Presiden Jokowi Tolak Keinginan Ribuan Kepala Desa Jadi ”Bapak Pembangunan Desa”
Presiden Jokowi diusulkan jadi ”Bapak Pembangunan Desa” oleh Apdesi. Namun, Presiden menolak keinginan itu. Pasalnya, menurut Presiden, justru yang layak jadi Bapak Pembangunan Desa adalah para kepala desa.
Oleh
NINA SUSILO
·6 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Presiden Joko Widodo mengapresiasi kerja kepala-kepala desa dalam membangun wilayah desanya masing-masing. Karena itu, meskipun diusulkan sebagai Bapak Pembangunan Desa oleh ribuan kepala desa yang tergabung dalam Asosiasi Pemerintah Desa atau Apdesi, Presiden Jokowi menolak usulan tersebut.
”Yang layak (menjadi Bapak Pembangunan Desa) itu bapak/Ibu semuanya, bukan saya. Karena yang membangun desa itu kan bapak/Ibu semuanya. Saya itu hanya bagian policy (kebijakan dana desa) itu,” ujarnya menjawab permintaan para kepala desa yang hadir dalam acara pembukaan Silaturahmi Nasional (Silatnas) Apdesi Tahun 299 di Istora Senayan, Jakarta, Selasa (29/3/2022).
Acara itu, selain dihadiri oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, juga Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar.Sebelumnya, dalam acara pembukaan Silatnas Apdesi, Presiden Joko Widodo (Jokowi) diusulkan sebagai Bapak Pembangunan Desa. Ribuan kepala desa sebelumnya menilai Presiden Jokowi telah berjasa menyelenggarakan pembangunan desa yang semakin merata di seluruh di Indonesia.
Dalam sambutannya di awal acara, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Apdesi Surta Wijaya menyatakan, Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa direalisasikan pada zaman Presiden Jokowi. ”Rekan-rekan kepala desa, kita sadar UU Nomor 6 Tahun 2014, saya termasuk di dalamnya saat itu. Ketika disahkan, belum tentu yang lain jadi pemimpin mau merealisasikan, mau mengimplementasikan tentang UU tersebut,” ujar Surta saat berpidato, sebagaimana disiarkan oleh Youtube Sekretariat Presiden, Kementerian Sekretariat Negara. Menurut Surta, selain merealisasikan UU Desa, Presiden Jokowi telah menjalankan amanat UU Desa sehingga pembangunan di desa semakin merasa saat ini. Lalu, Surta menanyakan para kepala desa yang hadir. ”Apakah Jokowi layak diberi gelar sebagai Bapak Pembangunan Desa. Hal ini wajar kita berikan saat ini beliau selaku Bapak Pembangunan Desa. Setuju?” tuturnya. Pertanyaan Surta, langsung dijawab serentak ribuan kepala desa, ”Setuju”.
Bahkan, Surta meminta ribuan kepala desa untuk berdiri menyatakan persetujuannya ”Kalau bilang setuju, tidak perlu munafik depan saya, berdiri semua kalau setuju, bangun, angkat tangan," pinta Surta lagi. Sejurus kemudian, rimbuan kepala desa itu pun berdiri tanda persetujuannya.
”Terima kasih, Pak Presiden, inilah bahwa kami di desa menyatakan Bapak Presiden Jokowi sebagai Bapak Pembangunan Desa, Allahuakbar," tandas Surta.
”Yang layak (menjadi Bapak Pembangunan Desa) itu bapak/Ibu semuanya, bukan saya. Karena yang membangun desa itu kan bapak/Ibu semuanya. Saya itu hanya bagian policy (kebijakan dana desa) itu.
Membawa kesejahteraan
Dalam pidatonya lebih jauh, Presiden Jokowi menyatakan, realisasi penggunaan dana desa diharapkan mampu membawa kesejahteraan masyarakat desa. Kendati demikian, pengaturan dana desa untuk bantuan langsung tunai atau BLT akan dibatasi maksimal 40 persen.
Menurut Presiden Jokowi, alokasi dana desa yang mencapai Rp 468 triliun sepanjang 2015 sampai 2022 diharapkan bisa dimanfaatkan untuk pembangunan desa. Dengan demikian, anggaran tersebut bisa memacu pertumbuhan ekonomi desa yang kemudian meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional.
”Dalam sejarah negara ini berdiri, desa diberi anggaran sampai Rp 468 triliun itu belum pernah. Oleh sebab itu, hati-hati dalam mengelola duit yang sangat besar sekali ini,” tutur Presiden Jokowi.
Sementara, Mendagri Tito Karnavian menyatakan, pada tahun 2022 saja, alokasi dana desa mencapai Rp 68 triliun. Dana desa dalam jumlah besar ini dinilai akan meningkatkan pelayanan di desa dan menumbuhkan sentra-sentra ekonomi baru.
