Kebakaran Lahan Mulai Bayangi Kalteng, Antisipasi Disiapkan
Kebakaran hutan mulai membayangi Kalimantan Tengah. Selain titik panas yang mulai menyebar, titik api juga ditemukan di Kabupaten Sukamara yang menghanguskan 5 hektar lahan kering.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Kalimantan Tengah bersiap menghadapi musim kemarau. Saat ini, titik panas mulai menyebar di beberapa wilayah di Kalimantan Tengah. Bahkan, di Sukamara, lahan kering seluas 5 hektar mulai terbakar. Pemerintah pun mulai berkoordinasi untuk mengantisipasi kebakaran hutan dan lahan.
Prakirawan Stasiun Meteorologi Kota Palangkaraya, Cindy Arnelta Putri, menjelaskan, musim kemarau di Kalimantan Tengah diperkirakan dimulai pada pertengahan Mei hingga akhir Juli. Untuk wilayah Kalimantan Tengah bagian tenggara akan mengalami musim kemarau lebih dahulu daripada wilayah lainnya, lalu akan bergerak menuju wilayah Kalimantan Tengah bagian utara dan barat.
Wilayah Kalimantan Tengah bagian tenggara meliputi Kabupaten Sukamara, sebagian wilayah Kabupaten Kotawaringin Barat, Seruyan, dan sebagian wilayah Kabupaten Lamandau. Sukamara menjadi perhatian karena memiliki banyak kawasan gambut.
”Untuk tahun ini diperkirakan sifat musim kemarau akan normal dan puncak kemarau bakal terjadi pada Agustus,” ungkap Cindy di Palangkaraya, Rabu (11/5/2022).
Cindy menambahkan, pihaknya terus berkoordinasi dan memberikan sosialisasi kepada masyarakat melalui perangkat media untuk bersiap mengantisipasi dampak dari musim kemarau, salah satunya kebakaran hutan dan lahan.
Cindy menjelaskan, di Kabupaten Sukamara terdapat titik panas dengan kategori medium 30-79 persen. Titik panas serupa juga mulai muncul di beberapa wilayah lainnya.
Dari laporan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sukamara, kebakaran melanda lahan kering di Desa Sungai Cabang Barat, Kecamatan Pantai Luci, Minggu (8/5/2022). Api mulai terdeteksi pada Minggu siang sekitar pukul 14.00 WIB.
Petugas gabungan langsung mendekati lokasi dan memadamkan api. Namun, saat petugas berada di lokasi api sudah menyebar hingga luas lahan yang terbakar lebih kurang mencapai 5 hektar atau lima kali ukuran lapangan sepak bola internasional.
Kepala BPBD Kabupaten Sukamara Agus Mulyanto menjelaskan, lahan yang terbakar bukan merupakan lahan gambut sehingga petugas cukup mudah memadamkan api. Tidak ada korban jiwa dalam peristiwa tersebut.
Pihak BPBD, lanjut Agus, bersama aparat keamanan hingga kini masih mencari tahu penyebab terjadinya kebakaran itu. Menurut dia, di wilayah Kabupaten Sukamara dalam beberapa hari tidak turun hujan yang membuat kondisi tanah dan semak belukar menjadi kering dan mudah terbakar.
Apel siaga
Di Kabupaten Pulang Pisau, pemerintah daerah menggelar Rapat Persiapan Apel Siaga Kebakaran Hutan dan Lahan lintas instansi dan lembaga untuk mengantisipasi kebakaran hutan dan lahan. Kegiatan itu bakal dilaksanakan pada Jumat (13/5/2022) nanti.
Jadi, penanganan dan antisipasi kebakaran lahan itu menggunakan pendekatan kluster, dengan memperkuat masyarakat karena mereka terlibat penuh dalam mengantisipasi, juga penanganan kebakaran lahan.
Kabupaten Pulang Pisau, pada 2015 dan 2019, menjadi salah satu wilayah terdampak kebakaran lahan paling buruk di Kalteng. Apalagi 59,40 persen kawasan di Pulang Pisau merupakan lahan gambut. Banyak perhatian dari berbagai lembaga ke wilayah tersebut, salah satunya Kemitraan Indonesia yang selama ini mendampingi desa-desa siaga api.
Deputi Kluster Pulang Pisau Kemitraan Indonesia Andi Kiky menjelaskan, pihaknya bersama pemerintah daerah sedang melaksanakan program Strengthening Indonesia Capacity for Anticipatory Peat Fire Management (SIAP-IFM). Dari program itu, pihaknya membuat kajian risiko bencana bersama BPBD Pulang Pisau tahun 2019. Dari total delapan kecamatan, enam di antaranya memiliki risiko bencana kebakaran lahan yang cukup tinggi di lahan gambut, seperti Kecamatan Kahayan Kuala, Pandih Batu, Maliku, Sebangau Kuala, Kahayan Hilir, dan Kecamatan Jabiren.
”Jadi, penanganan dan antisipasi kebakaran lahan itu menggunakan pendekatan kluster, dengan memperkuat masyarakat karena mereka terlibat penuh dalam mengantisipasi, juga penanganan kebakaran lahan,” ungkap Andi.
Andi menambahkan, pendekatan kluster yang sudah berjalan selama ini berhasil melakukan pendampingan terhadap 45 desa untuk mengintegrasikan pencegahan kebakaran lahan secara terpadu. Salah satunya dengan membuat alokasi anggaran melalui APBDes. Hingga periode September 2020, terdapat setidaknya Rp 250 juta dana desa yang dialokasikan untuk kegiatan penanganan, antisipasi, hingga perlengkapan, juga sarana menghadapi kebakaran hutan dan lahan.
”Ada juga program pemberdayaan masyarakat melalui revitalisasi ekonomi, dengan begini kami berharap kebakaran bisa dikurangi, bahkan dihilangkan,” ungkap Andi.