Nurul Khotimah Mengangkat Pamor Bawang Merah Probolinggo
Berawal dari merugi akibat curah hujan tinggi, kini Nurul mengembangkan olahan camilan bawang merah Probolinggo hingga menembus pasar ekspor. Ia menjadi contoh bagi masyarakat sekitar untuk tidak menyerah pada nasib.
Oleh
DAHLIA IRAWATI
·5 menit baca
Kegagalan akan menjadi pemicu sebuah keberhasilan jika pantang menyerah dan terus berusaha. Hal itu terbukti pada keluarga Nurul Khotimah (43), pengusaha olahan bawang merah asal Probolinggo, Jawa Timur.
Tahun 2010, curah hujan tinggi merusak tanaman bawang merah keluarganya. Bawang merah mengalami busuk umbi. Sebanyak 90 persen dari 2 hektar tanaman bawang merah yang ditanam suaminya, Abdullah, akhirnya tak bisa dijual, dan terancam dibuang.
Di Probolinggo, membuang bawang merah rusak adalah hal lumrah. Sebab, bawang rusak itu tak bisa diberikan pada tetangga. Hampir semua tetangga sekitar Nurul juga merupakan petani bawang merah.
”Saat itu, 90 persen bawang merah kami rusak, dan terancam akan dibuang. Saya berpikir, sayang kalau sebanyak ini dibuang. Apa benar-benar tidak bisa diolah lagi? Akhirnya saya coba menggorengnya, menawarkan ke pasar di dekat sini, dan ternyata laku. Saya titip bawang merah goreng bungkus pada saudara yang berjualan di pasar Lawang, Malang, juga laku. Dalam sehari, 200 bungkus bawang merah laku terjual,” kata Nurul, Senin (14/03/2022).
Lawang, rupanya benar-benar menjadi pintu rezeki bagi Nurul untuk mengembangkan usaha. Dari sekadar iseng berjualan bawang goreng di pintu masuk Malang Raya, kini berkembang dan memiliki konsumen tetap.
Setelah merasa produk bawang merah goreng buatannya mendapat tempat di hati konsumen, Nurul pun datang ke Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Probolinggo, meminta agar dibina menjadi UMKM. Saat itu, ia mendapat PR dari salah seorang mentornya di Disperindag.
”Jika bawang merah sedang booming karena panen, akan banyak orang yang menggoreng bawang merah. Semua orang akan bisa melakukannya. Lalu, apa yang bisa membuat produk saya bisa lebih dikenal?” kata Nurul menirukan kata-kata mentornya.
Pertanyaan itulah yang memaksa Nurul berkreasi membuat camilan bawang merah. Sejak menjadi binaan Disperindag pada akhir tahun 2010, setahun kemudian Nurul mantap membikin usaha dengan bendera Dua Putri Sholehah (sekarang berbentuk CV) dengan produk seperti bawang merah goreng, camilan bawang merah, sambal, dan keripik dengan bumbu bawang.
”Akhirnya, saya mulai usaha berjualan bawang goreng. Semula usaha ini dikerjakan empat orang termasuk saya. Menggoreng dan mengupas bawang bergantian. Dari kapasitas awal produksi antara 5-10 kilogram kini usaha ini sudah cukup berkembang dan butuh bahan baku 400 kg bawang merah per harinya,” kata ibu dua anak itu.
Salah satu produk unggulan Nurul adalah camilan bawang goreng. Bawang goreng menjadi camilan dengan empat varian rasa, yaitu rasa sapi panggang, ayam bakar, keju, dan original. Tanpa diduga, camilan bawang merah yang langsung bisa langsung dicemil itu bisa diterima konsumen. Kini, camilan bawang merah menjadi oleh-oleh khas Probolinggo dan dijual di beberapa supermarket. Reseller produk Nurul pun tersebar di beberapa kota.
Pemberdayaan Terus berkembangnya usaha Nurul dengan brand Hunay membuatnya butuh bantuan banyak orang dalam mengupas bawang merah. Sebanyak 80 ibu rumah tangga dari tiga desa di sekitar rumah Nurul pun terlibat mengupas bawang merah mendukung usaha Nurul.
”Sejak awal misi saya adalah menjadikan bawang sebagai oleh-oleh khas Probolinggo, memberdayakan masyarakat sekitar, dan mengentaskan pengangguran. Sekarang, istri-istri petani yang selama ini hanya diam di rumah dan tidak banyak beraktivitas bisa memperoleh pendapatan dengan membantu mengupas bawang merah. Setelah mereka selesai masak, mereka bisa mengupas bawang merah untuk usaha ini,” kata istri petani bawang merah tersebut.
Saat, usaha Nurul pun tidak sepi pembeli. Justru, pandemi memaksa orang tinggal di rumah, sehingga mereka butuh bawang merah goreng untuk memasak di rumah. ”Justru selama pandemi ini, sejak tahun 2000, penjualan saya naik lebih dari 30 persen. Bahkan, pandemi ini, kami mendukung seorang eksportir, dan produk kami diekspor ke Jepang sebanyak 1,5 ton. Semoga penjualan ini bisa berlangsung rutin,” kata perempuan yang sudah mengantongi beberapa penghargaan tersebut.
Masih banyak mimpi Nurul tentang produk olahan bawang goreng. Tujuan utamanya adalah agar bawang merah Probolinggo bisa mendapat tempat terbaik dan petaninya pun merasakan untung.
”Tidak seperti sekarang, petani bawang merah seperti tidak memiliki posisi tawar. Menentukan harga jual bawang merah sendiri tidak bisa. Sangat tergantung tengkulak dan spekulan. Nanti kalau usaha ini bisa terus besar, bawang Probolinggo tidak akan sulit mendapat pasar, dan harapannya harganya akan menguntungkan petani,” kata Nurul.
Salah satu keinginan Nurul saat ini adalah bisa memasarkan bawang merah goreng lebih luas, termasuk ekspor sendiri. ”Arahnya nanti ke sana kalau memungkinan. Insya Allah bisa. Semua akan ada jalan kalau mau berusaha. Semoga bisa menemukan pembeli tepat di sana sehingga saya bisa kirim sendiri ke sana,” katanya.
Keinginan Nurul ini tidak main-main. Sebab, mengirim produknya ke supermarket besar nasional sudah pernah dilakukan selama bertahun-tahun, sebelum kemudian ia memutuskan berhenti karena kerepotan.
Bagi Nurul, ia percaya bahwa jika niatnya baik, Tuhan akan membantunya mewujudkannya. ”Selama mau ulet dan berkreasi, saya yakin kita semua bisa,” katanya.
Nurul Khotimah
Lahir : Probolinggo, 29 April 1978
Pendidikan: Diploma 3 Teknik Komputer Universitas Brawijaya Malang
Suami : Abdullah
Anak : 2 orang
Penghargaan:
- Penghargaan produktivitas Siddhakarya dari Gubernur Jawa Timur (2020)
- Juara II Lomba UKM Berprestasi dari Gubernur Jatim (2018)
- Juara I Lomba inovasi produk pertanian tingkat Provinsi Jatim (2015)