Banjir Landa 19 Desa di 11 Kecamatan, Ratusan Warga Purworejo Mengungsi
Hujan semalam memicu terjadinya banjir di 19 desa di 11 kecamatan di Kabupaten Purworejo. Hingga Selasa malam, ratusan warga terdampak banjir masih mengungsi.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
PURWOREJO, KOMPAS — Hujan tanpa henti yang berlangsung sejak Senin (14/3/2022) petang hingga Selasa (15/3/2022) memicu terjadinya banjir di 19 desa di 11 kecamatan di Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Karena air belum benar-benar surut dan ada kekhawatiran masih turun hujan, hingga Selasa, ratusan warga masih mengungsi dan belum berani pulang ke rumah masing-masing.
Di desa-desa yang dilanda banjir, ketinggian air bervariasi 1-1,5 meter. Pada Selasa sore sekitar pukul 15.00, di sebagian desa, air mulai surut menjadi sekitar 80 sentimeter. Namun, di sebagian tempat lainnya, tinggi air masih ada yang mencapai 1 meter.
Wagiyati (50), warga Desa Katerban, Kecamatan Kutoarjo, mengatakan, sekalipun tidak sempat mempersiapkan diri, tidak membawa bekal baju dan barang apa pun dari rumah, dia tidak ingin pulang untuk sekadar menengok situasi.
”Saya belum berani pulang karena belum yakin air sudah surut dan khawatir masih akan turun hujan deras,” ujarnya, Selasa (15/3/2022).
Setelah ditinggalkan mengungsi, rumah-rumah warga di kampung Wagiyati sebenarnya masih dijaga kerabat dan warga lainnya. Namun, hingga Selasa siang, dia pun belum mendapatkan kabar apa pun perihal perkembangan banjir dan situasi rumahnya.
Wagiyati menuturkan, air masuk ke rumahnya Senin malam sekitar pukul 23.00. Sempat berpikir air hanya sekadar lewat dan cepat surut, dia pun memilih bertahan di rumah dan tidur di atas tumpukan meja. Namun, karena air terus meninggi hingga lebih dari 1 meter, pada Selasa pagi sekitar pukul 07.00 dia pun mengungsi bersama warga Desa Katerban lainnya di Gedung Pusat Pendidikan dan Latihan (Pusdiklat), yang telah disiapkan pemerintah desa sebagai tempat pengungsian.
Sama seperti Wagiyati, Priyatno (50) juga memilih sementara ini tinggal di pengungsian dan tidak memikirkan kondisi rumah.
”Padahal, saat saya meninggalkan rumah, listrik masih saya biarkan menyala. Entahlah bagaimana nasib barang-barang elektronik saya di rumah,” ujarnya pasrah.
Suji Marliyah, Kepala Desa Dlangu, Kecamatan Butuh, mengatakan, pada Selasa pagi, 60 warga dari salah satu dusun yang terdampak banjir dievakuasi untuk mengungsi di sebuah rumah makan. Sementara ratusan warga lainnya memilih mengungsi di rumah kerabatnya di desa lain.
Pada Senin malam hingga Selasa dini hari, ketinggian banjir mencapai 1,5 meter hingga 2 meter. Namun, pada Selasa siang, rata-rata ketinggian air baru berkurang sekitar 0,5 meter.
Padahal, saat saya meninggalkan rumah, listrik masih saya biarkan menyala. Entahlah bagaimana nasib barang-barang elektronik saya di rumah,
Kepala Bidang Penyelamatan dan Evakuasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Purworejo Lilos Hapsarato mengatakan, hingga Selasa malam pukul 19.00, pihaknya masih menerima permintaan logistik dari desa-desa terdampak banjir.
”Kami berupaya mencukupi kebutuhan logistik untuk semuanya. Tidak hanya mereka yang berada di lokasi pengungsian, bantuan logistik juga kami kirimkan bagi mereka yang masih bertahan di rumah ataupun mereka yang mengungsi di rumah kerabat,” ujarnya.
Iman Tjiptadi, Subkoordinator Evakuasi dan Penyelamatan BPBD Kabupaten Purworejo, menambahkan, setelah hujan turun terus-menerus sejak sore, Senin petang, ketinggian air di sejumlah bendung di Kabupaten Purworejo telah mencapai 3 meter dan ditetapkan berada dalam level merah, yang bermakna berisiko memicu terjadinya banjir.
Bagi desa-desa yang rutin terdampak banjir, informasi peningkatan elevasi air tersebut tersampaikan sehingga warga bisa bersiap-siap mengungsi. Namun, di sebagian desa lainnya yang hanya sesekali dilanda banjir, kondisi yang terjadi pada Senin malam menjadi peristiwa yang mengagetkan dan terpaksa dihadapi tanpa persiapan.
Setelah banjir, Iman mengatakan, pihaknya juga segera berkoordinasi dengan Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak untuk mengeruk tumpukan sampah yang dipicu banjir, yang ada di sungai dan bendungan.
”Jika dibiarkan menumpuk dan menghambat aliran air, tumpukan sampah itu berpotensi memicu terjadinya banjir dalam skala lebih besar,” ujarnya.