Tim DVI Kebut Proses Indentifikasi Korban Kecelakaan Laut di Jember
Jenazah kecelakaan laut segera diserahkan kepada keluarga masing-masing.
Oleh
SIWI YUNITA CAHYANINGRUM, DEFRI WERDIONO
·2 menit baca
MALANG, KOMPAS-Tim Disaster Victim Investigation Polda Jatim menargetkan malam ini proses identifikasi dan serah terima jenazah 11 korban yang meninggal akibat kecelakaan laut di pantai Payangan, Kabupaten Jember, selesai dilakukan. Hingga pukul 20.00 tersisa tiga jenazah yang masih menjalani pemeriksaan luar.
Ketua tim DVI Polda Jatim Perwakilan Lumajang Agus Wiyono saat ditemui di Kamar Jenazah RSUD Soebandi Jember mengatakan satu jenazah atas nama Kholifah sudah diserahkan ke keluarganya. Jenazah lain menyusul segera.
Selama melakukan identifikasi tim, tambahnya, tak kesulitan karena wajah dan properti dari korban kecelakaan laut masih bisa dikenali. "Besok sudah tidak ada lagi kegiatan karena malam ini diselesaikan," kata Agus Wiyono.
Seperti yang diberitakan sebelumnya sebanyak 23 orang yang tergabung dalam kelompok Tunggal Jati Nusantara pada Minggu (13/2) mendatangi Pantai Payangan untuk melakukan ritual di pantai selatan sekitar pukul 00.35. Di tengah ritual mereka terseret ombak besar. Sebanyak 11 orang meninggal, dan 3 orang luka-luka. Pimpinan kelompok Nur Hasan (35) ikut terluka dan dibawa ke RSUD Soebandi.
Ini lebih pada kelompok orang yang meminta kesembuhan dan ketenangan, dengan cara instan. Lalu ada orang yang dianggap "pintar" dan mereka pun mempercayainya.
Nama-nama korban tewas asal Jember yakni Sulastri (42), Sofi (22), Sri Wahyuni (30) yang kesemuanya warga Gebang; Pinkan (13), Ida (33), Yuli (42) dan Kholifah dari Kecamatan Rambipuji; Arisco (21) warga Gumukmas; Basuni (55) dari Kaliwates; dan Syaiful Bahri (35) dari Ajun. Adapun satu korban lagi atas nama Bripda Febri (27 ) tercatat anggota Polsek Puger Kabupaten Bondowoso.
Ritual tak dikenal
Mengenai ritual penenangan diri yang dilakukan oleh kelompok Tunggal Jati Nusantara, menurut Budayawan Jember, sekaligus pendiri Mata Timoer Institute Ikhwan Setyawan tak dikenal dalam budaya pedalungan atau budaya masyarakat Jember dan sekitarnya. Ritual itu juga tak mencerminkan kebudayaan lain atau pun agama tertentu.
Ikhwan yang juga dosen ilmu budaya Universitas Jember mengatakan masyarakat tak akan melakukan ritual di pantai selatan pada malam hari. "Ritual pada malam hari di pantai selatan tak dilakukan, karena energi pantai selatan dianggap terlalu besar," katanya.
Menurut Ikhwan apa yang dilakukan oleh kelompok itu juga tak bisa digolongkan sebagai hal ritual karena ritual. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia ritual berarti tindakan seremonial mengacu pada keagamaan atau budaya tertentu.
"Ini lebih pada kelompok orang yang meminta kesembuhan dan ketenangan, dengan cara instan. Lalu ada orang yang dianggap "pintar" dan mereka pun mempercayainya," kata Ikhwan.
Fenomena mencari jalan pintas, menurut Ikhwan bukan hal baru. Saat mendekati pesta demokrasi misalnya, banyak calon-calon legislatif yang menempuh jalan instan serupa. Biasanya mereka mendatangi tempat-tempat tertentu, satu di antaranya adalah Rowo Bayu di Banyuwangi.