Lewati Puncak Kasus Dua Gelombang Sebelumnya, Penularan Covid-19 di Sulut Tak Terkendali
Penyebaran Covid-19 di Sulawesi Utara disebut tak terkendali setelah jumlah kasus harian melonjak melebihi puncak kasus dua gelombang sebelumnya. Keterisian rumah sakit pun terus naik. Kewaspadaan mesti ditingkatkan.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·4 menit baca
MANADO, KOMPAS — Penyebaran Covid-19 di Sulawesi Utara disebut tak terkendali setelah jumlah kasus harian melonjak melebihi puncak kasus pada dua gelombang penularan sebelumnya. Tingkat keterisian rumah sakit pun terus meningkat selama dua pekan terakhir.
Dalam siaran pers, Kamis (17/2/2022), Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Sulut dr Steaven Dandel mengatakan, 994 kasus baru Covid-19 ditemukan di Sulut pada Rabu (16/2/2022). Jumlah itu jauh melampaui puncak dua gelombang pandemi yang terjadi dua tahun terakhir.
”Kurva epidemiologi menunjukkan penularan Covid-19 di komunitas terjadi sangat cepat. Ini memberikan sinyal kuat bahwa penularan ada pada kondisi tidak terkendali. Ini dibuktikan dengan data epidemiologi (temuan kasus) harian, Rabu (16/2/2022) ini,” kata Steaven.
Puncak gelombang pertama terjadi pada 25 Januari 2021 dengan temuan 241 kasus dalam sehari, disusul puncak kasus kedua pada 31 Juli 2021 dengan total 708 kasus. Penularan virus SARS-CoV-2 sempat mereda, bahkan kerap tak ditemui satu pun kasus dalam sehari, hingga keberadaan varian Omicron diumumkan.
Galur Omicron terdeteksi di Sulut pada Januari 2022, menyusul DKI Jakarta sebulan sebelumnya. Penderitanya adalah empat pelaku perjalanan udara, termasuk warga negara asing, yang tiba di Bandara Internasional Sam Ratulangi, Manado. Steaven menyebut, kondisi saat ini mengindikasikan kecepatan penularan varian Omicron seperti disebutkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yakni empat hingga lima kali lebih cepat ketimbang varian Delta.
Akibatnya, ruang isolasi di 51 rumah sakit rujukan Covid-19 pun semakin kebanjiran pasien. Hingga 15 Februari, tingkat keterisian (BOR) sekitar 30,13 persen, meroket dari 5,87 persen pada dua pekan sebelumnya. Dalam jangka waktu yang sama, ruang isolasi instalasi gawat darurat (IGD) mencapai 5,07 persen, naik dari 2,17 persen dibandingkan dengan sebelumnya.
Kurva epidemiologi menunjukkan penularan Covid-19 di komunitas terjadi sangat cepat. Ini memberikan sinyal kuat bahwa penularan ada pada kondisi tidak terkendali. (Steaven Dandel)
Sebagai langkah mitigasi, kata Steaven, Pemerintah Provinsi mengikuti Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 11 Tahun 2022. Delapan kabupaten dan kota telah dinaikkan statusnya ke pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) level 3. Artinya, pembelajaran di sekolah kembali menjadi daring atau hibrida.
Kegiatan perkantoran, kecuali untuk sektor kesehatan, energi, serta makanan dan minuman, harus menerapkan lagi kerja jarak jauh. Restoran, kafe, pusat-pusat perbelanjaan, serta hiburan pun hanya boleh menerima pengunjung sejumlah 50 persen dari kapasitas maksimal gedung.
Menurut Steaven, masyarakat wajib memainkan perannya dengan kembali mendisiplinkan diri untuk mematuhi protokol kesehatan yang dinilai mulai kendur seiring penurunan kasus harian. Di samping itu, warga bisa mengurangi bepergian dan mengikuti vaksinasi.
Setelah satu tahun berlangsung, vaksin dosis pertama telah diterima 76,44 persen dari target 2,31 juta orang, sedangkan dosis kedua baru 51,17 persen. Sebagian warga bahkan diduga tidak menerima suntikan dosis kedua, bahkan lewat enam bulan seusai suntikan pertama. ”Yang drop out (melebihi enam bulan) harus vaksinasi ulang dari awal,” kata Steaven.
Pada awal Februari 2022, Gubernur Sulut Olly Dondokambey telah menginstruksikan 51 rumah sakit rujukan di Sulut menambah kapasitas ruang isolasi hingga 30 persen dari total tempat tidur rumah sakit. Terakhir, pekan lalu, Sulut menyediakan 1.759 tempat tidur di ruang isolasi biasa dan 138 di ruang isolasi IGD.
Kepala Seksi Pelayanan Rujukan Dinas Kesehatan Sulut dr Harto Linelajan mengatakan, BOR ruang isolasi biasa yang saat ini 30,13 persen terkonsentrasi di dua rumah sakit di Manado, yaitu RS Umum Pusat Kandou dan RS Lapangan Darurat Covid-19 Kitawaya. RSUP Kandou yang BOR-nya kini sekitar 20 persen ia sebut telah membuka ruangan lain untuk isolasi.
”Kalau RS Kitawaya tidak bisa tambah lagi karena kapasitasnya maksimal 80 untuk isolasi biasa dan lima untuk isolasi di IGD. Tetapi, RS JH Awaloei di Tateli, Minahasa, juga sudah mulai menambah kapasitas setelah Dinas Kesehatan Sulut mengumumkan warning (peringatan) untuk rumah sakit,” kata Harto.
Penambahan kapasitas ruang isolasi, lanjut Harto, bukan masalah sepele. Pengelola RS harus mampu menjaga keseimbangan agar tidak ada ketimpangan layanan Covid-19 dan penyakit lain. Hal ini dimudahkan karena saat ini tidak ada wabah lain yang sedang berlangsung, seperti demam berdarah dengue yang dikhawatirkan terjadi pada musim hujan.
”Kami sudah peringatkan juga rumah sakit lain di daerah untuk bersiap. Kami akan lihat dalam jangka waktu satu bulan. Kalau rumah sakit di kabupaten/kota mulai terisi, penambahan kapasitas wajib dilakukan sebagai langkah antisipasi,” katanya.
Gubernur Olly juga telah menerbitkan perintah agar daerah mempersiapkan fasilitas isolasi terpusat dengan kapasitas 100-200 orang. Beberapa kabupaten dan kota telah mempersiapkan pusat isolasi ini sejak tahun lalu. Bitung dan Minahasa Utara, misalnya, menjadikan Kapal Tatamailau milik PT Pelni sebagai pusat isolasi bagi 498 orang.
Pemkot Bitung juga memfungsikan Rumah Susun Sagerat sebagai pusat isolasi. Adapun Pemprov Sulut menyiapkan beberapa fasilitas isolasi, seperti Balai Pelatihan Kesehatan (Bapelkes) dan Kantor Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan di Manado, serta Rumah Susun Batalyon Zeni Tempur 19/Yudha Karya Nyata dan Balai Pelatihan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Pemprov Sulut di Minahasa Utara.