Tolak Wacana Tiga Periode, Mahasiswa Kendari Bentrok dengan Aparat
Ribuan mahasiswa dari berbagai universitas di Kendari menggelar aksi nasional pada Senin (11/4/2022). Mereka berkumpul di Kantor DPRD Sultra sejak Senin pagi dan bergantian menyuarakan pendapat.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·3 menit baca
KENDARI, KOMPAS — Ribuan mahasiswa dari berbagai universitas yang mengikuti aksi nasional di Kendari, Sulawesi Tenggara, bentrok dengan aparat kepolisian. Mereka menolak wacana tiga periode jabatan presiden, menolak penundaan pemilu, dan menentang kenaikan harga barang. Pemerintah dituntut peka terhadap kondisi masyarakat yang masih diterpa pandemi Covid-19.
Ribuan mahasiswa dari berbagai universitas di Kendari menggelar aksi nasional pada Senin (11/4/2022). Mereka berkumpul di Kantor DPRD Sultra sejak Senin pagi dan bergantian menyuarakan pendapat.
Sudarman, perwakilan mahasiswa Universitas Muhammadiyah Kendari, menyampaikan, pemerintah sangat tidak peka dengan penderitaan rakyat yang masih kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari. Di tengah isu minyak goreng yang langka dan harganya naik, pemerintah malah menaikkan harga bahan bakar minyak yang berefek ke banyak sektor.
”Belum lagi wacana presiden tiga periode dan penundaan pemilu. Ada yang janggal yang sedang terjadi di pemerintahan saat ini. Oleh karena itu, kami turun untuk menyuarakan isi hati kami dan masyarakat,” kata Sudarman.
Ketua DPRD Sultra Abdurrahman Saleh, yang menerima aspirasi berbagai lembaga dan kampus tersebut, menuturkan, apa yang disampaikan mahasiswa memang menjadi keresahan bersama saat ini. Oleh karena itu, pihaknya segera mengambil sikap dan akan meneruskan hal tersebut ke pemerintah pusat.
”Kami menyatakan menolak wacana tiga periode, kenaikan harga minyak, kenaikan PPN 11 persen, dan segala bentuk ketidakadilan lainnya. Kami segera mengirimkan surat ke pemerintah terkait hal itu,” katanya.
Namun, aksi yang semula berlangsung damai berubah drastis pada pukul 13.30 Wita. Lemparan batu dari mahasiswa dibalas dengan tembakan gas air mata dari aparat. Bentrokan tidak terelakkan.
Situasi kacau terjadi di sekitar Kantor DPRD Sultra dan lapangan eks-MTQ Kendari yang terletak di pusat kota. Aparat lalu mendesak mahasiswa mundur dengan tembakan gas air mata beruntun. Aparat juga mengejar sejumlah mahasiswa dan menangkap beberapa di antaranya.
Amrullah Aibai, mahasiswa Universitas Halu Oleo (UHO), menceritakan, ia tiba-tiba didatangi sejumlah polisi dan memukuli dirinya. Ia mengalami sejumlah luka di tangan, punggung, dan lebam di mata. ”Saya bersama teman-teman tiba-tiba dikejar dan dipukuli. Saya sudah bilang tidak akan anarkistis, tetapi tetap dipukuli. Untung saya bisa lepas dan melarikan diri,” ujarnya.
Kepala Bidang Humas Polda Sultra Komisaris Besar Ferry Walintukan mengatakan, pihaknya menahan 10 peserta aksi. Peserta aksi yang ditahan tersebut terdiri dari delapan mahasiswa dan dua pelajar.
Penahanan ini, kata Ferry, dilakukan karena dugaan tindak kekerasan yang terjadi saat aksi berlangsung. Pihak kepolisian akan mengambil keterangan dari mereka kemudian segera dilepaskan. ”Meski sedikit ada riak, saat ini situasinya sudah terkendali. Aparat juga diarahkan untuk tidak berbuat sewenang-wenang, apalagi memakai senjata api dan peluru tajam,” katanya.
Dalam pengamanan aksi, ia melanjutkan, Polda Sultra menurunkan total 500 personel gabungan. Petugas ini diarahkan untuk menjaga kawasan DPRD Sultra, sejumlah SPBU, dan kawasan vital lainnya. Hingga Senin sore, sisa bentrokan masih terlihat di kawasan DPRD Sultra dan kawasan eks-MTQ. Ribuan mahasiswa telah meninggalkan lokasi aksi. Situasi Kota Kendari berangsur kondusif dan aktivitas warga kembali berjalan normal.