Warga Beralih ke Pertalite, Pertamina Jamin Stok di Jateng-DIY Cukup untuk 10 Hari
Beralihnya sebagian konsumen pertamax ke pertalite membuat konsumen pertalite khawatir stok BBM jenis itu menipis dan harganya naik. Pertamina menjamin stok pertalite di Jateng dan DIY aman.
Oleh
KRISTI DWI UTAMI, GREGORIUS MAGNUS FINESSO
·5 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Sebagian pengguna kendaraan di Jawa Tengah khawatir apabila harga bahan bakar minyak jenis pertalite naik seiring beralihnya sejumlah pengguna pertamax ke pertalite. Mereka juga resah kemunculan isu kelangkaan pertalite. Meski demikian, PT Pertamina memastikan, stok pertalite masih cukup memenuhi kebutuhan di wilayah Jateng dan DIY hingga sepuluh hari.
PT Pertamina (Persero) resmi menaikkan harga bahan bakar minyak nonsubsidi jenis pertamax dari Rp 9.200 per liter menjadi Rp 12.500-Rp 13.000 per liter mulai Jumat (1/4/2022) pukul 00.00. Penyesuaian harga pertamax itu dilakukan di tengah lonjakan harga minyak dunia hingga di atas 100 dollar AS per barel. Situasi itu mendorong kenaikan harga minyak mentah Indonesia (ICP). Pertamina mencatat, per 24 Maret 2022, ICP mencapai 114,55 dollar AS per barel atau melonjak 56 persen dibandingkan dengan ICP Desember 2021 (Kompas, 2/4/2022).
Kenaikan harga pertamax tersebut membuat sebagian konsumen di Kota Semarang beralih ke bahan bakar minyak subsidi, yakni pertalite. Eko Saputro (38), tenaga kontrak di lingkungan Pemerintah Kota Semarang, misalnya, memilih mengalihkan konsumsi bahan bakar untuk menekan biaya operasional.
”Dari dulu saya selalu pakai pertamax karena memang selisih harganya tidak terlalu jauh dengan pertalite. Dari segi kualitas juga lebih baik. Kalau sekarang harganya sudah di atas Rp 10.000, apalagi sampai Rp 12.500, di luar budget saya-lah,” tutur Eko, Selasa (5/4/2022).
Setiap pekan, Eko mengalokasikan biaya sebesar Rp 50.000 untuk membeli bahan bakar. Ia biasanya mengisi bahan bakar dua kali dalam sepekan.
Dengan harga lama, Eko bisa mendapatkan pertamax 5,4 liter. Sementara dengan harga yang berlaku kini, uang Rp 50.000 yang dialokasikan Eko hanya cukup membeli maksimal 4 liter pertamax. ”Kalau uang itu saya gunakan untuk membeli pertalite, saya bisa mendapatkan 6,5 liter. Lumayan bisa untuk sepekan lebih,” imbuhnya.
Sementara itu, Adhika (25), warga Kecamatan Brangsong, Kabupaten Kendal, memilih membeli bahan bakar secara bergantian antara pertalite dan pertamax. Selama ini, Adhika menggunakan pertamax. Adhika mengaku tak mau sepenuhnya beralih ke pertalite karena mempertimbangkan kualitas bahan bakar dan dampaknya terhadap mesin kendaraannya. ”Karena sekarang masih tanggal muda, saya beli pertamax dulu. Nanti kalau sudah akhir-akhir bulan, baru beli pertalite," ujarnya.
Dari dulu saya selalu pakai pertamax karena memang selisih harganya tidak terlalu jauh dengan pertalite. Dari segi kualitas juga lebih baik. Kalau sekarang harganya sudah di atas Rp 10.000, apalagi sampai Rp 12.500, di luar budget saya- lah. (Eko Saputro)
Seiring kenaikan harga pertamax, jumlah konsumsi pertamax di sejumlah stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) menurun. Di sebuah SPBU di kawasan Karang Kidul, Kecamatan Semarang Tengah, Kota Semarang, misalnya, penurunan konsumsi pertamax terjadi setelah penyesuaian harga pertamax diberlakukan.
