Pulang Kampung, Pendidikan Sebagian Anak Bali Terhenti
Pandemi Covid-19 memberikan tantangan terhadap kehidupan masyarakat di Bali, termasuk dalam sisi pendidikan.
Oleh
COKORDA YUDISTIRA M PUTRA
·4 menit baca
DENPASAR, KOMPAS — Masa pandemi Covid-19 memberikan tantangan terhadap kehidupan masyarakat di Bali, termasuk dalam sisi pendidikan. Tekanan ekonomi akibat pandemi memaksa sejumlah warga untuk pulang ke daerah asal sehingga berdampak terhadap kelanjutan pendidikan anak.
Akibatnya, pendidikan anak pun terganggu, bahkan terputus lantaran mengikuti kepindahan orangtua mereka. Demikianlah benang merah dari pendapat Kepala Dinas Pendidikan, Kepemudaan, dan Olahraga Provinsi Bali Ketut Ngurah Boy Jayawibawa yang dihubungi Kamis (24/2/2022) dan Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Provinsi Bali I Komang Arta Saputra yang dihubungi secara terpisah pada Jumat (25/2/2022).
Menurut Jayawibawa, pandemi Covid-19 berdampak terhadap pendidikan. Oleh karena itu, Pemprov Bali sedari dini mengantisipasi dampak pandemi, di antaranya, melalui penyaluran paket kebijakan bantuan sosial untuk pendidikan mulai tingkat sekolah dasar sampai jenjang perguruan tinggi sejak 2020. Paket kebijakan bantuan sosial itu bertujuan mengurangi jumlah peserta didik putus sekolah akibat dampak Covid-19 dan membantu pembiayaan pendidikan.
Ketika awal pandemi Covid-19, Gubernur Bali Wayan Koster menerbitkan Peraturan Gubernur Bali Nomor 15 Tahun 2020 tentang Paket Kebijakan Percepatan Penanganan Covid-19 di Provinsi Bali. Dari catatan Kompas, selain untuk perguruan tinggi, Pemprov Bali juga menyalurkan bantuan sosial tunai bagi murid sekolah swasta mulai jenjang SD sampai sekolah menengah. Bantuan sosial tunai untuk pendidikan itu bersumber dari APBD Provinsi Bali dan pemberiannya selama tiga bulan.
Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali, rata-rata lama sekolah di Provinsi Bali cenderung membaik dalam tiga tahun terakhir sampai 2021. Lama sekolah di Provinsi Bali rata-rata selama 8,84 tahun pada 2019, menjadi 8,95 tahun pada 2020, dan selama 9,06 tahun pada 2021. Rata-rata lama sekolah di Bali yang paling singkat terdapat di Kabupaten Karangasem, yakni selama 6,33 tahun pada 2021. Adapun rata-rata lama sekolah di Bali yang paling lama terdapat di Kota Denpasar, yaitu selama 11,48 tahun pada 2021.
Namun, Jayawibawa mengakui tetap ada murid yang terpaksa berhenti sekolah, termasuk karena mengikuti orangtua mereka pindah daerah atau pulang ke daerah asal orangtua, atau lantaran terdesak ekonominya. Jayawibawa menyatakan sudah berkomunikasi dengan pihak sekolah asal agar pihak sekolah tersebut turut memantau dan berkomunikasi dengan orangtua murid untuk memastikan keberlanjutan pendidikan anak mereka di tempat baru atau setelah berada di daerah asal orangtuanya.
Peran orangtua penting dalam memastikan keberlanjutan dan lancarnya pendidikan murid dalam kondisi pandemi. Terlebih dalam masa pandemi diberlakukan berbagai pembatasan, termasuk penerapan pola pembelajaran secara jarak jauh (PJJ) atau secara di dalam jaringan (daring).
”Harapannya, orangtua agar lebih memperhatikan anak-anaknya, ikut mendampingi anak-anak selama PJJ. Begitu pula masyarakat di lingkungan sekitar anak agar turut mengawasi dan memperhatikan anak-anak usia sekolah yang ada di lingkungan tersebut,” kata Jayawibawa.
Adapun Ketua PGRI Provinsi Bali I Komang Arta Saputra mengatakan, pandemi Covid-19 memberikan pengalaman dan pembelajaran baru, tidak hanya bagi murid, juga bagi sekolah dan guru. Kepala Sekolah Menengah Atas PGRI 2 Kota Denpasar tersebut menyebutkan, pihak sekolah dan guru harus beradaptasi dengan model pembelajaran secara daring dengan menggunakan teknologi informasi.
”Proses PJJ, misalnya, bertujuan agar pendidikan anak tetap berlangsung. Namun, harus diakui, hasilnya tentu berbeda dengan pembelajaran secara langsung di masa normal,” ujar Saputra. Selama menjalani proses PJJ, menurut Saputra, orangtua memang diharapkan mendampingi dan mengawasi anak-anak jikalau anak-anak belajar di rumah.
Saputra menambahkan, pandemi juga memberikan tekanan terhadap orangtua murid sehingga mempengaruhi pendidikan anak-anak. Senada Jayawibawa, Saputra mengatakan, fenomena murid berhenti sekolah karena mengikuti kepindahan orangtua memang nyata terjadi. ”Ada orangtua murid mengajukan surat permohonan pindah sekolah karena orangtua beralasan mereka sekeluarga pulang ke daerah asal,” katanya.
Saputra juga menyatakan, tekanan akibat pandemi juga dirasakan pengelola sekolah swasta atau yayasan pendidikan. Menurut dia, sekolah swasta mengalami penurunan jumlah murid baru karena calon siswa lebih memilih ke sekolah negeri. Saputra meminta pemerintah memperhatikan dan memberdayakan sekolah-sekolah swasta yang sudah berdiri lama dan turut mengabdi dalam menyediakan pendidikan yang berkualitas. ”Sekolah-sekolah swasta agar mendapatkan perhatian dan diberdayakan,” katanya.