Presiden Jokowi Kunjungi Cirebon, Sederet Masalah Warga Menanti Diselesaikan
Presiden Joko Widodo dijadwalkan berkunjung ke Cirebon, Jawa Barat, hari ini, Rabu (13/4/2022). Masyarakat berharap kedatangan Presiden dapat menyelesaikan persoalan kenaikan harga minyak goreng dan bahan bakar minyak.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·4 menit baca
CIREBON, KOMPAS — Presiden Joko Widodo dijadwalkan berkunjung ke Cirebon, Jawa Barat, hari ini, Rabu (13/4/2022). Menurut rencana, Presiden bakal memberi bantuan langsung tunai minyak goreng dan menemui nelayan. Sederet masalah warga, seperti kenaikan harga minyak goreng hingga bahan bakar minyak, pun menanti untuk diselesaikan.
Berdasarkan informasi yang dihimpun Kompas, Presiden Jokowi bakal mendarat di Bandara Cakrabhuwana, Kota Cirebon, Rabu pagi. Setelah itu, Presiden dan rombongan mengunjungi dua pasar tradisional di Cirebon untuk menyalurkan bantuan langsung tunai (BLT) minyak goreng. Jokowi juga dikabarkan memantau kegiatan padat karya dan bertemu nelayan.
Sehari sebelum kedatangan Presiden, Selasa (12/4) sore, rombongan mobil bertuliskan Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres ) tampak melintas di Jalan Kanggraksan dan Jalan Ahmad Yani. Sejumlah aparat juga berjaga di dua pasar yang jadi lokasi kegiatan. Menurut rencana, Presiden di Cirebon pukul 08.30 hingga 11.00.
Kehadiran Presiden Jokowi di Cirebon merupakan kali kedua selama pandemi Covid-19 sejak 2020. Sebelumnya, pada 31 Agustus 2021, mantan Gubernur DKI Jakarta ini meninjau vaksinasi dari pintu ke pintu di Kampung Pengampaan, Kota Cirebon. Presiden juga mengecek vaksinasi di SMA Negeri 1 Beber, Kabupaten Cirebon.
Di tengah rencana lawatan orang nomor satu di Indonesia ini, mahasiswa dan sekelompok masyarakat menggelar unjuk rasa dua hari berturut-turut. Pada Senin (11/4), sekitar 500 orang yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa dan Masyarakat Cirebon Menggugat menggelar aksi di depan Kantor DPRD Kota Cirebon.
Demonstrasi yang berlangsung sekitar empat jam itu diwarnai saling dorong antara polisi dan mahasiswa. Jalan Siliwangi, sejumlah toko, dan bank pun tutup untuk sementara. Massa menuntut DPRD setempat menolak penundaan Pemilu 2024 dan penambahan periode presiden. Mereka juga menyuarakan masalah kenaikan harga minyak goreng.
Pada Selasa, giliran organisasi Cipayung Plus Cirebon yang berkisar 100 orang berunjuk rasa. Selain menolak penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan Jokowi, massa aksi juga menuntut tidak ada kenaikan harga BBM, bahan pangan, serta Pajak Pertambahan Nilai. DPRD setempat berjanji menyampaikan aspirasi itu ke pusat.
”Aspirasi ini wajib untuk diakomodir (akomodasi) karena memang itu bagian dari aspirasi kita juga. Karena sebenarnya, kita juga berharap sama. Tidak ada kenaikan BBM, tidak ada (kenaikan) PPN, dan harga bahan pokok tidak naik. Penundaan pemilu juga kita tidak setuju,” kata Ketua DPRD Kota Cirebon Affiati.
Affiati sebenarnya ingin menyampaikan berbagai aspirasi mahasiswa itu kepada Presiden Jokowi yang berkunjung ke Cirebon. Akan tetapi, pihaknya belum menerima surat undangan acara Presiden. ”Mungkin, dari berita ini beliau (Presiden) bisa tahu. Saya yakin, beliau sudah tahu aspirasi masyarakat, tidak hanya di Cirebon,” ujarnya.
Beberapa pekan sebelum mahasiswa berunjuk rasa, sejumlah kelompok masyarakat di Cirebon telah menyuarakan keluhannya. Sopir angkutan kota, misalnya, menyoroti kelangkaan BBM pertalite di sejumlah stasiun pengisian bahan bakar untuk umum setelah harga pertamax naik dari Rp 9.200 per liter menjadi Rp 12.500-Rp 13.000 per liter, Jumat (1/4).
Bagi Samid (52), sopir angkot trayek D3, kelangkaan pertalite sama saja menghentikan roda perekonomiannya. Dengan kebutuhan 23 liter pertalite per hari, ia menghabiskan uang Rp 175.950 karena harga pertalite Rp 7.650 per liter. Jika memakai pertamax seharga Rp 12.500–Rp 13.000 per liter, pengeluarannya bakal melonjak menjadi Rp 287.500.
Warga dan jerikennya sudah mengantre sejak subuh demi minyak goreng harga Rp 15.500 per kilogram.
”Kalau ongkos BBM saja begitu, untuk setoran Rp 50.000 saja enggak dapat. Apalagi, bawa uang ke rumah,” ucapnya. Apalagi, pandemi Covid-19 belum memulihkan pendapatannya, yang kini berkisar Rp 30.000-Rp 50.000 per hari dari pagi sampai sore. Sebelum itu, ia bisa meraup sekitar Rp 100.000 per hari.
Kesulitan mendapatkan minyak goreng curah juga terekam di Cirebon beberapa minggu terakhir. Di Jalan Pangeran Drajat, misalnya, warga dan jerikennya sudah mengantre sejak subuh demi minyak goreng seharga Rp 15.500 per kilogram. ”Bahkan, ada yang datang dari malam,” ucap Entin (55), warga Kanggraksan yang turut menunggu minyak.
Minyak goreng itu bukan untuknya, melainkan milik orang lain. Perempuan paruh baya ini hanya bertugas mengantre dengan upah Rp 30.000 per dua jeriken. ”Kemarin saya dari jam 5 subuh sampai jam 5 sore. Cuma dapat sepasang jeriken (36 liter), dikasih Rp 30.000. Lumayan, bisa untuk sahur dan buka puasa,” ujar ibu empat anak ini.
Selain masalah harga minyak goreng dan BBM, masyarakat nelayan di Cirebon juga khawatir dengan rencana pemerintah menetapkan kuota dan lokasi penangkapan ikan. ”Kami diminta membatasi alat tangkap bubu 300 unit per kapal. Padahal, kalau enggak musim, 1.500 bubu saja dapatnya cuma 10 ekor rajungan,” kata Ketua Serikat Nelayan Indonesia Cirebon Ribut Bachtiar.
Bubu merupakan alat tangkap rajungan yang ramah lingkungan. Ironisnya, nelayan diminta membatasi jumlah bubu, sedangkan alat tangkap tidak ramah lingkungan jamak ditemui. Pihaknya juga mempertanyakan rencana pemerintah menetapkan penangkapan terukur dengan pembagian zona dan pemberian kontrak untuk korporasi perikanan, termasuk asing.
Nelayan, sopir angkot, hingga ketua DPRD Kota Cirebon berharap, keluhan masyarakat tersebut bisa didengar dan diatasi oleh Presiden Jokowi. Dengan begitu, kehadiran Presiden ke Cirebon untuk kesekian kalinya memberi harapan masyarakat kecil yang bergulat dengan berbagai masalah.