”Biasanya, penjualan pertamax di SPBU kami 7-8 kiloliter per hari. Setelah ada kenaikan harga pertamax, penjualannya menurun menjadi sekitar 3 kiloliter per hari,” ucap Eduardus Danar, pengelola SPBU di Karang Kidul.
Saat konsumsi pertamax menurun, konsumsi pertalite di SPBU tersebut meningkat. Sebelumnya, konsumsi pertalite di SPBU Karang Kidul tersebut berkisar 16-17 kiloliter per hari. Kini, paling sedikit Danar menjual 20 kiloliter pertalite setiap harinya.
Kendati permintaan meningkat, Danar mengaku tidak pernah kesulitan mendapatkan pasokan pertalite. Sejauh ini, pihaknya selalu mendapatkan suplai pertalite sesuai dengan yang dipesan.
Berdasarkan pantauan di sejumlah SPBU di Kota Semarang, tidak ada kelangkaan pertalite. Bahan bakar jenis pertalite masih tersedia, antara lain, di SPBU Kaligarang, SPBU Veteran, SPBU Kampung Kali, SPBU Sriwijaya, dan SPBU Ahmad Yani. Di tempat-tempat tersebut, antrean di jalur pertalite terpantau lebih panjang daripada antrean di jalur pertamax.
Khawatir langka
Migrasi sebagian pengguna pertamax ke pertalite membuat sejumlah pengguna pertalite khawatir bahan bakar subsidi jenis tersebut bakal langka. Mereka juga waswas jika harga pertalite naik, menyusul kenaikan harga pertamax.
”Jujur ada perasaan khawatir kalau nanti stok pertalitenya semakin sedikit, terus harganya naik. Semoga saja tidak. Pusing soalnya, apa-apa naik, apalagi ini sebentar lagi Lebaran,” kata Mochamad Nur Mustofa (29), seorang pengojek daring di Kota Semarang.
Mustofa mengaku tidak pernah kesulitan mendapatkan pertalite. Meski demikian, ia mengakui, antrean pengisian bahan bakar jenis pertalite lebih panjang dari biasanya. Mustofa menyebut, sebelumnya, di jam sibuk, ada dua hingga tiga antrean kendaraan di jalur pertalite. Kini, antrean kendaraan pada jam sibuk di jalur pertalite menjadi lima hingga tujuh kendaraan.
Meski demikian, Lifiatri (39), warga Banyumanik, mengaku, pada Senin (4/4) petang, kehabisan pertalite di SPBU di sekitar tanjakan Gombel. Ia akhirnya terpaksa membeli BBM jenis pertamax.
Dihubungi secara terpisah, Area Manager Communication Relations and Corporate Social Responsibility PT Pertamina Patra Niaga Regional Jawa Bagian Tengah Brasto Galih Nugroho memastikan pasokan bahan bakar minyak, terutama pertalite aman. Kendati tak merinci jumlahnya, Brasto menyebut stok pertalite saat ini masih cukup untuk memenuhi kebutuhan di Jateng dan DIY hingga sepuluh hari ke depan.
”Masyarakat tidak perlu khawatir karena stok hingga sepuluh hari ke depan masih aman. Angka tersebut juga belum termasuk stok di kilang maupun yang dalam pengantaran melalui kapal,” tutur Brasto, Selasa.
Brasto mengungkapkan, rata-rata harian penyaluran pertalite di Jateng dan DIY pada Januari-Maret 2022 sebesar 8.662 kiloliter har hari. Pertamina tidak menutup kemungkinan untuk menambah jumlah penyaluran, menyesuaikan kebutuhan SPBU. Menurut dia, secara umum, sejauh ini tidak ada kepanikan pembelian terhadap BBM jenis pertalite di wilayah Jateng dan DIY.
Brasto mengimbau masyarakat untuk membeli bahan bakar secukupnya. Masyarakat juga diharapkan membeli bahan bakar nonsubsudi yang lebih berkualitas seperti pertamax. Pertamax disebut Brasto mampu menghasilkan kinerja mesin kendaraan yang lebih baik dan bertenaga, dengan tetap rendah emisi, sekaligus hemat konsumsi.