Omicron dan Delta Menyerang Bersama, Pasien Bergejala Berat di Sulut Bertambah
Pasien terkonfirmasi positif Covid-19 yang mengalami gejala berat di Sulawesi Utara terus meningkat selama sepekan terakhir seiring penyebaran galur Omicron dan Delta. Namun, jumlah kasus harian mulai menurun.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·5 menit baca
MANADO, KOMPAS — Pasien terkonfirmasi positif Covid-19 dengan gejala berat di Sulawesi Utara terus meningkat selama sepekan terakhir. Hal ini terjadi seiring penyebaran dua galur SARS-CoV-2, yaitu Omicron dan Delta. Namun, pada saat yang sama jumlah kasus baru yang ditemukan setiap hari mulai menurun.
Data Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Sulut, Rabu (2/3/2022), menunjukkan tren keterisian tempat tidur (BOR) ruang isolasi instalasi gawat darurat (IGD) di 51 rumah sakit rujukan khusus Covid-19 meningkat sepekan terakhir. Kini, 21,74 persen dari sekitar 140 tempat tidur telah terisi atau meningkat dari 17,39 persen pekan lalu, Selasa (22/2/2022).
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit di Dinas Kesehatan Sulut dr Steaven Dandel mengatakan, kondisi ini adalah sinyal peringatan mengenai tingkat keparahan gejala. ”Pasien ada pada kondisi bergejala berat yang juga dapat diperburuk penyakit penyerta,” ujarnya.
Faktor lain yang juga dapat memperburuk kondisi pasien adalah keterlambatan pasien dibawa ke fasilitas kesehatan. Akibatnya, pasien tiba di rumah sakit dalam keadaan kritis. Data menunjukkan, perawatan pasien Covid-19 yang bergejala di Sulut terpusat di RS Umum Pusat Prof dr RD Kandou yang BOR IGD-nya mencapai 63,89 persen.
Pada awal pandemi, Satgas Covid-19 Sulut berupaya memperbanyak rumah sakit rujukan Covid-19 di 15 kabupaten/kota agar pasien bergejala berat dapat segera ditangani di fasilitas kesehatan terdekat. RSUP Kandou di Manado hanya menjadi tujuan rujukan terakhir apabila rumah sakit di tingkat kabupaten/kota tak dapat menanganinya.
Steaven mengatakan, tingkat keparahan gejala berlangsung ketika jumlah kematian meningkat. Selama sepekan terakhir, rata-rata tujuh orang meninggal setiap hari atau naik dari dua orang per hari pekan sebelumnya. Selain itu, banyak kasus reinfeksi serta munculnya kluster keluarga.
”Ini memberi indikasi kuat bahwa penularan varian Omicron berlangsung secara lokal. Kita perlu mewaspadai juga transmisi varian Delta yang masih terdeteksi di Sulut. Ini sudah dibuktikan pemeriksaan laboratorium dari Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan. Jadi kita harus waspada terhadap dua varian Covid-19,” ujarnya.
Dua varian ini menimbulkan beberapa gejala yang berbeda. Orang yang terserang Covid-19 galur Omicron akan mengalami gejala relatif ringan, seperti demam ringan, tenggorokan gatal, sakit kepala, mudah lelah, dan batuk kering serta sesak napas pada kasus infeksi parah. Adapun penderita galur Delta dapat mengalami gejala serupa ditambah anosmia, kehilangan indra perasa, mual dan muntah, serta diare.
Dihubungi terpisah, Kepala Bidang Medik RSUP Kandou dr Handry Takasenseran mengatakan, ada sekitar 40 tempat tidur di ruang isolasi IGD, dan lebih dari dua pertiga telah terpakai. Namun, sejauh ini tim tenaga kesehatan tidak kewalahan.
”Sejauh ini kapasitas masih cukup,” katanya.
