Belasan Saksi Diperiksa Terkait Ritual Maut di Pantai Payangan
Kecelakaan laut di Pantai Payangan Jember menelan 11 korban jiwa. Terkait hal ini, Polres Jember telah memeriksa belasan saksi.
Oleh
DEFRI WERDIONO
·4 menit baca
JEMBER, KOMPAS — Kepolisian Resor Jember, Jawa Timur, memeriksa belasan orang terkait kecelakaan laut yang menewaskan 11 orang di Pantai Payangan, Desa Sumberejo, Kecamatan Ambulu, Minggu (13/2/2022) dini hari. Sejauh ini belum ada pihak yang ditetapkan sebagai tersangka.
Kepala Kepolisian Resor Jember Ajun Komisaris Besar Hery Purnomo, Senin (14/2/2022), mengungkapkan, pihaknya sudah memeriksa 13 orang dan kemungkinan jumlahnya terus bertambah. Mereka adalah saksi-saksi yang berada di lokasi, hingga petugas yang melakukan penyelamatan terhadap para korban.
”Kami masih melakukan klarifikasi terhadap saksi-saksi. Nanti akan kami tentukan dalam proses gelar perkara. Saat ini tahapannya masih penyelidikan. Apabila nanti terpenuhi unsur pidananya, tentu akan kami tingkatkan statusnya menjadi penyidikan,” ujarnya di Jember.
Menurut Hery, gelar perkara akan dilakukan setelah pemeriksaan saksi selesai. Mengenai kemungkinan pimpinan ”padepokan” Tunggal Jati Nusantara, Nur Hasan (39), menjadi tersangka, Hery mengatakan pihaknya akan melihat hasil penyelidikan dan penyidikan.
Adapun Nur Hasan masih menjalani perawatan di RSUD dr Soebandi. ”Begitu dokter RSUD dr Soebandi menyatakan dia (Nur Hasan) sudah sehat dan bisa dimintai keterangan, ia akan kami mintai keterangan,” ucapnya.
Pada kesempatan tersebut, Hery menjelaskan, dari hasil pemeriksaan sementara, kelompok Tunggal Jati bergerak dalam hal pengobatan alternatif. Masyarakat yang datang ke tempat itu punya tujuan bermacam-macam, ada yang datang dengan latar belakang ekonomi, keluarga, hingga memiliki masalah terkait kesehatan fisik maupun batin.
Proses rekrutmen anggota didasarkan pada keterangan dari mulut ke mulut. Kegiatan di rumah Nur Hasan di Dusun Botosari, Desa Dukuh Mencek, Kecamatan Sukorambi, meliputi zikir, doa, dan tindak lanjut seperti ritual berupa doa dalam bahasa Jawa. Polisi masih mendalami apakah kegiatan ini berkorelasi dengan aliran tertentu.
Tunggal Jati berdiri sejak 2011, dan mulai punya pengikut pada 2015. Anggotanya sekitar 100 orang, tetapi tidak semuanya aktif. ”Setiap pengajian diikuti 15-20 orang karena rumahnya sempit. Tak semua pengikut aktif,” ucap Hery.
Adapun lokasi ritual di tempat terbuka sudah dilakukan beberapa kali dengan tempat berbeda-beda. Pada ritual terakhir di Pantai Payangan, kelompok ini sebenarnya sudah diingatkan oleh pihak lain dengan alasan lokasi itu berbahaya. Ada tebing yang menjorok, sehingga menghalangi pandangan mata terhadap ombak yang datang. Namun, peringatan itu diabaikan.
Sementara itu, Senin siang, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa menggelar rapat bersama Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Kabupaten Jember. Rapat berlangsung di Pendopo Wahya Wibawa Graha Jember.
Seusai rapat yang dilanjutkan pemberian santunan kematian terhadap keluarga korban, Khofifah mengatakan, harus ada institusi yang memberikan legalitas terhadap aktivitas padepokan apakah padepokan tersebut berada di bawah koordinasi Badan Kesatuan Bangsa dan Politik atau Dinas Kesejahteraan Rakyat.
Legalitas institusi penting agar semua terdaftar dan terkonfirmasi. Legalitas bukan membatasi kebebasan masyarakat dalam berserikat dan berkumpul, tetapi menjadi upaya tertib sosial dan semua pihak bisa terlindungi. (Khofifah Indar Parawansa)
”(Di tingkat pusat) ada Pengawas Aliran Kepecayaan (Pakem) yang berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung. Di kabupaten dengan kejaksaan negeri. Nah, padepokan ini nanti ada di bawah aliran mana? Ini yang tadi kita bahas dalam rapat bersama Forkopimda,” ujarnya.
Menurut Khofifah, legalitas sebuah institusi penting agar semua terdaftar dan terkonfirmasi. Dia mencontohkan, keberadaan koperasi dan usaha kecil menengah juga terdaftar. Legalitas bukan membatasi kebebasan masyarakat dalam berserikat dan berkumpul. Namun, dengan legalitas upaya tertib sosial bisa terbangun dan semua pihak bisa terlindungi.
Menurut Khofifah, di masyarakat ada patologi sosial, yakni banyak orang ingin sukses di bidang ekonomi, keluarga, dan lainnya dengan menempuh jalan pintas. Feomena ini terjadi di banyak tempat. Oleh karena itu, dia minta perguruan tinggi bisa ikut serta mencarikan solusi berdasarkan budaya dan kearifan lokal.
Bupati Jember Hendy Siswanto mengatakan, pihaknya akan segera mengeluarkan surat edaran (SE) terkait tempat-tempat berbahaya, khususnya di pantai selatan, agar tidak dipakai untuk aktivitas masyarakat. Beberapa bulan sebelumnya, Pemkab Jember juga diingatkan soal daerah rawan tsunami. ”Hari ini kami mulai susun (SE),” katanya.
Selain daerah rawan, menurut Hendy, pihaknya juga akan membentuk relawan penyelamat pantai. Mereka direkrut dari masyarakat sekitar yang paham pola aktivitas perubahan arus laut. Harapannya, akan ada personel khusus yang mengingatkan jika ada wisatawan luar daerah berkunjung ke pantai.
Terkait SE tersebut, Khofifah mengatakan, penyelamatan dan perlindungan masyarakat menjadi bagian pokok yang harus dilakukan pemerintah. Kebijakan ini diharapkan bisa menjadi langkah mitigasi agar tidak terjadi korban di kemudian hari.
Seperti diberitakan, kegiatan ritual berupa berendam air laut di Pantai Payangan oleh Padepokan Tunggal Jati Nusantara membawa korban jiwa. Sebanyak 11 orang meninggal lantaran terseret gelombang tinggi saat ritual berlangsung Minggu dini hari.
Korban meninggal adalah Sulastri (42), Sri Wahyuni Komariyah (30), dan Sofiya Nazila (22), ketiganya warga Desa Gebang, Kecamatan Jember; Pinkan J Ningrum (13), dan Siti Zubaidah (33), warga Tawangalun; serta Yuli L Yairo (42) warga Panti, dan Holifa (38), warga Desa Gugut, Kecamatan Rambipuji.
Selain itu, juga Arizqotul Maunah (21), warga Gumukmas, Jember; Febriyan Dwi P (28), warga Sumbersalam, Tengaran, Bondowoso; Masuni (55), warga Kaliwates, Jember; serta Syaiful Bahri (35), warga Ajung, Jember.