Kapasitas Pelabuhan Terbatas, Capaian Ekspor Sumsel Masih Rendah
Capaian ekspor produk pertanian di Sumsel masih rendah jika dibandingkan 17 provinsi lain yang menjadi pintu ekspor Indonesia. Hal ini disebabkan oleh rendahnya kapasitas pelabuhan dan pendangkalan Sungai Musi.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·4 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Capaian ekspor produk pertanian di Sumatera Selatan terbilang rendah dibandingkan 16 provinsi lain yang menjadi pintu ekspor Indonesia. Pemicu utamanya, kapasitas pelabuhan yang rendah dan pendangkalan Sungai Musi di area pelabuhan. Pelabuhan Tanjung Carat yang akan dibangun November 2021 diharapkan dapat memperbaiki capaian ekspor ke depan.
Hal ini disampaikan Gubernur Sumatera Selatan Herman Deru setelah ikut melepas komoditas ekspor pertanian secara serentak di 17 pelabuhan dan bandar udara di Indonesia. Dalam acara yang disaksikan Presiden Joko Widodo ini, beragam komoditas pertanian dari periode 9 Agustus-14 Agustus 2021 senilai Rp7,2 triliun, diekspor menuju 61 negara di dunia.
Herman menuturkan, capaian ekspor Sumsel terbilang masih rendah, Rp 82,49 miliar. Jumlah ini hanya lebih tinggi dari Pelabuhan Laut Bitung di Sulawesi Utara (Rp 63, 6 miliar) dan Bandara Soekarno-Hatta di Banten (Rp 40, 36 miliar). Dia mengatakan, salah satu pemicunya adalah keterbatasan kapasitas Pelabuhan Boom Baru Palembang.
”Kapasitas penyimpanan kontainer terbilang kecil karena luas lahan yang memang terbatas lantaran berlokasi di dalam kota Palembang,” ujar Herman.
Selain itu, kedalaman sungai di sekitar pelabuhan, sekitar 6 meter, membuat hanya kapal-kapal tertentu yang bisa menepi ke pelabuhan. Akibatnya, produk ekspor pun dilakukan secara ship to ship. Kontainer dari Palembang akan dipindahkan ke kapal yang lebih besar di pelabuhan yang memiliki kedalaman yang lebih memadai.
Padahal, ujar Herman, Sumsel memiliki potensi produk pertanian yang sangat besar dan beragam. Mulai dari karet, kepala sawit, kelapa, hingga beras. ”Kami juga sedang mencoba menanam sejumlah produk pertanian alternatif, salah satunya porang yang tengah digandrungi,” ujar Herman.
Karena itu, Herman berharap, agar pembangunan Pelabuhan Tanjung Carat di Banyuasin dapat segera terealisasi sehingga proses ekspor di Sumsel bisa berlangsung lebih lancar. Hingga saat ini, proses pengkajian pembangunan terus berlangsung.
Hasilnya, Pelabuhan Tanjung Carat yang terhubung dengan Selat Bangka ini sudah memenuhi syarat. Kedalaman laut untuk sandar kapal 11,7-13 meter. Jarak antara pelabuhan dan titik sandar kapal pun hanya 600 m. Pembangunan Pelabuhan Tanjung Carat yang masuk dalam Proyek Strategis Nasional ini rencananya dimulai pada November 2021 dan selesai tahun 2023.
Letaknya juga lebih dekat dibandingkan dengan Pelabuhan Kijing, Kalimantan Barat, yang jarak antara pelabuhan dan laut terdalam sekitar 3 kilometer. Dengan hadirnya Pelabuhan Tanjung Carat diharapkan ekspor Sumsel bisa ditingkatkan, setidaknya menyamai nilai ekspor provinsi di Jawa.
Mendorong daerah
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menargetkan, pelepasan produk ekspor pertanian ini diharapkan bisa menggali potensi komoditas pertaniannya. Apalagi, di masa pandemi, capaian ekspor produk pertanian di Indonesia meningkat signifikan.
Pada tahun 2020, nilai ekspor produk petanian Indonesia mencapai Rp 451,77 triliun atau meningkat 15,7 persen dibandingkan periode sama tahun lalu. Bahkan, rentang Januari-Juni 2021, capaian ekspornya mencapai Rp 277,95 triliun atau meningkat 40,2 persen dibandingkan periode sama tahun sebelumnya.
Melihat potensi ekspor produk pertanian yang sangat tinggi, Syahrul berharap, pemerintah daerah lebih giat memetakan produk potensial. Dari 514 kabupaten/kota di Indonesia, baru 343 daerah yang memiliki sentra komoditas pertanian ekspor. Sementara 171 kabupaten/kota lainnya belum memiliki produk pertanian unggulan yang bisa diekspor.
Sebenarnya, ujar Syahrul, banyak komoditas yang bisa dimanfaatkan untuk ekspor. Ia mencontohkan, magot, porang, bahkan kalajengking. ”Asal memiliki kemauan mengembangkan komoditas, daerah tersebut pasti bisa menjadi sentra produk pertanian berskala ekspor,” ujarnya.
Bupati Banyuasin Askolani Jasi mengatakan, dari sisi lahan, petani tidak memiliki masalah karena luas lahan pertanian di Banyuasin cukup luas. Namun, petani terbentur sejumlah kendala, terutama permodalan dan pemasaran produk. Untuk permodalan, beragam upaya sudah dilakukan, termasuk bekerja sama dengan bank untuk penyaluran kredit usaha rakyat.
Sementara dari sisi pemasaran produk, lanjut Askolani, petani khawatir produk yang mereka hasilkan tidak bisa diserap.”Banyak komoditas yang pasarnya belum jelas,” ucapnya.
Oleh karena itu, dia berharap, ada langkah lanjutan yang bisa diterapkan untuk menyelesaikan masalah ini. Salah satunya, membantu petani terhubung dengan pasar ekspor.