Gempa Nias Selatan Alarm Tingkatkan Mitigasi di Zona Megathrust Mentawai
Sudah terjadi sembilan kali gempa bumi susulan pascagempa utama berkekuatan M 6,7 di pantai selatan Nias Selatan. Gempa yang bersumber dari Zona Megathrust Mentawai itu menjadi alarm untuk meningkatkan mitigasi.
Oleh
NIKSON SINAGA
·4 menit baca
TELUK DALAM, KOMPAS — Dalam tiga hari ini, sudah terjadi sembilan kali gempa bumi susulan pascagempa utama berkekuatan Magnitudo 6,7 di pantai selatan Nias Selatan, Sumatera Utara. Gempa yang bersumber dari Zona Megathrust Mentawai itu menjadi alarm untuk meningkatkan mitigasi di zona tersebut, khususnya Kepulauan Nias dan Kepulauan Mentawai.
Gempa susulan terakhir terjadi pada Selasa (15/3/2022) pukul 19.12 dengan kekuatan M 5,1. Hasil analisis BMKG menunjukkan, episenter gempa bumi terletak pada koordinat 0,55 derajat Lintang Selatan dan 98,47 derajat Bujur Timur. Episenter itu berlokasi di laut, berjarak 16 kilometer dari Pulau-Pulau Batu, Nias Selatan, pada kedalaman 45 kilometer.
Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Bambang Setiyo Prayitno, Rabu (16/3), mengatakan, dalam skenario terburuk, Zona Megathrust Mentawai bisa menyebabkan gempa berkekuatan hingga M 8,9. ”Pemerintah daerah dan masyarakat harus menyiapkan mitigasi untuk menghadapi potensi gempa ini,” kata Bambang.
Potensi gempa M 8,9 tersebut, kata Bambang, bukan prediksi. BMKG tidak bisa memastikan apakah gempa itu akan terjadi atau tidak. Namun, apabila sewaktu-waktu terjadi, pemerintah dan masyarakat harus siap menghadapinya.
Salah satu mitigasi paling penting adalah meningkatkan kesiapsiagaan warga melakukan evakuasi mandiri. Dampak gempa yang bersumber dari Zona Megathrust Mentawai akan terjadi dalam hitungan detik, khususnya Kepulauan Nias yang terdiri dari Pulau Nias dan Pulau-Pulau Batu serta Kepulauan Mentawai di Sumatera Barat.
Jika terjadi gempa berpotensi tsunami, masyarakat harus melakukan evakuasi mandiri dengan menjauh dari laut ke tempat yang lebih tinggi. Jika hanya menunggu evakuasi, dia khawatir akan sangat terlambat.
Mitigasi bencana juga harus dilakukan untuk jangka panjang dengan membuat tata ruang dan peta dampak guncangan gempa. Bangunan rumah juga seharusnya dibuat tahan gempa.
Asram Khairul Sarumaha, warga Pulau Tanabala, yang merupakan bagian dari Pulau-Pulau Batu, mengatakan, warga cukup khawatir karena gempa susulan yang masih terus terjadi. ”Namun, guncangan gempa tidak ada menimbulkan korban. Pantauan kami, kerusakan rumah juga tidak ada,” ujar Asram.
Asram mengatakan, warga mengandalkan informasi dari akun resmi BMKG di media sosial. Saat gempa utama terjadi pada Senin, warga segera mendapat informasi gempa tidak berpotensi tsunami dari akun resmi BMKG di sejumlah kanal media sosial. Pengumuman pun langsung disebarluaskan melalui pengeras suara gereja dan masjid sehingga warga lebih tenang.
”Kami sangat khawatir jika gempa berpotensi tsunami. Sebagian besar rumah kami berada sangat dekat dengan laut yang berhadapan langsung dengan Samudra Hindia,” kata Asram.
Menurut Asram, mereka tidak selalu bisa mendapat informasi dengan cepat. Setelah gempa susulan pada Selasa malam, mereka kesulitan mencari informasi tentang potensi tsunami. Hal itu karena jaringan seluler mengalami gangguan.
”Sebagai warga pulau terluar, jaringan seluler di tempat kami sering terputus. Listrik juga masih sering padam,” katanya.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Nias Selatan Idealis Dakhi mengatakan, mereka beberapa kali menyiapkan latihan evakuasi mandiri untuk meningkatkan kesiapsiagaan menghadapi gempa disertai tsunami. Mereka juga sudah menyiapkan jalur evakuasi.
”Kami juga selalu menyampaikan informasi dengan cepat dan memberikan edukasi kepada masyarakat agar langsung melihat informasi dari akun resmi BMKG jika terlalu lama menunggu informasi dari BPBD,” tutur Idealis.
Menurut Idealis, mereka juga harus menyeimbangkan antara tindakan kesiapsiagaan dan meredam kepanikan warga akibat gempa. Dalam beberapa tahun ini, beberapa kali warga sampai tidur di perbukitan karena ada informasi bohong di media sosial yang menyebut akan ada tsunami besar setinggi 30 meter setelah gempa terjadi.
”Warga mengungsi sampai beberapa malam tidur di perbukitan,” kata Idealis.
Dalam rencana jangka panjang, kata Idealis, pemerintah bisa mengedukasi masyarakat agar membangun rumah tahan gempa. Rumah adat Nias yang terbuat dari kayu sebenarnya mempunyai struktur tahan gempa. Namun, sebagian besar rumah di Nias saat ini merupakan rumah baru dari beton.
Idealis mengatakan, warga harus terus beradaptasi untuk hidup di Zona Megathrust yang menyimpan potensi gempa dan tsunami. Nias pun pernah diguncang gempa dengan kekuatan M 8,7 pada 28 Maret 2005 yang menelan lebih dari 300 korban jiwa.