Delapan Tersangka Penyiksaan hingga Meninggal, Tidak Ada Nama Bupati Langkat Nonaktif
Polda Sumut tetapkan delapan tersangka kasus penyiksaan hingga meninggal di panti rehab narkoba di rumah Bupati Langkat (nonaktif) Terbit Rencana. Namun, tidak ada nama Terbit dalam daftar tersangka.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
MEDAN, KOMPAS — Kepolisian Daerah Sumatera Utara menetapkan delapan tersangka kasus penyiksaan hingga meninggal dan perdagangan orang di panti rehabilitasi narkoba ilegal di rumah Bupati Langkat (nonaktif) Terbit Rencana Perangin-Angin. Meski perannya disebut terang benderang oleh Komnas HAM, tidak ada nama Terbit dalam daftar tersangka.
”Penyidik masih terus mendalami dan mengembangkan kasus ini. Kami sudah menetapkan delapan tersangka untuk kasus penyiksaan yang menyebabkan meninggal dan tindak pidana perdagangan orang,” kata Kepala Bidang Humas Polda Sumut Komisaris Besar Hadi Wahyudi, Selasa (22/3/2022).
Hadi mengatakan, penyidik menetapkan tujuh tersangka kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang dilakukan dengan penyiksaan hingga meninggal, yakni berinisial HS, IS, TS, RG, JS, DP, dan HG. Mereka dijerat dengan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang TPPO.
Sementara dua orang lainnya ditetapkan menjadi tersangka karena menampung korban TPPO sebagaimana diatur dalam Pasal 2 UU No 21/2007, yakni SP dan TS. TS dijerat dalam dua kasus tersebut. Hadi pun belum memerinci apa saja peran dan latar belakang masing-masing tersangka. Ia juga tidak menjelaskan mengapa Terbit tidak ditetapkan menjadi tersangka.
Hadi mengatakan, ada dua kasus tindak pidana penyiksaan hingga meninggal di panti rehab ilegal itu. Kedua korban meninggal adalah Abdul Sidik Isnur (39) dan Sarianto Ginting (35). Penyidik sudah membongkar makam dan melakukan otopsi terhadap kedua korban. Polda Sumut pun menyebut sudah memeriksa lebih dari 70 saksi.
Secara terpisah, komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Mohammad Choirul Anam, mengatakan, mereka mendorong agar Polda Sumut melanjutkan penyelidikan dan menjerat pihak yang memfasilitasi dan otak tindak pidana itu, yakni bupati Langkat nonaktif.
”Kami meminta agar penyidikan tidak berhenti pada orang yang melakukan saja. Sebab, tidak mungkin mereka melakukan kalau tidak ada yang memfasilitasi dan menyuruh melakukan,” kata Anam.
Anam mengatakan, kesimpulan hasil penyelidikan Komnas HAM menyebutkan ada 19 orang yang terlibat dalam kasus pelanggaran HAM berat itu, yakni yang melakukan langsung, yang menyuruh melakukan, dan yang memfasilitasi. Peran Terbit dalam memfasilitasi tindak pidana itu sangat terang.
Panti rehab itu berada di area rumah Terbit selama lebih dari 11 tahun. Terbit juga yang mendirikan panti rehab ilegal itu sehingga dia harus bertanggung jawab dalam kasus itu. ”Ini rentang waktu cukup panjang. Kerangkeng itu milik siapa sudah jelas. Bagaimana kondisinya pun sudah jelas,” kata Anam.
Berdasarkan kesimpulan hasil penyelidikan Komnas HAM, penyiksaan dilakukan dengan mengurung penghuni di ruangan mirip penjara, mencabut kuku, memukul tulang kaki dengan martil, dan merendam di kolam.
Jika tidak ditetapkan menjadi tersangka, ada kesan melindungi Bupati Langkat nonaktif.
Selain itu, ada juga pemukulan tulang rusuk dan kepala, dipaksa memakan cabai dan menyemprotkan kepada penghuni lain, serta membuat gatal dengan ulat bulu dan daun jelatang. Oknum anggota kepolisian dan TNI juga disebut terlibat dalam penyiksaan itu.
Penyiksaan dilakukan dengan 18 alat, seperti martil, tang, pisau, cabai, kolam, dan kandang berisi anjing. Penghuni yang sudah dikurung beberapa bulan disuruh bekerja di pabrik kelapa sawit atau kebun sawit milik Terbit. Beberapa ada juga yang dipekerjakan di kebun orang lain. Namun, Anam menyebut para penghuni tidak diberikan upah yang layak, hanya diberi makanan tambahan.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum Medan Ismail Lubis mengatakan, peran Bupati Langkat nonaktif sangat terang benderang dalam kasus itu. Ia memfasilitasi dan mengetahui penyiksaan terjadi di area rumahnya.
Penyiksaan itu pun terjadi dalam rentang waktu cukup lama, yakni sejak Terbit menjabat Ketua DPRD Langkat hingga menjadi Bupati. ”Jika tidak ditetapkan menjadi tersangka, ada kesan melindungi Bupati Langkat nonaktif,” kata Ismail.
Penyelidikan dugaan pelanggaran HAM di rumah Terbit dilakukan setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan dua ruangan mirip penjara saat menggeledah rumah pribadi Terbit dalam operasi tangkap tangan kasus korupsi, Rabu (19/1/2022). Saat ditemukan, ruangan itu dihuni 57 orang. Sedikitnya 656 orang tercatat pernah menghuni kerangkeng itu sejak 2010.