Meraba Huruf Arab Braille, Melantunkan Ayat-ayat Suci Al Quran
Selama bulan Ramadhan, para penyandang disabilitas netra di Panti Pelayanan Sosial Disabilitas Sensorik Netra Penganthi Temanggung belajar membaca huruf braille dan membaca Al Quran berhuruf braille.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·4 menit baca
Jari-jemari Puspita Saputri (14) terus meraba titik-titik, tonjolan penanda huruf pada setiap lembaran kertas di hadapannya. Sesekali, dahinya berkerut, samar-samar dia melantunkan ayat-ayat suci Al Quran. Suaranya terdengar pelan dan perlahan karena dirinya memang masih berlatih belajar membaca huruf Arab braille.
Puspita adalah salah satu dari 65 penerima manfaat di Panti Pelayanan Sosial Disabilitas Sensorik Netra Penganthi Temanggung. Mereka melakukan kegiatan tadarus, membaca kitab suci Al Quran bersama-sama, Rabu (6/4/2022). Banyak peserta sudah terlihat lebih lancar membaca. Namun, Puspita yang baru bergabung, masuk ke panti pada Desember 2021, mengaku masih harus terus belajar dan berlatih.
Pelajaran perdana yang didapatkannya di panti adalah membaca huruf braille. Kendati belum lancar, masih gagap melafalkan ayat-ayat suci Al Quran, dia sangat senang dengan capaiannya saat ini, bisa membaca Al Quran sendiri.
”Dahulu, saat mengikuti kegiatan tadarus di kampung, saya yang tidak bisa membaca braille dan kesulitan membaca huruf di Al Quran. Biasanya hanya ikut-ikutan melantunkan ayat-ayat suci dengan menirukan suara orang-orang yang ada di sekitar saya saja,” ujarnya.
Tak heran jika ia sangat bersemangat untuk terus belajar. Dia termotivasi untuk memperdalam kemampuannya, dengan harapan bisa menyamai kemampuan adiknya yang saat ini duduk di bangku kelas 2 SD.
Puspita tidak mengetahui secara jelas gangguan atau penyakit apa yang membuat daya penglihatannya buruk. Berdasarkan cerita dari kedua orangtuanya, semasa kecil dirinya sempat dibawa ke dokter dan disarankan untuk menjalani operasi mata. Namun, karena keterbatasan dana yang dimiliki, operasi tidak dilakukan.
Puspita juga sempat mengenyam pendidikan formal hingga kelas 1 SD. Namun, karena gangguan penglihatan yang semakin parah, dia pun tidak bisa melanjutkan pendidikan dan hanya menjalani aktivitas dengan membantu orangtua di rumah. Akhir tahun 2021, atas saran dari seorang kerabat, Puspita bergabung di Panti Pelayanan Sosial Disabilitas Sensorik Netra Penganthi Temanggung.
Namun, proses dan pengalaman batin yang dilalui setiap orang memang berbeda-beda. Krisna Dwi Pamungkas (19), salah seorang penyandang disabilitas netra asal Kabupaten Kebumen, mengatakan, di tahap awal belajar, dia sempat stres karena melihat begitu banyak titik yang harus dihafalkannya untuk membaca.
”Jika untuk mengeja satu huruf saja ada banyak titik yang mewakilinya, bagaimana nantinya saya bisa sanggup membaca buku?” ujarnya.
Sebagai orang yang masih bisa samar-samar melihat dan sempat mengenyam pendidikan formal di sekolah umum hingga SMA, Krisna mengaku sempat sangat pesimistis akan kemampuannya membaca huruf braille. Namun, ia memaksakan diri hingga dalam satu bulan sudah bisa membaca dan menulis huruf braille. Saat ini, aktivitasnya berlanjut belajar membaca huruf Arab braille.
Sugiharti, instruktur baca braille di Panti Pelayanan Sosial Disabilitas Sensorik Netra Penganthi Temanggung, mengatakan, penyandang disabilitas yang menderita cacat sejak lahir lebih mudah dan lebih bersemangat untuk diajak belajar. Adapun kegiatan mendidik sebagian dari mereka yang mendadak menderita cacat, sering kali dibumbui ”drama”.
”Mereka yang tidak cacat dari lahir terkadang masih sulit menerima kondisinya, jengkel, dan merasa putus asa untuk belajar,” ujarnya. Namun, setelah melalui semua proses tersebut, rata-rata semua penyandang disabilitas bisa diajak untuk terus tekun belajar.
Di Panti Pelayanan Sosial Disabilitas Sensorik Netra Penganthi Temanggung, kegiatan belajar membaca huruf braille dilakukan seminggu sekali, sedangkan tadarus, membaca Al Quran berhuruf Braille dilakukan setiap hari selama bulan Ramadhan.
Kepala Panti Pelayanan Sosial Disabilitas Sensorik Netra Penganthi Temanggung Koesmono mengatakan, kegiatan tadarus sudah berlangsung sejak lama dan digelar secara rutin setiap bulan Ramadhan. Sama seperti pendidikan keterampilan yang diberikan di panti, kegiatan ini wajib dilakukan sebagai bagian dari program untuk membantu penyandang disabilitas netra agar mampu berinteraksi dan berbaur dengan keseharian masyarakat umum di lingkungan keseharian.
”Melatih mereka membaca huruf Arab braille setidaknya akan meningkatkan kemampuan dan rasa percaya diri bahwa mereka pun bisa melakukan aktivitas keagamaan, membaca Al Quran, sama seperti orang lain,” ujarnya.
Panti Pelayanan Sosial Disabilitas Sensorik Netra Penganthi Temanggung saat ini mendidik 100 penyandang disabilitas netra. Di bulan Ramadhan, banyak di antara mereka dijemput pulang untuk menjalani puasa di rumah.
Sementara itu, mereka yang masih tinggal dan menginap di panti masih menjalani aktivitas keseharian seperti biasa. Selain menjalankan tadarus, mereka juga mendapatkan pendidikan keterampilan memijat, serta menjalani beragam aktivitas seperti bermain musik, berlatih membuat telur asin, membuat alas kaki, serta berlatih membuat beragam jenis makanan olahan.
Semua pendidikan keterampilan dan belajar membaca huruf braille merupakan bagian dari menyiapkan para penyandang disabilitas netra ini untuk kembali terjun ke masyarakat.