Sulit Dapat Pertalite, Sopir Angkot di Kota Cirebon Menjerit
Sopir angkot di Kota Cirebon, Jawa Barat, mengeluhkan sulitnya mendapatkan pertalite di sejumlah SPBU. Mereka berharap bahan bakar minyak itu tersedia dan harganya tidak naik.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
CIREBON, KOMPAS — Pascakenaikan harga bahan bakar minyak nonsubsidi jenis pertamax, sejumlah stasiun pengisian bahan bakar untuk umum atau SPBU di Kota Cirebon, Jawa Barat, kehabisan pertalite. Kondisi ini berdampak pada angkutan kota yang selama ini bergantung pada bahan bakar bersubsidi itu.
SPBU Perjuangan dan Bima pada Selasa (5/4/2022) sekitar pukul 14.00, misalnya, tidak melayani pengisian pertalite untuk sementara. Tampak pengumuman di kertas bertuliskan ”pertalite BBM sedang dalam pengiriman”.
Sejumlah pengendara sepeda motor dan angkot langsung melaju ketika mengetahui pertalite kosong. Pengendara lainnya tetap mengisi BBM di jalur pertamax. ”Tadi ke SPBU di Sunyaragi juga kosong. Kalau beli pertamax, enggak ketemu (untung),” kata Samid (52), sopir angkot trayek D3.
Dia mencontohkan, dengan kebutuhan 23 liter pertalite per hari, ia menghabiskan uang Rp 175.950 karena harga pertalite Rp 7.650 per liter. Jika memakai pertamax seharga Rp 12.500–Rp 13.000 per liter, pengeluarannya bakal melonjak menjadi setidaknya Rp 287.500.
”Kalau ongkos BBM saja begitu, untuk setoran Rp 50.000 saja enggak dapat, apalagi bawa uang ke rumah,” ungkapnya. Di sisi lain, pendapatan angkot juga belum normal karena pandemi Covid-19. Pelajar yang menjadi penumpang angkot, misalnya, belum semuanya aktif sekolah dan kuliah.
Samid menuturkan, penghasilannya kini berkisar Rp 30.000–Rp 50.000 per hari dari pagi sampai sore. Sebelum pandemi, ia bisa meraup sekitar Rp 100.000 per hari. Kelangkaan pertalite memperburuk keadaan. ”Balik (pulang) sajalah. Pusing nyari bensinnya, enggak ada,” katanya.
Sulitnya mencari pertalite, lanjutnya, terjadi sejak PT Pertamina menaikkan harga pertamax dari Rp 9.200 per liter menjadi Rp 12.500-Rp 13.000 per liter, Jumat (1/4/2022). Samid berharap, pemerintah menjamin ketersediaan pertalite dan tidak menaikkan harga BBM tersebut.
Abdul Rohim (59), sopir angkutan kota trayek D2, juga mengeluhkan kelangkaan pertalite di beberapa SPBU. Bahkan, ketika harga pertamax melonjak, ia sampai mencari pertalite di tiga SPBU. ”(Pertalite) ini kayak permainan. Kadang pagi ada, sore enggak ada, atau sebaliknya,” ujarnya.
Situasi itu, katanya, membuat sopir angkot menjerit. Terlebih lagi, ongkos angkot masih berkisar Rp 5.000 per penumpang. Bahkan, untuk pelajar hanya Rp 3.000 per orang. Di tengah persaingan dengan ojek daring, pihaknya sulit menaikkan biaya untuk penumpang.
Ade Kirna, Sub-pengawas SPBU Perjuangan, memastikan tidak ada pengurangan pertalite. ”Tapi, pengirimannya saja yang sedikit telat. Biasanya, tangki isi pertalite sudah datang sebelum pukul 12 siang atau rit pertama. Sekarang, datangnya rit kedua, sekitar pukul 3 sore,” katanya.
Sebelumnya, Penjabat Sementara Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga Irto Ginting mengatakan, terdapat peningkatan konsumsi pertalite awal April ini. Namun, pihaknya belum dapat memastikan peningkatan itu dari konsumen pertamax yang beralih ke pertalite. Pihaknya juga membantah isu pembatasan pertalite (Kompas, 5/4/2022).