Hujan dengan intensitas tinggi yang terus mengguyur wilayah Sulawesi Selatan menjadi bayang-bayang bencana bagi sebagian warga. Banjir dan longsor kini menjadi ancaman.
Oleh
RENY SRI AYU
·2 menit baca
MAKASSAR, KOMPAS — Tanah longsor terus terjadi di Kabupaten Tana Toraja, Sulawesi Selatan. Wilayah ini bahkan telah dikepung longsor. Bencana ini diperkirakan terjadi karena curah hujan yang tinggi dan labilnya struktur tanah.
Kepala Pelaksana BPBD Tana Toraja Alfian Andi Lolo yang dihubungi pada Rabu (1/12/2021) mengatakan, setidaknya sudah terjadi 80 kali longsor sejak tiga pekan terakhir. Sebanyak 80 titik longsor tersebar di hampir semua kecamatan dengan ketinggian timbunan ringan hingga berat. Sebagian material longsor masih menutup jalan, termasuk jalur penghubung antardesa, kecamatan, hingga kabupaten.
”Hari ini longsor membuat sebagian besar warga di Kecamatan Simbuang- Mappa terisolasi. Ada 32 titik longsor di wilayah ini saja. Kami bersama warga berusaha membuka akses, tetapi dibutuhkan alat berat lebih banyak,” katanya.
Alfian mengatakan, sejak tiga pekan terakhir, hujan terus mengguyur Tana Toraja dengan intensitas yang cukup tinggi. Intensitas hujan saat ini jauh lebih tinggi dibanding tahun lalu. Ini yang membuat Tana Toraja kini dikepung longsor.
”Persoalannya, struktur tanah di Tana Toraja ini sangat labil, jadi lebih mudah longsor. Kami sudah mengimbau warga untuk waspada, terutama di wilayah rawan longsor. Petugas juga kami sebar untuk bersiaga,” kata Alfian.
Selain longsor di Toraja, wilayah lain, yakni Luwu Utara, Bantaeng, Jeneponto, dan Enrekang, juga diterjang banjir beberapa kali dalam sepekan terakhir. Walau kini air surut, warga tetap siaga dan waspada.
Beberapa waktu lalu, Kepala Pusat Studi Kebencanaan Universitas Hasanuddin Adi Maulana mengatakan, Sulsel masuk dalam 10 besar provinsi dengan indeks risiko bencana tinggi.
Dua jenis bencana yang membayangi Sulsel adalah banjir dan longsor. Karena itu, pemerintah kota dan kabupaten diminta meninjau ulang tata ruang wilayah yang sudah disusun untuk melihat lagi wilayah dengan kerawanan bencana tinggi. ”Ini perlu sebagai mitigasi dan mengurangi dampak bencana,” kata Adi yang juga menjabat Ketua Tim Penyusunan Dokumen Penanggulangan Bencana Sulsel.
Adi menyebut, kondisi tanah dan bebatuan di sejumlah wilayah memang termasuk rawan longsor. Hal ini diperparah kondisi wilayah yang terdiri atas tebing-tebing.
Di Luwu Timur, yang juga berbatasan dengan Tana Toraja, longsor pada Oktober lalu menyebabkan empat anak tewas. Di Luwu Utara, sisa banjir bandang yang terjadi tahun lalu hingga kini belum tuntas dibenahi. Banjir juga membayangi sejumlah kabupaten.