Tiga Perkara Perdagangan Satwa Lindung di Aceh Dilimpahkan ke Jaksa
Dalam beberapa kasus perdagangan gajah sumatera yang dijual tak hanya gading, tetapi juga tulang belulang. Ini membuat pemburu membunuh gajah betina hingga anakan, dan mengakibatkan gajah sumatera di Aceh terancam.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Tiga perkara perdagangan satwa dilindung di Aceh dilimpahkan ke jaksa penunut umum. Perdagangan ini menjadi ancaman besar terhadap keberlangsungan satwa dilindungi.
Tiga perkara itu terjadi di daerah berbeda. Selain di Kabupaten Aceh Barat Daya, kasus tersebut juga terjadi di Aceh Besar dan Bener Meriah.
Kepala Unit Tindak Pidana Tertentu Inspektur Dua Polres Aceh Barat Daya Fajaruddin saat dihubungi pada hari Selasa (5/4/2022) menuturkan, berkas kasus perdagangan tulang belulang satwa dilindungai dan tersangka telah diserahkan kepada Kejaksaan Negeri Aceh Barat Daya, pekan lalu.
Polisi menetapkan tiga tersangka, yakni YF (46), TN (57), dan SB (49). Barang buktinya berupa tulang belulang indukan dan anak harimau, serta 343,19 gram sisik trenggiling.
”Berkas sudah P-21, perkara sudah kami limpahkan ke jaksa penuntut umum, tinggal menunggu sidang,” kata Fajar.
Para tersangka ditangkap pada Selasa (25/1/2022) di Desa Kaye Aceh, Kecamatan Lembah Sabil, Kabupaten Aceh Barat Daya. Mereka menyimpan organ satwa lindung untuk diperjualbelikan. Bagian tubuh satwa lindung itu akan dilego Rp 150 juta.
Akan tetapi, sebelum menjual organ itu, pelaku ditangkap polisi. Mereka dijerat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Ancaman hukumannya maksimal 5 tahun penjara.
Sementara itu, Kepala Seksi Intelijen Kejari Aceh Besar Deddi Maryadi menuturkan, tiga tersangka AY (48), FS (37), dan SA (31) serta barang bukti 22 kilogram sisik trenggiling ditahan oleh jaksa untuk menunggu jadwal persidangan.
Tersangka ditangkap polisi pada awal Februari 2022 di terminal mobil barang di Desa Santan, Kecamatan Ingin Jaya, Aceh Besar. Saat mobil tersangka digeledah, ditemukan sisik trenggiling sebanyak 22 kilogram.
Kulit harimau
Sementara itu, berkas perkara atas nama M (49), yang diduga sebagai pemilik kulit harimau, telah dilimpahkan ke Kejaksaan Bener Meriah. M ditangkap pada 25 Maret 2022 di Kota Medan.
Kepala Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Sumatera Subhan mengatakan, sebelumnya, M ditetapkan sebagai buronan dalam kasus perdagangan kulit harimau.
Kolega M, yakni MAS (47) dan SH (30) telah lebih dulu divonis bersalah. Pada sidang putusan di Pengadilan Negeri Simpang Tiga, MAS divonis kurungan 2,5 tahun dan SH divonis 1,5 tahun penjara. MAS dan SH ditangkap pada 25 Oktober 2022 saat hendak menjual kulit harimau di Wih Pesam, Bener Meriah.
Akan tetapi, saat itu, M sebagai pemilik barang tidak berada di lokasi. M ditetapkan dalam daftar pencarian orang hingga baru berhasil ditangkap pada 25 Maret 2022.
”Pengembangan kasus ini merupakan hasil kolaborasi antara Balai Gakkum KLHK Wilayah Sumatera dengan Polda Aceh serta Kejaksaan Tinggi Aceh. Ini jadi komitmen kami menindak pelaku kejahatan terhadap tumbuhan dan satwa liar yang dilindungi,” ujar Subhan.
Sementara kasus perdagangan burung tiong emas di Kabupaten Aceh Selatan masih dalam pendalaman pihak kepolisian. Penyidik Polisi Resor Aceh Selatan telah menahan dua tersangka, yakni AN (35) dan MY (31). Dari mereka ditemukan lima ekor burung.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Aceh Selatan Inspektur Satu Rajabul Asra mengungkapkan, tersangka mengatakan telah menjual puluhan burung tersebut. Burung itu ditangkap dari hutan di Aceh Selatan dan dijual hingga ke Sumatera Utara.
Sebelumnya, Saksi Ahli Satwa Lindung dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh, Taing Lubis, menuturkan, perdagangan satwa lindung masih marak, membuat satwa-satwa semakin terancam.
Dalam beberapa kasus perdagangan gajah sumatera yang dijual bukan hanya gading, melaikan juga tulang belulang. Penjualan tulang belulang ini membuat pemburu membunuh gajah betina hingga anakan. Kondisi ini mengakibatkan gajah sumatera di Aceh terancam.
Begitu juga dalam kasus perdagangan harimau sumatera. Dahulu, paling yang diburu hanya kulitnya, tetapi kini semua bagian tubuh diperjualbelikan.