Atasi Kelangkaan Pasokan, Pemerintah Diminta Pastikan Pabrik Minyak Goreng Mendapat CPO
Kebijakan ”domestic market obligation” yang mengharuskan eksportir mengalokasikan 20 persen produksinya di pasar dalam negeri seharusnya membuat kebutuhan dalam negeri terpenuhi.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
MEDAN, KOMPAS —Pusat Penelitian Kelapa Sawit meminta pemerintah memastikan pabrik minyak goreng mendapat minyak kelapa sawit mentah atau CPO sebagai bahan baku. Kebijakan yang mengharuskan eksportir CPO mengalokasikan 20 persen pasokan ke dalam negeri seharusnya mencukupi. Namun, hanya pabrik yang terintegrasi dengan kebun yang mendapat jaminan pasokan.
”Kelangkaan minyak goreng di Indonesia sangat ironis karena terjadi di tengah industri sawit nasional yang mengalami kemajuan pesat dari hulu hingga hilir,” kata Peneliti Bidang Sosial dan Teknologi Pusat Penelitian Kelapa Sawit Ratna Nurkhoiri, Senin (7/3/2022), di Medan.
Ratna menjelaskan, penyebab utama kelangkaan minyak goreng sawit di dalam negeri ialah meroketnya harga CPO di pasar dunia. Hal ini membuat eksportir mengutamakan penjualan ke pasar dunia.
Kebijakan domestic market obligation (DM) yang mengharuskan eksportir mengalokasikan 20 persen produksinya di pasar dalam negeri seharusnya membuat kebutuhan dalam negeri terpenuhi. Apalagi, CPO juga harus dijual dengan harga Rp 9.300 per kilogram dan olein Rp 10.300 di dalam negeri.
Ratna menyebut, produksi CPO nasional pada 2022 diperkirakan mencapai 51,01 juta ton. Dengan kebijakan DMO, sekitar 10,2 juta ton seharusnya dijual di pasar dalam negeri. ”Ini seharusnya lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan minyak goreng nasional yang hanya 8-9 juta ton per tahun,” kata Ratna.
Akan tetapi, kata Ratna, pabrik minyak goreng yang mendapat pasokan CPO hanya yang terintegrasi dengan perkebunan dan pabrik kelapa sawit dalam satu grup usaha. Pabrik minyak goreng yang tidak mempunyai kebun dan pabrik kelapa sawit akhirnya kesulitan mendapat bahan baku.
”Padahal, sekitar 40 persen kebutuhan minyak goreng nasional dipasok oleh pabrik yang tidak terintegrasi dengan kebun sawit,” ujar Ratna.
Berdasarkan data dari Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia, kata Ratna, sudah ada enam produsen yang menutup sementara pabriknya di sejumlah daerah karena tidak mendapat CPO dengan harga yang sesuai ketentuan. Kesesuaian harga penting agar minyak goreng bisa dijual sesuai HET di tingkat konsumen Rp 14.000 per liter untuk kemasan premium.
Pasokan di Sumut
Berdasarkan pantauan Kompas, minyak goreng kini sudah tersedia kembali di sejumlah pasar di Medan sesuai dengan HET. Namun, pembelian masih dibatasi maksimal 2 liter per orang, khususnya untuk penjualan di supermarket dan minimarket. Sementara untuk minyak goreng curah, tidak ada pembatasan pembelian.
”Pasokan minyak goreng di Sumut saat ini sudah memadai. Kebutuhannya sekitar 30 juta liter per dua minggu. Satuan Tugas Pangan Sumut berfokus untuk memastikan distribusi berjalan,” kata Kepala Biro Perekonomian Pemerintah Provinsi Sumut Naslindo Sirait.
Naslindo mengatakan, Satgas Pangan saat ini meninjau distribusi minyak goreng di Kepulauan Nias yang sempat mengalami kelangkaan. Saat ini sudah masuk minyak goreng ke wilayah tersebut. Mereka pun menemukan sejumlah modus untuk menghindar dari ketentuan HET. Banyak pedagang yang menjual paket minyak goreng dengan sabun untuk menyamarkan harga. Namun, setelah diingatkan, pedagang menjual minyak goreng secara terpisah sesuai HET.
Agustina (45), pedagang grosir minyak goreng curah di Pasar Sikambing, mengatakan, dalam beberapa hari ini dia sudah mendapat pasokan yang memadai.
”
Setelah sempat tidak mendapat minyak goreng sama sekali hampir dua minggu, kini (pasokan minyak goreng) sudah normal kembali,
”
kata Agustina. Agustina menyebut, ia tidak membatasi pembelian karena stoknya cukup banyak.