Bupati Langkat Nonaktif Tersangka Perdagangan Orang dan Penganiayaan hingga Tewas
Polda Sumut akhirnya menetapkan Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana sebagai tersangka dalam kasus perdagangan orang dan penganiayaan orang hingga meninggal. Ia dijerat pasal berlapis atas keterlibatannya.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
MEDAN, KOMPAS — Kepolisian Daerah Sumatera Utara akhirnya menetapkan Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin-Angin sebagai tersangka dalam kasus perdagangan orang dan penganiayaan orang hingga meninggal. Ia dijerat pasal berlapis atas keterlibatan dalam penyiksaan di kerangkeng panti rehabilitasi narkoba ilegal di area rumahnya.
”Penyidik sudah melakukan gelar perkara dan menetapkan saudara TRP (Terbit) sebagai tersangka selaku orang atau pihak yang memiliki tempat dan bertanggung jawab terhadap tempat tersebut,” kata Kepala Polda Sumut Inspektur Jenderal RZ Panca Putra Simanjuntak di Medan, Selasa (5/4/2022).
Panca mengatakan, penyidik menerapkan pasal berlapis terhadap Terbit. Delapan tersangka sebelumnya hanya diterapkan pasal tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dengan penyiksaan hingga meninggal sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO.
Khusus kepada Terbit, penyidik menerapkan pasal penganiayaan hingga meninggal dunia sebagaimana diatur dalam Pasal 333, 351, 352, dan 353 Kitab Undang-undang Hukum Pidana. ”Jadi tidak usah ragu. Ini pasti akan terus berproses melengkapi semua alat bukti dan fakta hukum yang ada,” kata Panca.
Dengan penetapan Terbit sebagai tersangka, kata Panca, total sudah sembilan orang yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus itu. Delapan orang lainnya yakni HS, IS, TS, RG, JS, SP, HG, dan DP. DP merupakan anak Terbit.
Panca mengatakan, penyidik masih terus bekerja dan tidak menutup kemungkinan adanya penetapan tersangka terhadap pelaku lain. Istri Terbit, Tiorita Surbakti, dan adiknya, Sribana Perangin-Angin, yang juga Ketua DPRD Kabupaten Langkat, sudah diperiksa sebagai saksi.
Penyelidikan dugaan TPPO itu dilakukan Polda Sumut setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan dua ruangan mirip penjara saat menggeledah rumah Terbit, Rabu (19/1/2022). Saat ditemukan, ruangan itu dihuni 57 orang. Sedikitnya 656 orang tercatat pernah menghuni panti rehabilitasi narkoba ilegal itu sejak tahun 2010.
Panca mengatakan, ia meminta penyidik agar terus berkoordinasi dengan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dalam penyidikan kasus itu. Penyidik Polda Sumut menyimpulkan, ada tiga penghuni panti yang meninggal karena penyiksaan. Mereka pun sedang mengembangkan adanya temuan dari Komnas HAM yang menyebut ada tiga orang lainnya yang juga diduga meninggal di panti rehab itu.
Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM Mohammad Choirul Anam mengatakan, mereka mengapresiasi penetapan tersangka terhadap Terbit yang dilakukan oleh Polda Sumut. ”Penetapan ini harus dikawal sampai di level pengadilan agar korban mendapat keadilan maksimal,” katanya.
Dia menambahkan, mereka juga mendorong agar pelaku dituntut memberikan restitusi terhadap korban perdagangan orang sebagaimana diatur dalam UU No 21/2007. Pemberian ganti rugi itu merupakan bentuk keadilan kepada korban yang mengalami penderitaan psikis, mental, dan fisik atas penyiksaan tersebut.
Komnas HAM juga mengapresiasi penerapan pasal berlapis kepada Terbit. Hal ini karena perannya sangat sentral dalam tindak pidana perdagangan orang dan penganiayaan orang hingga meninggal.
Pengacara delapan tersangka sebelumnya, Sangat Surbakti, mengatakan, ia tidak bisa memberikan tanggapan terhadap penetapan tersangka terhadap Terbit karena bukan pengacaranya. Terhadap penetapan delapan tersangka sebelumnya, ia menyebut akan menghadapi di persidangan. Menurut dia, ada beberapa unsur yang tidak terpenuhi dalam penerapan pasal TPPO tersebut, khususnya unsur perekrutan yang menurut dia tidak terbukti.