Satu Lagi Makam Korban Kerangkeng Langkat Dibongkar Polisi
Polda Sumut membongkar satu lagi makam korban penyiksaan hingga meninggal, di Desa Lau Lugur, Langkat. Sudah tiga makam yang dibongkar untuk mengungkap kasus penyiksaan dan perdagangan orang di kerangkeng manusia Langkat
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
STABAT, KOMPAS — Kepolisian Daerah Sumatera Utara membongkar satu lagi makam yang diduga korban penyiksaan hingga meninggal, di Desa Lau Lugur, Kecamatan Salapian, Kabupaten Langkat. Sudah tiga makam yang dibongkar untuk mengungkap kasus penyiksaan dan perdagangan orang di kerangkeng manusia rumah Bupati Langkat nonkatif Terbit Rencana Perangin-Angin itu.
”Hari ini kembali dibongkar lagi satu makam yang diduga korban penyiksaan hingga meninggal. Ini untuk melihat konstruksi kasus secara lebih utuh,” kata Kepala Bidang Humas Polda Sumut Komisaris Besar Hadi Wahyudi, Kamis (14/4/2022).
Hadi mengatakan, pembongkaran makam atau ekshumasi dilakukan penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Sumut bersama Pusat Laboratorium Forensik. Tim pun langsung melakukan otopsi di tempat pemakaman umum itu. Hasil dari otopsi itu pun masih diproses tim kepolisian.
Makam yang dibongkar atas nama Dodi Santoso yang merupakan warga Desa Lau Lugur. Ia dimasukkan oleh keluarganya ke panti rehabilitasi ilegal di area rumah mewah milik Terbit di Desa Raja Tengah, Kecamatan Kuala, Februari 2018. ”Korban meninggal setelah satu bulan menghuni kerangkeng di panti rehab itu,” kata Hadi.
Kepada keluarga, pengurus panti rehabilitasi menyebut Dodi meninggal karena sakit. Mereka pun tidak menuntut karena sejak awal masuk ke panti rehab keluarga menandatangani surat perjanjian tidak menuntut apabila penghuni panti meninggal.
Hadi menegaskan, meskipun ada perjanjian seharusnya masyarakat tidak khawatir. Pelaku tindak pidana tidak bisa berlindung di balik perjanjian. Ia pun meminta agar masyarakat lainnya melapor ke Polda Sumut atau kepolisian setempat apabila ada keluarganya yang meninggal sewaktu menghuni panti rehab ilegal itu.
Hadi menyebutkan, ekshumasi terhadap Dodi dilakukan setelah berkoordinasi dengan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban. Mereka mencocokkan temuan-temuan hasil penyelidikan masing-masing. Awalnya, penyidik Polda Sumut sudah menemukan tiga korban meninggal karena penyiksaan.
Kami mengapresiasi Polda Sumut yang telah menetapkan TRP (Terbit) menjadi tersangka dan menahan delapan tersangka lainnya
Polisi pun sudah membongkar dua makam korban pada Februari, yakni Abdul Sidik Isnur (39), warga Kelurahan Sawit Seberang, Kecamatan Sawit Seberang, serta Sarianto Ginting (35) warga Desa Purwobinangun, Kecamatan Sei Bingei. Sarianto meninggal tiga hari setelah masuk panti rehabilitasi pada Juni 2021.
Sementara, Abdul meninggal tujuh hari setelah masuk panti rehab pada Februari 2019. Penyidik pun menyimpulkan keduanya meninggal karena penganiayaan. Sementara, satu korban lagi meninggal tahun 2015 dengan inisial U tidak dibongkar makamnya karena keluarga tidak mengizinkan.
Penyelidikan dugaan penganiayaan hingga meninggal dan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dilakukan Polda Sumut setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan dua ruangan mirip penjara saat menggeledah rumah Terbit, Rabu (19/1/2022). Saat ditemukan, ruangan itu dihuni 57 orang. Sedikitnya 656 orang tercatat pernah menghuni panti rehabilitasi narkoba ilegal itu sejak tahun 2010.
Setelah melakukan penyelidikan hampir tiga bulan, penyidik Polda Sumut menetapkan Terbit sebagai tersangka TPPO dan penganiayaan hingga meninggal. Delapan lainnya sebelumnya telah ditetapkan menjadi tersangka dan telah ditahan penyidik, yakni HS, IS, TS, RG, JS, SP, HG, dan DP, yang merupakan anak Terbit.
Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM Mohammad Choirul Anam mengatakan, dalam kesimpulan hasil penyelidikan, Komnas HAM telah memaparkan ada tiga korban meninggal karena penyiksaan. Mereka pun kemudian menemukan tiga korban lainnya yang diduga meninggal juga karena penyiksaan.
”Kami mengapresiasi Polda Sumut yang telah menetapkan TRP (Terbit) menjadi tersangka dan menahan delapan tersangka lainnya,” kata Anam.
Pengacara delapan tersangka, Sangat Surbakti, mengatakan, mereka akan menghadapi kasus tersebut di persidangan. Ia pun tidak memberikan tanggapan tentang penyidikan kasus itu.