Wabah penyakit mulut dan kuku yang menyerang ternak jangan sampai membuat masyarakat kehilangan selera atau berpantang daging karena anggapan keliru. Daging tetap aman dikonsumsi jika diolah dengan bersih dan matang.
Oleh
AMBROSIUS HARTO MANUMOYOSO
·4 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Wabah penyakit mulut dan kuku yang menyerang sebagian ternak di 12 kabupaten/kota di Jawa Timur berpotensi mengusik selera masyarakat mengonsumsi daging. Sosialisasi perlu digencarkan agar wabah tidak mengganggu pola konsumsi masyarakat dari daging sebagai sumber protein dan lemak hewani.
Wabah dilaporkan terjadi di Gresik (28 April 2022), Lamongan, Sidoarjo (1 Mei 2022), dan Kabupaten Mojokerto (3 Mei 2022). Wabah kemudian meluas ke Kabupaten Probolinggo, Lumajang, dan Kabupaten Malang. Bahkan, serangan juga diduga menjangkiti sebagian populasi ternak di Surabaya, Jombang, Jember, dan Kabupaten Pasuruan.
Serangan wabah telah berlangsung setidaknya dua pekan. Penanganan wabah, menurut Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga, Surabaya, Mirni Lamid, mungkin memakan waktu berrtahun-tahun seperti penanggulangan pandemi Covid-19. Serangan wabah PMK memberikan pukulan ganda bagi Jatim dan Indonesia yang sejatinya sejak 1986 telah bebas dari pagebluk ternak tersebut.
Kalangan masyarakat sebagian di antaranya tidak merasa panik dan cemas. Namun, sebagian mulai mempertanyakan keamanan mengonsumsi olahan daging sapi, kerbau, kambing, domba, atau babi di wilayah wabah.
Kementerian Kesehatan dan Kementerian Pertanian telah menyatakan, PMK tidak menular ke manusia. Pakar kesehatan hewan dan dokter hewan dari Unair menguatkan itu dan menyatakan daging ternak, bahkan yang terkena PMK, masih aman jika dikonsumsi, tetapi harus diolah dengan bersih dan dimasak sampai matang.
Sampai dengan Jumat (13/5/2022), di Surabaya, Mojokerto, dan Jombang, wabah PMK belum sampai tahap memukul usaha kuliner bakso, soto, sop, sate, gule, kare, ataupun rujak cingur yang memakai daging dan atau organ ternak
”Setahu saya, dari membaca berita, daging ternak yang kena PMK katanya, sih, aman. Saya belum kehilangan selera karena makanan dari daging sapi tetap jadi kesukaan,” kata Hartono, warga dan pelanggan kedai sop iga bakar di Jalan Kutai, Surabaya.
Hendri Sudikto, pengelola Depot Rujak Cingur dan Sop Buntut Genteng Durasim yang legendaris itu, mengatakan, belum ada pukulan langsung terhadap usahanya akibat wabah PMK. Diharapkan konsumen tidak panik atau gegabah menyikapi wabah misalnya dengan mendadak pantang mengonsumsi daging.
”Sosialisasi menjadi penting bahwa daging jika diolah dengan benar dan matang tetap aman dikonsumsi,” kata Hendri.
Sebelumnya, menurut Ketua Tim PMK Unair Prof Fedik Abdul Rantam, daging dan organ ternak yang terjangkit sebenarnya aman untuk dikonsumsi, tetapi sebelum diolah harus dicuci bersih dan diolah sampai matang. Selain daging, kalangan masyarakat juga mengonsumsi organ dalam atau jeroan, misalnya usus, paru, hati, dan lidah. ”Tidak apa-apa dimasak kemudian diedarkan, tidak masalah, aman untuk manusia,” ujarnya.
Sosialisasi menjadi penting bahwa daging jika diolah dengan benar dan matang tetap aman dikonsumsi.
Fedik melanjutkan, sejak 1986, Indonesia sudah bebas dari wabah PMK dan diakui oleh organisasi Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (OIE) pada 1990. Setelah 32-36 tahun bebas PMK, wabah muncul lagi dan diawali dari Jatim. PMK muncul lagi kemungkinan bukan karena impor daging, melainkan dalam bentuk ternak hidup apalagi jika ditempuh secara ilegal yang lolos dari pengawasan.
Menurut Ketua Paguyuban Pedagang Sapi dan Daging Segar (PPDS) Jatim Muthowif, impor ternak dari daerah belum bebas PMK meningkatkan risiko kembalinya wabah. Jika misalnya diasumsikan penyakit tidak dibawa oleh sapi atau kerbau atau kuda dari negeri lain, maka ternak jenis lainnya, yakni domba, kambing, atau babi membawa virus PMK dan menulari populasi dalam peternakan.
”Perlu pembenahan total dalam tata niaga dan lalu lintas ternak mengingat penanganan wabah PMK bisa bertahun-tahun dan menguras biaya,” kata Muthowif.
Isa Anshori, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Daging dan Hewan Ternak (Aspednak) Indonesia, dalam keterangan tertulis menyatakan, wabah berdampak ekonomi dan sosial. Meski wabah PMK bukan kategori zoonosis atau virus berpindah dari hewan ke manusia, tetapi masyarakat umum perlu diberi pemahaman dan informasi yang detail dan akurat sehingga tidak cemas apalagi panik.
”Upaya pemenuhan kebutuhan daging dan hewan ternak yang sehat dan aman tetap perlu dilakukan misalnya dari daerah yang benar-benar tidak terjangkit,” kata Isa. Aparatur jangan mengunci lalu lintas ternak secara buta karena upaya pemenuhan turut membantu para pengusaha ternak di daerah asal dan tujuan bertahan.
Isa melanjutkan, upaya pemerintah membentuk Gugus Tugas Penanganan Wabah PMK sesuai Keputusan Menteri Pertanian patut didukung dan diapresiasi. Gugus diminta terus memperhatikan mitigasi hambatan dalam perdagangan, memberi alternatif sumber pendapatan, memfasilitasi sarana dan prasarana biosecurity, dan memperkuat kewaspadaan unit usaha pengolahan dan pemasaran. “Jangan terkesan gebyah uyah dengan menghentikan seluruh aktivitas lalu lintas ternak antardaerah,” katanya.