”Dalam sejarah negara ini berdiri, desa diberi anggaran sampai Rp 468 triliun itu belum pernah. Oleh sebab itu, hati-hati dalam mengelola duit yang sangat besar sekali ini. ”
Sejauh ini, bantuan sosial berupa bantuan langsung tunai dialokasikan juga dari dana desa. Awalnya, BLT tersebut senilai Rp 900.000 perkeluarga penerima manfaat. Namun, mulai April 2020, BLT dari dana desa dinaikkan menjadi Rp 2,7 juta perkeluarga penerima manfaat. Desa yang tidak mengalokasikan BLT ini akan terkena sanksi penghentian penyaluran dana desa.
Tahun lalu, diputuskan bahwa alokasi BLT dari dana desa sebesar 40 persen mulai 2022. Menurut Abdul Halim Iskandar, sebanyak 40 persen dana desa tersebut untuk BLT untuk mengatasi kemiskinan ekstrem akibat pandemi Covid-19. Adapun 60 persen dana desa bisa digunakan untuk biaya pembangunan desa sesuai hasil musyawarah desa.
Kendati demikian, menurut Presiden Jokowi, Ketua Umum DPP Apdesi meminta supaya alokasi BLT bukan minimal 40 persen dari dana desa, melainkan maksimal 40 persen dari dana desa. Presiden pun menyetujuinya. Harapannya, kepala desa bisa memanfaatkan anggaran yang ada untuk berbagai keperluan lain yang dinilai lebih mendesak. ”Diskresi itu kita berikan kepada kepala desa,” ujar Presiden.
Laporan jangan dibuat rumit
”Surta dalam sambutannya juga meminta supaya laporan pertanggung jawaban pengelolaan dana desa tak dibuat rumit. Saat ini, kepala desa harus mengisi 92 lembar laporan penggunaan BLT dan dana desa. ”
Lebih jauh, Surta dalam sambutannya juga meminta supaya laporan pertanggungjawaban pengelolaan dana desa tak dibuat rumit. Saat ini, kepala desa harus mengisi 92 lembar laporan penggunaan BLT dan dana desa.
Presiden sebelum nya juga mempertanyakan apakah pertanggungjawaban yang rumit berimplikasi pada serapan dana desa yang masih rendah. Pada tahun anggaran 2022, dana desa yang sudah disalurkan baru 13,5 persen dari Rp 68 triliun.
Mendagri pun diminta mengurus masalah laporan pertanggungjawaban ini bersama Kementerian Keuangan. Jika dimungkinkan, model pertanggungjawaban tak perlu rumit supaya waktu kepala daerah bisa untuk melayani masyarakat dan bukan sekadar membuat laporan.
Presiden mengakui, hal ini sudah diminta berulang kali. Kendati demikian, tak mudah mengubah sistem akuntansi Indonesia.
Sejauh ini, pemanfaatan dana desa 2015-2022 membawa hasil antara lain lebih 308.600 km jalan desa, lebih 1,5 juta meter jembatan, lebih dari 12.000 unit pasar desa, 42.300 badan usaha milik desa, lebih dari 5.300 embung, lebih dari 80.000 unit irigasi, lebih dari 1,3 juta sarana pengolah air bersih, dan lainnya.
Sejak 2014, tingkat kemiskinan desa terus turun. Jika pada 2014 BPS mencatat 17,37 juta orang di desa masuk kategori miskin, tahun 2021 jumlahnya 14,46 juta.
Jumlah desa mandiri yang tidak lagi mengandalkan transfer pusat untuk pengelolaan desanya pun meningkat dari 174 desa di 2014 menjadi 3.200 desa. Desa maju kini sudah menjadi 15.000 desa dari sebelumnya hanya 3.600 desa.
”Pemanfaatan dana desa 2015-2022 membawa hasil antara lain lebih 308.600 km jalan desa, lebih 1,5 juta meter jembatan, lebih dari 12.000 unit pasar desa, 42.300 badan usaha milik desa, lebih dari 5.300 embung, lebih dari 80.000 unit irigasi, lebih dari 1,3 juta sarana pengolah air bersih, dan lainnya. ”
Sejak 2014, tingkat kemiskinan desa terus turun. Jika pada 2014 BPS mencatat 17,37 juta orang di desa masuk kategori miskin, tahun 2021 jumlahnya 14,46 juta.
Desa tertinggal yang awalnya 34.180 desa, kini tinggal 12.635 desa. Adapun desa sangat tertinggal yang dulu 14.003, kini tinggal 5.649 desa.
Sebelum mengakhiri pidatonya, Presiden Jokowi berterima kasih kepada kepala-kepala desa yang menjaga masyarakat dan mengawal pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) mikro sepanjang pandemi Covid-19. Berkat kepala-kepala desa mendorong masyarakat untuk mengikuti vaksinasi, memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak, angka penularan kasus di Indonesia terus menurun sampai 2.700-an pada Senin (28/3/2022). Pada puncak kasus akibat galur Omicron, jumlah kasus baru harian bisa mencapai 64.700.
Presiden juga berharap kepala-kepala desa mendorong masyarakat untuk mendapatkan vaksin dosis penguat (booster). Dengan demikian, dosis ini bisa melindungi masyarakat dari varian-varian baru yang mungkin muncul. Setidaknya, kendatipun terinfeksi, gejalanya tak berat.