Kendati Pemprov Sulut telah menginstruksikan peningkatan kapasitas ruang isolasi di setiap rumah sakit rujukan sebesar 30 persen dari seluruh jumlah tempat tidur yang dimiliki, RSUP Kandou tidak ikut melaksanakannya. Kapasitas ruang isolasi IGD bahkan harus dikurangi demi memenuhi kebutuhan pasien penyakit saluran pernapasan yang bukan Covid-19.
Menurut Handry, 50 rumah sakit rujukan Covid-19 lainnya di Sulut harus berupaya meningkatkan kapasitas ruang isolasi dengan peralatan yang representatif demi mencegah kolapsnya sistem kesehatan di RSUP Kandou. Sebab, rumah sakit yang dinaungi langsung oleh Kemenkes itu juga merupakan tujuan rujukan untuk penyakit lainnya.
”Jangan terus bergantung kepada RSUP Kandou. Kalau semua dirujuk ke sini, ya kelabakan kami. Berapa pun tambahan tempat tidur yang kami sediakan tidak akan pernah cukup. Jadi, marilah kita kerja sama,” kata Handry.
Menurun
Di tengah keadaan ini, gelombang ketiga Covid-19 di Sulut mulai mereda. Sejak memuncak dengan 1.125 kasus pada 22 Februari, jumlah kasus harian berangsur menurun. Selama 23 Februari hingga 1 Maret, rata-rata kasus baru setiap hari hanya 624,7.
Dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri mengenai pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) terbaru yang diterbitkan Senin (28/2/2022), 14 kabupaten/kota di Sulut berstatus level 3, kecuali Bolaang Mongondow Utara yang berstatus level 2. Manado, Bitung, dan Tomohon yang sempat berstatus level 4 pun dipastikan lebih aman.
Selama berstatus level 4, Pemkot Manado tidak mengeluarkan surat edaran yang mewajibkan semua kegiatan ekonomi berakhir pada pukul 20.00 Wita seperti selama tahun pertama pandemi. Pusat-pusat perbelanjaan modern pun bisa buka hingga pukul 22.00 Wita seperti biasa. Satuan polisi pamong praja pun tak dikerahkan lagi untuk menertibkan.
Jonesius Eden Manoppo, pengajar epidemiologi Universitas Negeri Manado, menduga pemerintah sedang menguji kesiapan masyarakat dan sistem kesehatan untuk hidup berdampingan dengan Covid-19 di masa depan. ”Saya juga melihat ada keinginan pemerintah untuk menguji, seberapa tangguh efek dari vaksinasi yang telah diberikan,” katanya.
Menurut dia, pemerintah juga tidak lagi getol mengingatkan tentang protokol kesehatan. Ini disebabkan kebiasaan protokol kesehatan yang telah menjadi kebiasaan selama dua tahun terakhir. Ia mencontohkan, warga yang merasa mengalami gejala Covid-19 tanpa disuruh langsung berdiam saja di rumah. Perkantoran pun membagi jadwal bagi karyawannya tanpa paksaan pemerintah.
Idealnya, lanjut Jonesius, pemerintah kabupaten/kota harus mengeluarkan surat edaran untuk memastikan Instruksi Mendagri terlaksana di lapangan. Namun, hingga kini tidak terjadi kegawatdaruratan sistem kesehatan sekalupun aktivitas masyarakat tidak diperketat. BOR memang sempat meningkat, tetapi kasus juga pelan-pelan melandai.
Kendati demikian, ia mengingatkan pemerintah agar tidak melupakan pekerjaan rumah yang masih menanti, yaitu vaksinasi. Cakupan vaksinasi dosis pertama masih di titik 77,29 persen dari target, sedangkan dosis kedua 52,63 persen. Dosis penguat pun baru 3,4 persen.
”Keadaan saat ini bisa dibilang adalah gambaran keadaan kita di masa depan. Tetapi, jangan sampai kita jemawa. Jangan memandang enteng dan menantang virus korona. Di samping itu, vaksinasi sebagai pekerjaan rumah utama jangan dilupakan,” ujar Jonesius.