Pelaku Asusila Daring di Lampung Incar Remaja Perempuan
Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak kini berkembang melalui berbagai media sosial. Sebagian besar korban merupakan remaja perempuan.
Oleh
VINA OKTAVIA
·3 menit baca
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS — Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Lampung menangkap empat tersangka kasus asusila daring dari empat laporan berbeda. Para pelaku mengincar remaja perempuan dengan modus berkenalan menggunakan identitas palsu.
Keempat tersangka adalah BBK, YI, AB, dan DM. Semuanya ditangkap dalam kurun 2 bulan terakhir setelah polisi menerima laporan dari para korban.
Dari para pelaku, polisi menyita sejumlah barang bukti berupa gawai, akun media sosial, serta nomor telepon yang digunakan pelaku untuk menghubungi para korban. Selain itu, polisi juga menyita bukti percakapan pelaku yang mengancam para korban dan keluarganya.
Wakil Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Lampung Ajun Komisaris Besar Popon Ardianto Sunggoro mengatakan, pelaku menggunakan media sosial Facebook, Instagram, dan Whatapps untuk menjebak korban. Dengan identitas palsu, mereka berkenalan lalu melakukan percakapan yang mengandung konten pornografi.
Selain itu, ada juga pelaku yang sudah mengenal korban secara langsung dan berpacaran. Namun, pelaku sakit hati setelah hubungannya putus sehingga menyebarkan foto dan video bersama korban.
”Para pelaku berusaha mencari keuntungan dengan memeras korban dan keluarganya,” kata Popon di Bandar Lampung, Rabu (23/3/2022).
Sejauh ini, polisi belum menemukan indikasi sindikat kekerasan berbasis daring atau perdagangan manusia. Para pelaku umumnya melakukan sendiri karena sakit hati dan ingin memeras korban. Para pelaku dijerat Pasal 27 Ayat (1) juncto Pasal 45 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan UU No 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dengan ancaman 6 tahun penjara.
Kepala Bidang Pemenuhan Hak Perempuan dan Anak di Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Lampung Nelda Efrina meminta masyarakat lebih bijak memanfaatkan perkembangan teknologi. Orangtua juga harus lebih waspada dan mengawasi pergaulan anak-anaknya di media sosial. Banyak pelakunya mengincar remaja perempuan.
Menurut dia, perkembangan teknologi dan masifnya penggunaan media sosial memang telah menghadirkan bentuk kekerasan berbasis jender daring. Modus dan tipe kekerasan berbasis jender pun beragam, antara lain pelecehan daring, peretasan, ancaman distribusi foto atau video pribadi, dan pencemaran nama baik.
Nelda menyebut, berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak, pada Januari 2022 tercatat ada 682 kasus kekerasan. Sebanyak 654 korban merupakan perempuan, baik anak maupun dewasa.
Saat ini, Pemprov Lampung bekerja sama dengan aparat penegak hukum dan lembaga swadaya masyarakat terus berupaya memerangi kasus kekerasan seksual kepada perempuan dan anak. Salah satu upaya yang dilakukan dengan mengoordinasikan layanan antarlembaga terkait sebagai upaya pencegahan dan penanganan kasus kekerasan berbasis jender dan tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
Pemerintah, kata dia, juga tengah menyusun prosedur layanan rujukan yang memungkinkan para korban mendapat perlindungan yang komprehensif dari sejumlah lembaga layanan. Dalam waktu dekat, prosedur ini diharapkan bisa dijadikan produk kebijakan yang mempunyai payung hukum yang kuat di daerah.