Selain Kerusakan, Cuaca Ekstrem di Sulsel Sebabkan Tiga Korban Tewas
Cuaca buruk masih membayangi Sulsel. Banjir, longsor, dan angin kencang dalam empat hari terakhir telah menimbulkan korban jiwa dan harta benda.
Oleh
RENY SRI AYU ARMAN
·3 menit baca
MAKASSAR, KOMPAS — Bencana hidrometeorologi yang melanda Sulawesi Selatan empat hari terakhir tak hanya menyebabkan berbagai kerusakan. Setidaknya ada tiga korban meninggal yang dievakuasi tim SAR dari dua lokasi berbeda.
Dua korban tewas akibat perahu pecah di Makassar pada Minggu (20/2/2022) malam, berturut-turut ditemukan pada Senin dan Selasa (21-22/2). Keduanya adalah Roki (54) yang ditemukan pada Senin pagi dan Saleh (60) yang ditemukan pada Selasa.
Sementara satu korban tewas lainnya adalah Raki (19), warga yang terseret arus luapan sungai di Kabupaten Jeneponto pada Minggu malam. Jenazah korban ditemukan pada Rabu (23/2) sekitar pukul 11.30 Wita oleh nelayan di perairan Batule’leng, Kecamatan Bangkala, Jeneponto.
”Lokasi penemuan ini sekitar 19 kilometer dari lokasi korban terseret arus air di Sungai Batu Mopang. Kami telah mengevakuasi korban ke rumah duka dan diserahkan ke pihak keluarga,” kata Djunaidi, Kepala Kantor Basarnas Sulsel, Rabu.
Di sejumlah daerah, angin kencang menyebabkan puluhan rumah rusak dan pohon tumbang. Hal itu di antaranya terjadi di Kabupaten Sidrap, Wajo, Bone, Selayar, Takalar, Maros, dan Kota Parepare. Di Sidrap, sedikitnya 87 rumah rusak akibat angin kencang.
Sementara banjir terjadi di Makassar, Takalar, Jeneponto, Selayar, dan Luwu Utara. Di Tana Toraja, sejumlah warga dievakuasi akibat longsor dan tanah bergerak. Tanah bergerak ini setidaknya sudah merusak tujuh rumah warga dan mengancam sejumlah rumah lainnya.
Terkait bencana ini, Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Sulsel Astina Abbas mengatakan, sejak beberapa tahun terakhir Pemprov Sulsel melakukan berbagai upaya mitigasi banjir. Di bidang infrastruktur, misalnya, ada kegiatan normalisasi sungai dengan melakukan pengerukan sedimen agar debit air bertambah serta memperbaiki tebing sungai agar tidak terjadi longsoran.
”Kami juga selalu berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait, seperti Balai Besar Wilayah Sungai Jeneberang dan Pemkot Makassar, guna pecegahan banjir. Ini terutama pada sistem drainase yang perlu diperbaiki yang mengarah ke kanal-kanal yang ada di kota,” katanya.
Selain itu, ada pula dukungan dari pemerintah pusat guna pencegahan banjir dengan bendungan multifungsi, kolam retensi, dan waduk. Ini, di antaranya, Bendungan Bili-Bili dan Bendungan Karalloe di Kabupaten Gowa, Bendungan Ponre-Ponre di Kabupaten Bone, Bendungan Paselloreng di Kabupaten Wajo, kolam regulasi Nipa-nipa di Kabupaten Maros, dan Waduk Pampang di Makassar.
”Hal ini sangat membantu mereduksi banjir. Namun, kondisi iklim memang saat ini sangat ekstrem. Bisa dibayangkan, apabila pemerintah tidak melakukan penanganan secara rekayasa struktur, mungkin dampak yang timbul akan lebih besar,” paparnya.
Sementara itu, Dinas Kehutanan Sulsel menyatakan telah melakukan program dalam melestarikan dan merehabilitasi hutan dan daerah aliran sungai. ”Kami terus melakukan upaya rehabilitasi hutan dan lahan, seperti penanaman hutan rakyat, pembuatan dam penahan, gully plug, dan sumur resapan di beberapa daerah,” kata Kepala Dinas Kehutanan Sulsel Andi Parenrengi.