Hasil pemantauan satelit menunjukkan, sejak Januari 2022 hingga saat ini sudah terdapat 221 titik panas penyebab kebakaran hutan dan lahan yang muncul di sejumlah wilayah. Sejumlah upaya pencegahan telah dilakukan.
Oleh
PRADIPTA PANDU MUSTIKA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan terus meningkatkan upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan atau karhutla meski secara umum tahun ini akan terjadi iklim dengan pola netral. Hasil pemantauan satelit menunjukkan sejak Januari 2022 hingga saat ini sudah terpantau 221 titik panas yang muncul di sejumlah wilayah.
Direktur Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Basar Manullang menyampaikan, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memperkirakan pada 2022 secara umum akan terjadi iklim dengan pola netral. Hal ini membuat beberapa daerah mengalami curah hujan menengah-tinggi.
”Prakiraan kondisi ini tidak membuat lengah, tetapi meningkatkan upaya pencegahan. Saat ini hujan berkurang dan mulai kering di sebagian wilayah Sumatera. Kemungkinan Mei hingga Juni 2022, provinsi lainnya akan mulai kering juga,” ujarnya di Jakarta, Selasa (10/5/2022).
Menurut Basar, penurunan potensi hujan ini akan menyebabkan peningkatan kerawanan karhutla sehingga perlu diperkuat kesiapsiagaan para pihak terkait untuk mengantisipasi hal ini. Peran serta masyarakat terutama di tingkat tapak juga dinilai sangat menentukan upaya-upaya pencegahan karhutla ke depan.
Berdasarkan pemantauan satelit Terra/Aqua dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dengan tingkat kepercayaan tinggi (confident level high), sejak 1 Januari-9 Mei 2022 terdapat 221 titik panas. Jumlah ini lebih sedikit dibandingkan tahun 2021 pada periode yang sama, yakni sebanyak 228 titik atau terjadi penurunan 7 titik (3,07 persen).
Basar menyebut bahwa penurunan jumlah titik panas tersebut tidak terlepas dari upaya-upaya pengendalian karhutla oleh para pihak di lapangan. Saat ini juga masih terus dilakukan upaya pencegahan guna mengantisipasi karhutla yang semakin membesar.
Upaya pertama yang dilakukan adalah memperbanyak operasi teknologi modifikasi cuaca (TMC), khususnya di wilayah Riau. Total bahan semai garam dapur (NaCl) yang disebar sejak 14-28 April 2022 sebanyak 12.000 kilogram dengan volume air hujan yang dihasilkan mencapai 56,5 juta meter kubik.
Upaya kedua yang dilakukan adalah melaksanakan pemadaman dengan cara water bombing dan patroli udara. Dalam melaksanakan kegiatan ini, KLHK telah menyiagakan helikopter Bell 412-EPatau pesawat di Riau. Saat patroli udara pada akhir April lalu oleh tim Satuan Tugas (Satgas) Karhutla, masih ditemukan titik api dan sebaran asap bekas kebakaran.
Selain itu, Satgas Karhutla yang terdiri dari Manggala Agni, Babinsa, Bhabinkamtibmas, dan Masyarakat Peduli Api juga terus menggencarkan patroli terpadu dan patroli mandiri setiap hari. Saat ini, patroli terpadu telah dilaksanakan di lima desa rawan karhutla di Riau.
Sementara upaya pencegahan karhutla dari pusat adalah melakukan pemantauan melalui laman Sipongi.menlhk.go.id. Pemantauan juga dilakukan melalui satelit yang nantinya akan ditindaklanjuti dengan cek lapangan (groundcheck) atau pemadaman.
”Saat ini pengendalian karhutla berfokus pada beberapa daerah rawan, terutama di wilayah Sumatera dan Kalimantan. Pada masa kemarau atau dengan kondisi jarang terjadi hujan, wilayah-wilayah yang memiliki kawasan gambut akan menjadi perhatian bersama untuk langkah antisipasi,” tutur Basar.
Presiden Joko Widodo saat memimpin sidang kabinet paripurna di Istana Negara, Jakarta, Senin (9/5), juga menyinggung terkait kewaspadaan semua pihak dalam menghadapi karhutla di musim kemarau. ”Hati-hati mengenai musim kemarau dan hati-hati mengenai kebakaran hutan dan lahan,” ujarnya.
Potensi lebih besar
Pelaksana tugas (Plt) Deputi Klimatologi BMKG Urip Haryoko dalam konferensi pers beberapa waktu lalu menyatakan bahwa tahun ini musim kemarau diperkirakan dominan bersifat normal, bahkan sebagian kecil berada di bawah normal.Kondisi ini membuat potensi karhutla pada 2022 lebih besar dibandingkan dengan tahun 2021 yang cenderung basah.
”Dari pemantauan, titik panas sudah terdeteksi di wilayah Aceh, Riau, Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Kepulauan Bangka Belitung, dan Kalimantan Barat. Jadi, jika melihat kecenderungan musim kemarau tahun ini, kita perlu waspada potensi karhutla,” katanya.
Berdasarkan analisis BMKG, awal musim kemarau di sebagian besar wilayah Indonesia diperkirakan terjadi pada April, Mei, dan Juni 2022, yaitu sebanyak 261 zona musim (ZOM) atau 76,3 persen dari total 342 ZOM. Adapun puncak musim kemarau 2022 di sebagian besar wilayah ZOM diperkirakan terjadi pada Agustus.