Gempa Bumi M 6,7 di Nias Selatan dari Zona Megathrust
Gempa bumi berkekuatan M 6,7 mengguncang pantai selatan Nias Selatan, Sumatera Utara, terjadi di sekitar Zona Megathrust Segmen Mentawai yang menyimpan potensi gempa hingga M 8,8.
Oleh
AHMAD ARIF
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Gempa bumi berkekuatan M 6,7 mengguncang pantai selatan Nias Selatan, Sumatera Utara, Senin (14/3/2022) pukul 04.09 WIB. Gempa kuat ini terjadi di sekitar Zona Megathrust Segmen Mentawai-Siberut yang menyimpan potensi gempa hingga M 8,8.
Hasil analisis Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika menunjukkan, episenter gempa bumi terletak pada koordinat 0,71 derajat Lintang Selatan dan 98,50 derajat Bujur Timur, atau tepatnya berlokasi di laut pada jarak 6 kilometer arah selatan Hibala, Nias Selatan. Adapun hiposenter di kedalaman 25 km.
”Dengan memperhatikan lokasi episenter dan kedalaman hiposenternya, gempa bumi yang terjadi merupakan jenis gempa bumi dangkal akibat adanya aktivitas subduksi lempeng. Hasil analisis mekanisme sumber menunjukkan bahwa gempa bumi memiliki mekanisme pergerakan naik (thrust fault),” kata Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG Bambang Setiyo Prayitno.
Gempa bumi ini berdampak dan dirasakan di daerah Padang, Siberut, Nias Selatan, Gunungsitoli, dengan skala intensitas IV MMI (modified mercalli intensity). Skala ini berarti gempa dirasakan oleh orang banyak dalam rumah.
Apakah ini gempa pembuka atau bukan, hal ini masih sulit diprediksi. Namun, ini menjadi alarm bahwa di zona ini ada tenaga besar yang belum lepas. (Daryono)
”Hasil pemodelan menunjukkan bahwa gempa bumi ini tidak berpotensi tsunami,” katanya.
Koordinator Mitigai Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono mengatakan, hingga pukul 09.30 WIB, setidaknya sudah terjadi 4 aktivitas gempa susulan dengan magnitudo terbesar M 6, yang terjadi pukul 04.38 WIB.
Zona kekosongan gempa
Daryono mengatakan, gempa kali ini terletak di “Zona Seismic Gap” atau zona kosongan gempa besar, di Kepulauan Mentawai bagian utara. Zona seismic gap merupakan wilayah yang jarang terjadi gempa bumi, tetapi sebenarnya menyimpan energi kegempaan sangat besar.
Sebagaimana tertera dalam Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia tahun 2017, pada 1797, di segmen Mentawai ini terjadi gempa besar berkekuatan M 8,5-8,8. Namun, setelah itu, segmen ini sepi gempa (seismic gap) sehingga menyimpan potensi gempa bumi besar.
Daryono mengatakan, gempa besar terakhir di zona ini terjadi pada 10 Februari 1797 atau sudah 225 tahun yang lalu sehingga zona ini merupakan zona kekosongan gempa besar yang sudah berlangsung sangat lama. ”Sebagai catatan bahwa gempa dahsyat di Kepulauan Mentawai pada 1797 memicu tsunami di Mentawai, Sumatera Barat, dan Sumatera Utara yang menerjang pantai dan muara sungai hingga menggenangi pesisir Kota Padang,” katanya.
Catatan sejarah menunjukkan, tsunami itu memicu banyak rumah hanyut, bahkan kapal besar dapat terdorong 5,5 km ke daratan. Tsunami saat itu menewaskan lebih dari 300 orang.
KOMPAS/YOLA SASTRA
Warga berkumpul di salah satu rumah di Desa Saliguma, Siberut Tengah, Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat, Selasa (17/9/2019).
”Kita patut meningkatkan kewaspadaan terkait kejadian gempa pagi ini mengingat zona ini merupakan ’seismic gap’ yang sudah lebih dari 200 tahun. Apakah ini gempa pembuka atau bukan, hal ini masih sulit diprediksi. Namun, ini menjadi alarm bahwa di zona ini ada tenaga besar yang belum lepas,” katanya.
Menurut Daryono, gempa-gempa besar di zona subduksi biasanya dimulai dengan gempa-gempa yang mirip (repeating earthquake) dan berulang di segmen tersebut. Misalnya, gempa Aceh berkekuatan M 9,1 pada 2004 dimulai dengan gempa berkekuatan M 7,3 pada 2002.