Pertamina Memastikan Pengoplos Solar di Muara Enim Bukan Mitra
Pertamina membantah punya kerja sama dengan PT Pali Lau Mandiri yang diduga melakukan pengoplosan solar di Muara Enim. Pertamina mengapresiasi langkah Polda Sumsel dan BPH Migas mengungkap kasus ini.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·4 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Pertamina membantah solar oplosan yang kasusnya diungkap oleh Kepolisian Daerah Sumsel serta Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas pada Selasa (22/3/2022) adalah milik mereka. Pihak yang diduga menyalurkan bahan bakar minyak oplosan itu, yakni PT Pali Lau Mandiri, tidak memiliki hubungan kerja sama dengan Pertamina Patra Niaga ataupun PT Elnusa Petrofin. Penyelidikan kasus ini terus berlanjut hingga auktor intelektualis tertangkap.
Sebelumnya, Polda Sumsel dan BPH Migas mengungkap praktik pembuatan solar oplosan di Desa Tanjung Terang, Kecamatan Gunung Megang, Kabupaten Muara Enim. Selain menangkap enam tersangka, petugas juga menyita enam truk angkutan BBM berwarna biru milik PT Pali Lau Mandiri dengan stempel Pertamina. Selain itu, disita juga 108 ton minyak oplosan hasil pengolahan dan bahan kimia yang digunakan pelaku.
Area Manager Communication, Relation, and CSR Pertamina Regional Sumbagsel Tjahyo Nikho Indrawan, Rabu (23/3/2022), menegaskan, tidak ada kerja sama antara Pertamina Patra Niaga dan PT Pali Lau Mandiri yang diduga menyalurkan bahan bakar minyak oplosan itu. ”Tidak ada kerja sama antara PT Pali Lau Mandiri dan Pertamina Patra Niaga ataupun PT Elnusa Petrofin, baik sebagai agen maupun transportir BBM,” ujarnya.
Pihaknya pun mengapresiasi langkah Polda Sumsel dan BPH Migas yang telah mengungkap kasus ini serta mendukung penuh serangkaian proses hukum yang sedang berjalan. Tjahyo memastikan produk Pertamina yang disalurkan kepada masyarakat berkualitas. ”Namun, jika ada penyelewengan, itu dipastikan dari pihak luar,” katanya.
Pertamina akan bersikap tegas jika ada mitra atau agen yang dengan sengaja melakukan penyelewengan terhadap produk dari Pertamina. ”Sanksi yang diberikan beragam. Sampai pada pemutusan hubungan kerja sama,” kata Tjahyo.
Kepala Subdirektorat Tindak Pidana Tertentu IV Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Sumsel Ajun Komisaris Besar Koko Arianto menuturkan, berdasarkan pengakuan tersangka, minyak yang diangkut adalah solar Pertamina. Dari setiap truk yang mereka angkut, sebagian minyak disisihkan untuk dicampur dengan minyak ilegal yang diperoleh dari Sekayu, Kabupaten Musi Banyuasin.
Terkait izin usaha, dirinya akan berkoordinasi dengan BPH Migas untuk memastikan status dari PT Pali Lau Mandiri. Berdasarkan informasi, ujar Koko, perusahaan ini memang memiliki izin untuk transportasi, tapi tidak memiliki hak untuk menjual solar kepada perusahaan. Hanya saja, Koko tidak akan terlalu banyak menyentuh hal tersebut karena terkait perdagangan yang merupakan ranah perdata.
Terkait berapa komposisi campuran yang terkandung dalam solar oplosan ini, masih terus diteliti di laboratorium. Koko menduga praktik seperti ini banyak beredar, tapi yang terungkap baru di Muara Enim. Mereka menggunakan stiker Pertamina untuk meyakinkan konsumen dan petugas bahwa produk yang mereka angkut adalah produk dari Pertamina.
”Itulah alasan mengapa minyak ilegal dari Sumsel bisa terkirim ke luar Sumsel, bahkan sampai ke Pulau Jawa,” katanya. Apalagi, produk yang mereka hasilkan tergolong bersih karena telah dicampur dengan asam sulfat dan zat pemutih.
Kepala Polda Sumsel Inspektur Jenderal Toni Harmanto menyebut tindakan ini merupakan praktik yang telah merugikan negara dan masyarakat. Dari sisi negara, aktivitas ini tidak membayar pajak. Adapun bagi masyarakat, tentu akan sangat merugikan karena bisa membuat kendaraan cepat rusak.
Seiring dengan meningkatnya aktivitas setelah meredanya pandemi, kebutuhan masyarakat akan BBM pun bertambah.
Praktik ini menjawab aliran pasar dari aktivitas minyak ilegal yang selama ini terjadi di Kabupaten Musi Banyuasin. Sebelumnya, Polda Sumsel mengungkap sejumlah aktivitas penambangan minyak ilegal. Bahkan, ribuan lubang tambang ilegal ditutup. Penertiban ini dilakukan karena kegiatan tambang sangat berisiko dan beberapa kali menyebabkan korban luka, bahkan menelan korban jiwa.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Sumsel Komisaris Besar Barly Ramadhani menjelaskan, dari hasil penyelidikan, terkuak solar ini digunakan untuk alat berat peralatan tambang di Muara Enim. Solar oplosan ini tidak disalurkan untuk masyarakat umum di SPBU.
Namun, dia menambahkan, memang ada proses pertukaran minyak di sebuah gudang di Desa Tanjung Terang, Kecamatan Gunung Megang, Kabupaten Muara Enim. Di sana solar milik Pertamina dicampur dengan sejumlah bahan kimia yang kemudian disalurkan kembali ke industri. Dia menduga memang ada keterlibatan korporasi dan pihaknya berkomitmen untuk mengungkap kasus ini hingga tuntas.
Kepala BPH Migas Erika Retnowati menduga praktik ini tidak hanya terjadi di Sumatera Selatan, tetapi bisa terjadi di sejumlah wilayah di Indonesia. Karena itu, pengawasan dan penegakan hukum harus terus diperkuat.
Hal itu penting karena migas adalah komponen yang sangat dibutuhkan sebagai penopang perekonomian masyarakat. ”Seiring dengan meningkatnya aktivitas setelah meredanya pandemi, kebutuhan masyarakat akan BBM pun bertambah,” katanya.
Menurut Erika, penyelewengan rentan terjadi ketika terjadi disparitas harga yang tinggi antara BBM bersubsidi dan BBM nonsubsidi. ”Dengan pengawasan yang baik, diharapkan penyaluran BBM bisa tepat sasaran,” ucapnya.