Harga Kedelai Melonjak, Pengusaha Tahu-Tempe di Padang Merana
Pengusaha tahu dan tempe di Kota Padang, Sumatera Barat, terpaksa mengurangi jumlah produksi agar bisa bertahan di tengah melonjaknya harga kedelai impor.
PADANG, KOMPAS — Melonjaknya harga kedelai impor membuat pengusaha pembuat tahu dan tempe di Kota Padang, Sumatera Barat, mengurut dada. Pengusaha terpaksa mengurangi jumlah produksi agar bisa bertahan dan tidak merugi.
”Saya memohon kepada Presiden Jokowi agar dapat menstabilkan harga kacang kedelai ini agar kami dapat hidup. Kalau kondisinya seperti ini terus, mungkin kami tidak bisa lagi berproduksi,” kata Zainal Efendi (72), perajin tempe di Kelurahan Alai Parak Kopi, Padang Utara, Minggu (20/2/2022).
Zainal menjelaskan, kenaikan harga kedelai sebenarnya sudah terjadi sejak pandemi Covid-19. Namun, dua bulan terakhir, kenaikan harga semakin menggila. Ia tidak tahu penyebab harganya naik, tetapi informasi dari pemasok pasokan kurang karena pandemi Covid-19 .
Sebelum pandemi, kata Zainal, harga kedelai Rp 325.000 per karung isi 50 kg. Dua bulan lalu, harganya naik menjadi Rp 485.000 per karung. Sekarang harganya mencapai Rp 585.000 per karung.
Zainal melanutkan, untuk mengurangi risiko merugi, ia terpaksa mengurangi produksi. Sekarang ia cuma memproduksi dua karung kedelai menjadi tempe setiap hari. Dua bulan lalu, produksinya masih empat karung, sedangkan sebelum pandemi bisa mencapai delapan karung.
”Harga tempe tidak bisa dinaikkan. Jika tidak diproduksi, kami takut pelanggan pergi. Bagaimana mau bertahan, dikecilkan tempenya, orang tidak mau. Dibiarkan, tetap merugi. Saya kadang-kadang tekor Rp 500.000 dalam seminggu,” ujar pemilik usaha tempe Darek Ani Cap Gunung Tiga ini.
Baca juga: Harga Kedelai Impor Melonjak, Harga Tahu-Tempe Bakal Naik
Selain produksi dikurangi, kata Zainal, jumlah pekerja di pabriknya juga dipangkas. Sebelum pandemi, ada lima pegawai di pabrik itu. Sejak pandemi sampai sekarang, tinggal satu pegawai. Di luar pegawai itu, Zainal memberdayakan anggota keluarganya untuk membantu.
”Kami mohon bantuan Presiden Jokowi, stabilkan harga kacang kedelai ini seperti biasa, Rp 400.000 saja sudah merdeka kami rasanya,” kata Zainal, yang sudah memproduksi tempe sejak 1980 ini.
Kondisi serupa dialami pula oleh Gusri Hendriani (45) atau Cici, perajin tahu di Kelurahan Kubu Dalam Parak Karakah, Padang Timur. Harga kedelai yang melambung membuat usahanya tidak bisa meraih untung.
”Kami merasakan kenaikan harga kedelai ini lebih dari setahun ini. Namun, yang parah sekali tahun ini. Biasanya kami beli Rp 480.000 per karung, agak bisa bernapas sedikit. Sekarang dengan harga Rp 580.000 per karung, kami sudah mati rasa. Kalau tidak produksi, usaha tutup. Kalau diproduksi, gali lobang, tutup lobang,” kata Cici.
Cici menjelaskan, agar tidak merugi, ia terpaksa menipiskan ukuran tahu dan mengurangi kepadatannya. Hal itu dikomplain pelanggan, tetapi itu adalah jalan satu-satunya. Di sisi lain, ia tidak bisa menaikkan harga karena pedagang lain tidak kompak.
Kami berharap pemerintah bisa menurunkan harga kedelai.
”Sekarang impas saja. Tidak ada untungnya. Obat lelah kami tidak ada. Tinggal ampas tahu, sisanya buat kami. Kalau ampas tahu ini laku, untuk pakan sapi, adalah untungnya bagi kami sedikit,” ujar Cici.
Selain mengurangi ukuran dan kepadatan tahu, Cici juga mesti mengurangi jumlah produksinya. Setahun lalu, ia masih bisa memproduksi tahu dengan bahan baku 16 karung kedelai. Pada November kemarin, produksi 10-12 karung. Sekarang produksinya hanya 9-10 karung.
Hal itu berdampak pula pada jumlah pegawai yang setahun lalu ada 20 orang, sekarang tinggal 9-10 orang. ”Kami berharap pemerintah bisa menurunkan harga kedelai,” kata pemilik usaha tahu merek STB ini.
Secara terpisah, Kepala Dinas Pangan Sumbar Efendi mengatakan, dinas tidak bisa berbuat apa-apa untuk mengantisipasi kenaikan harga kacang kedelai ini. Sumbar, bahkan Indonesia, bukan sentra penghasil kedelai. Sebanyak 70 persen kebutuhan kedelai Indonesia dari impor.
”Dinas menunggu kebijakan pemerintah pusat. Kami di dinas tidak bisa apa-apa soalnya kedelai ini, kan, barang impor. Kalau minyak goreng, bisa kami beli di tempat lain, kemudian diadakan operasi pasar,” kata Efendi.
Lihat juga: Harga Kedelai Naik, Ukuran Tahu Tempe Mengecil
Menurut Efendi, kacang kedelai sulit ditanam di daerah tropis karena secara agroekosistem merupakan tanaman subtropis. Apalagi di Sumbar, yang berada persis di garis khatulistiwa, pertanian kacang kedelai tidak menguntungkan karena biaya produksi tinggi, sedangkan hasilnya rendah.
Efendi berharap Badan Pangan Nasional segera aktif dan kepalanya segera dilantik. Hal ini untuk mengelola keran impor, termasuk impor kedelai. Sekarang banyak kementerian yang punya kewenangan di keran impor, antara lain perdagangan dan pertanian. ”Nanti akan ada Badan Pangan Nasional. Di badan ini bisa lakukan impor satu pintu. Kalau badan ini sudah ada, jelas itu apa yang akan dilakukan,” ujarnya.