Industri Kecil Menengah Sumsel Masih Sulit Tembus Pasar Ekspor
Pelaku industri kecil menengah di Sumatera Selatan masih mengalami kendala dalam mengekspor produknya. Hal ini disebabkan kurangnya pengetahuan mereka dalam membuat produk berstandar ekspor.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Para pelaku industri kecil menengah di Sumatera Selatan masih terkendala cara ideal mengekspor beragam produknya. Minimnya pengetahuan membuat produk berstandar ekspor serta belum lengkapnya syarat perizinan menjadi penyebab.
Berdasarkan data Dinas Perindustrian Sumatera Selatan, ada 67.887 unit industri kecil menengah (IKM). Mereka bergerak di antaranya di sektor pangan, sandang dan kulit dari karet, kimia dan bahan bangunan, serta logam dan jasa serta kerajinan. Nilai investasinya mencapai Rp 978,17 miliar. Sektor ini menciptakan lapangan kerja hingga 219.772 orang.
Kepala Dinas Perindustrian Sumsel Ernila Rizar, dalam seminar ”Pembangunan Keterampilan UMKM Sumsel Go Export”, Rabu (23/2/2022), mengatakan, IKM terbentur sejumlah kendala untuk menembus pasar ekspor. Kendala pertama adalah tidak adanya akses informasi dan pasar yang cukup untuk memanfaatkan potensi usaha di pasar luar negeri.
Selain itu, ujar Ernila, sebagian besar pelaku IKM merupakan industri rumah tangga yang belum memiliki sistem manajerial mapan, baik dari aspek manajemen produksi, pemasaran, maupun keuangan.
Sebagian besar IKM juga belum mampu memenuhi standar sertifikasi berskala nasional ataupun internasional. Beberapa di antaranya adalah Standar Nasional Indonesia, Badan Pengawas Obat dan Makanan, Good Manufacturing Practices (GMP), dan sistem jaminan mutu keamanan pangan /produk.
Dia mencontohkan, untuk usaha pempek di Sumsel, dari lebih kurang 5.000 pelaku usaha, hanya tujuh orang memiliki kelengkapan izin di atas. ”Hal ini tentu harus kita dorong agar makanan khas Palembang ini bisa mendunia,” ujarnya.
Mengantisipasi permasalahan itu, ucap Ernila, beragam langkah dilakukan untuk mendorongnya. Beberapa di antaranya adalah program peningkatan daya saing melalui pelatihan teknis, fasilitasi sertifikasi, bantuan mesin, dan pendampingan usaha.
Bantuan permodalan juga terus dilakukan, salah satunya melalui kredit usaha rakyat (KUR) dan KUR Daerah bagi UMKM. Langkah pemasaran juga terus ditingkatkan, terutama penyediaan akses pasar dan penciptaan iklim usaha yang ideal.
Ketua Asosiasi Pengusaha Pempek Palembang Yeni Anggraini mengatakan, pihaknya berkeinginan besar membawa makanan khas Palembang ini mendunia. Namun, masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Salah satunya adalah pengemasan untuk memastikan bagaimana pempek yang dikirim bisa bertahan lama.
Sudah ada solusi terkait permasalahan ini, yakni menggunakan teknologi pangan retort. Teknologi ini merupakan penyempurnaan dari mekanisme vakum. Setelah divakum, kemasan pempek dimasukan dalam mesin retort bertekanan tinggi dalam suhu 121 derajat celsius dalam waktu 15 menit.
Dengan cara ini, pempek dapat bertahan dalam waktu satu bulan tanpa bahan kimia. Mikroba penyebab pempek menjadi basi sudah mati. Teknologi ini sudah digunakan untuk pengemasan rendang dan pindang. ”Dengan cara ini pempek pun bisa diekspor,” ucapnya.
Akan tetapi, dia mengatakan, untuk penggunaan massal, proses ini harus melalui sejumlah tahapan penelitian, termasuk uji laboratorium. Selain itu, perlu dipastikan rasa pempek mesti memiliki cita rasa universal sesuai selera pasar. ”Di sini kami membutuhkan dukungan dari semua pihak,” ujarnya.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Sumsel Erwin Soeriadimadja mengatakan, butuh sinergi dan kolaborasi semua pihak mendukung produk IKM berstandar internasional. Dukungan tersebut berbentuk peningkatan kualitas produk agar bisa memenuhi selera pasar sehingga membuka peluang pasar yang lebih luas.
Karena itu, ujar Erwin, pelatihan secara berkala serta pendampingan pembuatan perizinan dan sertifikasi harus terus dilakukan berkesinambungan. Yang tidak kalah penting, ujar dia, adalah dukungan digitalisasi dalam pemasaran.
Dukungan terhadap IKM sangat penting karena kontribusinya terhadap pertumbuhan produk domestik regional bruto mencapai 60 persen. Namun, pasar ekspor yang bisa direngkuh hanya 5 persen. ”Itu berarti peluang untuk IKM masih sangat besar,” katanya.