Suciati mengungkapkan, laporan kasus awal langsung ditindaklanjuti dengan berkoordinasi lintas jajaran, baik dengan dinas lainnya maupun pemerintah kelurahan. Ia juga membentuk sistem penanganan yang dinamai ”Jogo Kewan” atau dalam bahasa Indonesia berarti jaga hewan.
Dalam sistem penanganan itu, jelas Lusia, para peternak diharapkan selalu mengamati kondisi kesehatan ternaknya. Jika ada gejala-gejala mengarah PMK, mereka diminta langsung melapor ke petugas kesehatan hewan terdekat. Tujuannya agar penanganan terhadap gejala yang dialami ternak mereka dapat segera diatasi.
”Begitu ada tanda-tanda, pokoknya langsung laporan. Di kasus awal, kemarin, kami juga langsung komunikasi dengan lurah. Jadi, sistem (Jogo Kewan) ini sebenarnya sudah terbentuk. Soalnya, kita juga punya puskeswan (pusat kesehatan hewan) lima unit di daerah ini,” kata Lusia.
Kelima puskeswan itu tersebar di lima kecamatan, yakni Mojosongo, Ngemplak, Simo, Karanggede, dan Ampel. Salah satu faktor terbiasanya warga Boyolali memeriksakan ternak karena daerah tersebut menjadi lumbung sapi di wilayah Surakarta Raya. Total populasi sapi, baik perah maupun pedaging, berjumlah sekitar 200.000 ekor.
Jika peternak nekat, kondisinya akan semakin menyebar.
Selain itu, Lusia juga terus mengedukasi masyarakat soal pentingnya pencegahan penularan PMK. Caranya dengan sosialisasi langsung dan menitipkan pesan kepada perangkat RT dan RW soal pencegahan dalam rapat-rapat warga. Salah satu isi pesan yang disampaikan agar menahan mobilitas ternak selama 14 hari ke depan. Selain itu, tak menerima ternak yang berasal dari daerah wabah seperti Jawa Timur.
”Dari contoh kasus awal saja, itu ada dua yang tertular lalu menularkan ke belasan lainnya. Jika peternak nekat, kondisinya akan semakin menyebar. Nanti siapa yang rugi? Seperti itu saja sudah bisa berpikir mereka. Jadi, mereka sangat mau (menahan diri),” kata Lusia.
Setelah temuan kasus awal, lanjut Lusia, pihaknya juga melakukan investigasi kondisi kesehatan ternak di kecamatan-kecamatan lainnya. Ternyata, ada tambahan enam kasus lain di Kecamatan Ampel. Keenam kasus tersebut terdiri dari tiga sapi dan tiga kambing. Penyebab penularan diduga karena aktivitas pemiliknya yang merupakan pedagang ternak. Dimungkinkan, ia melakukan perjalanan ke daerah-daerah lain.
”Jadi, total yang ditemukan 21 kasus ini. Tetapi, kami sudah bergerak cepat. Itu sudah tertangani dan tidak keluar. Langsung diisolasi semua. Para pedagang juga sudah kami kendalikan,” kata Lusia.
Sementara itu, Lusia menyatakan, pasar-pasar hewan yang ada bisa tetap beroperasi seperti biasa. Hanya saja ada pengawasan ketat. Ternak yang masuk dicek terlebih dahulu. Penyemprotan disinfeksi juga dilakukan setiap hari demi mengantisipasi terjadinya penularan di sana.