Ricuh, Demonstrasi di Padang Diwarnai Lemparan Batu dan Tembakan Gas Air Mata
Unjuk rasa penolakan perpanjangan masa jabatan presiden tiga periode dan kenaikan harga BBM di depan Kantor DPRD Sumatera Barat di Kota Padang, Sumbar, diwarnai lemparan batu dan botol air mineral ke arah polisi.
Oleh
YOLA SASTRA
·4 menit baca
PADANG, KOMPAS — Unjuk rasa penolakan perpanjangan masa jabatan presiden tiga periode dan kenaikan harga bahan bakar minyak di depan Kantor DPRD Sumatera Barat di Kota Padang, Sumbar, diwarnai lemparan batu dan botol air mineral ke arah petugas kepolisian dan kantor DPRD. Aparat kepolisian membubarkan ribuan mahasiswa tersebut dengan tembakan gas air mata.
Unjuk rasa yang diikuti sekitar 2.000 mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Sumbar atas nama Aliansi BEM Sumbar itu awalnya berlangsung kondusif. Massa gelombang kedua unjuk rasa itu memadati Jalan Khatib Sulaiman di pintu timur Kantor DPRD Sumbar sejak pukul 14.00. Mereka tidak bisa masuk ke halaman kantor karena terhalang kawat berduri dan pagar.
Satu jam berunjuk rasa, perwakilan aliansi tersebut meminta agar massa diizinkan masuk ke halaman Kantor DPRD Sumbar untuk menyampaikan poin-poin tuntutan. Sebab, jika hanya ditemui di jalan atau diwakilkan, peserta demonstrasi merasa tidak puas.
Kepala Kepolisian Resor Kota Padang Komisaris Besar Imran Amir tidak mengizinkan karena sulit mengendalikan massa yang jumlahnya ribuan. Halaman kantor DPRD juga tidak memadai menampung semua peserta aksi. Namun, petugas mengakomodasi jika aliansi ingin bertemu Ketua DPRD di jalan ataupun perwakilan aliensi beraudiensi di dalam kantor.
Sekitar pukul 16.00, situasi memanas. Massa yang tidak puas karena tidak diizinkan masuk mulai mendorong-dorong pagar serta melempari polisi dan Kantor DPRD Sumbar dengan batu dan botol air mineral. Karena situasi yang semakin berbahaya, polisi akhirnya membubarkan massa dengan tembakan gas air mata.
Polisi kemudian mengumpulkan sekitar 80 peserta unjuk rasa yang dicurigai melakukan tindakan anarkistis. Walakin, para mahasiswa tersebut akhirnya diizinkan pulang. ”Mahasiswa (yang dikumpulkan) itu tidak tahu apa yang dituntut, ikut-ikutan saja,” kata Imran.
Imran menjelaskan, polisi terpaksa membubarkan unjuk rasa tersebut karena sudah tidak kondusif. Beberapa oknum melakukan tindakan anarkistis serta berupaya melukai dan merampas peralatan anggota polisi. ”Kami lihat ini sudah berubah, kegiatan menjadi tidak baik,” ujarnya.
Kami lihat ini sudah berubah, kegiatan menjadi tidak baik. (Komisaris Besar Imran Amir)
Menurut Imran, tidak ada mahasiswa yang terluka dalam kericuhan unjuk rasa itu. Adapun aparat yang sempat terkena lemparan batu dan terluka di bagian tangan saat menahan massa kondisinya masih sehat.
Ditambahkan Imran, polisi sudah mengantongi data penyusup yang berbuat rusuh pada unjuk rasa ini. Ada sekitar lima orang yang dicurigai. Polisi sedang memburu, kemudian melakukan klarifikasi atas motif mereka mengajak mahasiswa merusuh. ”Sekarang proses penyelidikan anggota,” katanya.
Tiga gelombang
Sepanjang Senin (11/4/2022) ini setidaknya ada tiga gelombang unjuk rasa di sekitar Kantor DPRD Sumbar. Selain kelompok yang berujung rusuh, ada dua kelompok lagi yang berunjuk rasa, yaitu Gerakan Masyarakat Sumbar serta sejumlah organisasi kemasyarakatan dan pemuda (OKP), berlangsung kondusif.
Gerakan Masyarakat Sumbar yang terdiri dari 1.000 lebih mahasiswa dan masyarakat ini menggelar aksi di Jalan S Parman di pintu barat Kantor DPRD Sumbar sekitar pukul 12.30 hingga pukul 14.10. Mereka bubar setelah Ketua DPRD Sumbar Supardi mengabulkan permohonan untuk membacakan dan menandatangani serta membubuhkan stempel DPRD pada kertas berisi tuntutan mereka.
”Saya selaku Ketua DPRD Sumbar bersama koalisi Gerakan Suara Rakyat yang terdiri dari berbagai elemen masyarakat dan mahasiswa secara tegas menyatakan sikap, pertama, menuntut Presiden RI menolak tegas dan lugas penundaan Pemilu 2024 serta perpanjangan masa jabatan presiden menjadi tiga periode,” kata Supardi.
Tuntutan lainnya adalah pemerintah diminta menstabilkan harga dan ketersediaan bahan pokok serta menurunkan kembali harga bahan bakar minyak (BBM). Mendesak pemerintah Indonesia untuk menunda dan mengkaji kembali UU Ibu Kota Negara (IKN) dan dampak yang ditimbulkan akibat pemindahan ibu kota negara. Kemudian, menuntut pemerintah pusat membatalkan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 11 persen.
Selain itu, juga menolak proyek strategis nasional yang mengabaikan hak rakyat, menolak keberadaan dan keberlanjutan otonomi khusus (Otsus) di Papua, dan meminta Presiden Joko Widodo menarik militer dari Papua Barat. Terakhir, meminta pemerintah pusat mencabut daerah otonomi baru (DOB) dari Papua.
”Kami dari DPRD Sumbar tentu menyuarakan apa yang menjadi aspirasi mahasiswa yang merupakan representasi masyarakat Sumbar,” kata Supardi.
Unjuk rasa di Jalan S Parman di pintu barat Kantor DPRD Sumbar itu kemudian disambung oleh ratusan orang dari massa OKP. Aksi tersebut berjalan kondusif hingga Senin menjelang maghrib. Perwakilan OKP juga bersedia untuk beraudiensi dengan ketua dan pejabat DPRD lainnya di ruang rapat.