Harga Pertamax Naik, Antisipasi Migrasi ke Pertalite
Pertamina resmi menaikkan harga pertamax per 1 April 2022. Sebagian penggunanya diperkirakan beralih ke pertalite yang harganya lebih murah. Namun, peralihan dinilai perlu diantisipasi agar tidak justru memicu gejolak.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — PT Pertamina (Persero) resmi menaikkan harga bahan bakar minyak atau BBM nonsubsidi jenis pertamax dari Rp 9.200 per liter menjadi Rp 12.500-Rp 13.000 per liter mulai Jumat (1/4/2022) pukul 00.00. Kendati porsi konsumsi pertamax hanya sekitar 14 persen, peralihan ke pertalite yang porsi konsumsinya 78 persen dinilai tetap perlu diantisipasi. Namun, Pertamina menjamin pasokannya aman.
Langkah penyesuaian harga itu didasarkan pada Keputusan Menteri Energi Sumber Daya Mineral Nomor 62 K/12/MEM/2020 tentang Formula Harga Dasar Dalam Perhitungan Harga Jual Eceran Jenis Bahan Bakar Minyak Umum Jenis Bensin dan Minyak Solar yang Disalurkan melalui Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum.
Penyesuaian harga BBM jenis pertamax ditempuh di tengah lonjakan harga minyak dunia yang naik hingga di atas 100 dollar Amerika Serikat (AS) per barel. Situasi itu mendorong kenaikan harga minyak mentah Indonesia (ICP). Pertamina mencatat per 24 Maret 2022, ICP mencapai 114,55 dollar AS per barel atau melonjak 56 persen dibandingkan ICP Desember 2021.
Kendati telah dinaikkan, harga baru pertamax (RON 92) yang berkisar Rp 12.500-Rp 12.550 per liter dinilai masih di bawah harga keekonomiannya. Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan batas atas harga jual BBM umum RON 92 pada Maret 2022 ialah Rp 14.526 per liter. Namun, dengan mempertimbangkan harga minyak pada Maret yang jauh lebih tinggi dibandingkan Februari, harga keekonomian RON 92 diperkirakan bisa mencapai Rp 16.000 per liter pada April 2022.
Pejabat sementara Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga Irto Ginting, saat dihubungi Jumat (1/4/2022), menyebutkan, daya beli masyarakat menjadi pertimbangan mengapa harga pertamax saat ini masih ditetapkan di bawah harga keekonomiannya. Penyesuaian harga tersebut juga yang pertama dalam tiga tahun terakhir.
Mengenai potensi perpindahan harga dari pertamax ke pertalite (RON 90), Irto menilai kemungkinan itu tetap ada. ”Kalau sekarang, (tangki bensin) mobil-mobil mungkin sudah penuh (karena diisi sebelum kenaikan harga pertamax). Besok atau lusa akan menipis, lalu mungkin beralih. Namun, konsumen setia pertamax itu tak hanya lihat dari sisi harga, jadi tahu akan kebutuhan kendaraan mereka, misalnya minimal RON 91,” ujarnya.
Pihaknya mengimbau konsumen pengguna BBM nonsubsidi untuk tetap menyesuaikan spesifikasi mesin kendaraan, antara lain agar mesin lebih awet dan tarikannya lebih baik. Artinya, konsumen tidak mengejar BBM dengan harga lebih murah, tetapi tidak sesuai spesifikasi kendaraan. Komunikasi dan edukasi terkait hal itu akan terus dilakukan.
Menurut dia, Pertamina menjamin ketersediaan pertalite. Oleh karena itu, masyarakat dinilai tidak perlu khawatir akan ada kekurangan pasokan Pertalite akibat peningkatan permintaan seiring peralihan tersebut. ”Stok dan penyaluran di SPBU kami pastikan aman. Jadi, jangan khawatir. Apalagi ini sudah menjelang Ramadhan dan nanti juga akan ada mudik Lebaran. (Karena sudah diperbolehkan) mungkin akan kembali seperti tahun-tahun sebelum pandemi Covid-19, jadi pasti kami siapkan,” kata Irto.
Sebelumnya, pemerintah resmi menetapkan pertalite menjadi jenis bahan bakar khusus penugasan (JBKP) menggantikan bensin RON 88 atau premium. Hal itu tercantum dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 37.K/HK.02/MEM.M/2022 tentang Jenis Bahan Bakar Khusus Penugasan yang diteken pada 10 Maret 2022.
”Bensin RON 90 ditetapkan sebagai JBKP berdasarkan atas Kepmen ESDM No 37.K/HK.02/MEM.M/2022 tanggal 10 Maret 2022 tentang JBKP,” kata Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Tutuka Ariadji, dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR, Selasa (29/3/2022).
Pengurus Harian Lembaga Yayasan Konsumen Indonesia (YLKI) Agus Suyatno berpendapat, lantaran bukan jenis BBM disubsidi, kebijakan harga memang ada di Pertamina yang notebene BUMN dan perlu mencari keuntungan. Selain itu, kebanyakan pengguna pertamax memang pengguna kendaraan pribadi dari kelompok ekonomi menengah sehingga memang tak layak disubsidi.
Akan tetapi, melihat karakter masyarakat, potensi peralihan dari pertamax ke pertalite tetap ada. ”Ini harus diantisipasi, salah satunya dengan edukasi. Jangan sampai konsumen mencari harga murah atau keuntungan sebentar, tetapi ada kerugian jangka panjang. Sebab, setiap kendaraan sudah memiliki spesifikasi kebutuhan jenis BBM-nya,” kata Agus.
Komunikasi kepada konsumen terkait kesesuaian penggunaan jenis BBM tersebut, lanjut Agus, perlu ditingkatkan. Bukan hanya tanggung jawab 1-2 lembaga, melainkan semua pihak, termasuk industri otomotif kepada para konsumennya.
Di sisi lain, pasokan pertalite dan pertamax perlu dipastikan lancar, terlebih masyarakat sudah diperbolehkan mudik pada Lebaran tahun ini. ”Mendekati bulan Ramadhan dan hari raya akan ada pergerakan (masyarakat) secara signifikan. Maka, perlu ada jaminan pasokan dan distribusi. Jangan sampai ada antrean panjang atau kelangkaan,” ujar Agus.